KETIK, BONDOWOSO – PC PMII Bondowoso menyatakan sikap tegas menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang saat ini sedang dibahas secara tertutup oleh DPR bersama pemerintah.
Riski Yanto, pengurus PC PMII Bondowoso menilai agenda dari revisi UU TNI itu berpotensi mengembalikan dwifungsi militer seperti yang pernah dipraktikkan rezim Orde Baru (Orba).
Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2025 setelah muncul Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025.
Pemerintah menargetkan revisi beleid tersebut bisa selesai sebelum masa reses DPR RI atau sebelum libur Lebaran tahun ini.
"Adapun DPR akan memasuki masa reses mulai Jumat, 21 Maret 2025," ujarnya dalam rilis yang diterima media.
Ia menerangkan, proses pembahasannya dilaksanakan di hotel secara tertutup dan minim partisipasi. Karena itulah pihaknya mencatat adanya empat poin bermasalah dalam substansi RUU TNI.
Pertama, memperpanjang masa pensiun yang dinilai dapat menambah persoalan penumpukan perwira non-job dan penempatan ilegal perwira aktif di jabatan sipil.
Yang kedua, perluasan jabatan sipil bagi perwira TNI aktif yang berpotensi mengancam supremasi sipil, menggerus profesionalisme, dan independensi TNI
Ketiga, revisi ini dapat memperbesar dominasi militer dalam kebijakan nasional, yang dianggap merugikan kelompok-kelompok sipil dan masyarakat yang ingin melihat pemerintahan yang lebih transparan dan demokratis. Ada pula yang berpendapat bahwa hal ini dapat menciptakan ketegangan antara sipil dan militer, serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap TNI.
Sementara keempat, kekhawatiran bahwa revisi ini bisa menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak yang ada di dalam tubuh TNI, terutama jika tidak diikuti dengan mekanisme pengawasan yang ketat. Ini berisiko mengarah pada penindasan terhadap kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pandangan politik berbeda.
Karena itu, PMII Cabang Bondowoso menyakan sikap sebagai berikut:
- DPR dan Presiden segera menghentikan pembahasan revisi UU TNI, karena bertentangan dengan reformasi TNI dan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
- DPR dan Presiden harus membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan revisi, untuk memastikan bahwa aturan baru tetap mendukung supremasi sipil, demokrasi, dan HAM.
- PMII Cabang bondowoso menolak revisi UU TNI yang mengancam demokrasi dan reformasi militer. Serta juga disinyalir kembalinya orde baru.
- Pembahasan RUU TNI di hotel mewah menunjukkan pemotongan anggaran hanya gimik. Pemerintah Indonesia seperti tidak memiliki rasa malu dan omon-omon belakang.(*)