Rizal Ramli: Kondisi Objektif Perubahan Indonesia Sudah Matang

Jurnalis: Shinta Miranda
Editor: Moana

11 Mei 2023 14:10 11 Mei 2023 14:10

Thumbnail Rizal Ramli: Kondisi Objektif Perubahan Indonesia Sudah Matang Watermark Ketik
Tokoh Nasional Dr Rizal Ramli.(Dok.Prbadi)

KETIK, JAKARTA – Sudah 25 tahun reformasi Indonesia 1998. Atau berusia seperempat abad. Namun, kondisi bangsa belum sesuai harapan. 

Sejumlah tokoh berdiskusi dan mengupas tuntas dalam sebuah webinar bertema senada. Tokoh perubahan dan pergerakan Indonesia, Dr Rizal Ramli menjadi pembicara utama. 

Pada Oktober 1996, Rizal Ramli bersama tim menerbitkan forecast dan outlook ekonomi Indonesia untuk tahun 1997 berjudul The Year of Uncertainty. Yaitu tahun penuh ketidakpastian. 

"Kami meramalkan bahwa 1998 akan terjadi krisis ekonomi," kata Rizal dalam webinar tersebut, Kamis (11/5/2023). 

Prediksi itu berdasarkan pada tiga hal penting. Defisit transaksi berjalan Indonesia sangat besar, utang Indonesia terutama utang swasta sangat besar bahkan pemerintah tidak memiliki data angka sesungguhnya. 

"Kemudian yang ketiga, hitungan kami, mata uang rupiah over valued 7 persen. Seperti biasa pada tahun itu, kami dibantah oleh Menkeu Indonesia, Gubernur BI, ekonom-ekonom konservatif termasuk IMF dan bank dunia," kata Rizal. 

Namun sayangnya, mereka menyangkal prediksi sang begawan ekonomi. Justru optimistis ekonomi moncer pada 1998. Sementara tak butuh waktu lama, ramalan itu benar-benar terjadi. 

Pada tahun 1997, mulai terjadi krisis karena swasta gagal bayar utang sehingga akhirnya negara turut terimbas. Kartu kredit dan cek Indonesia tidak berlaku di seluruh dunia. 

Akhirnya, pemerintah mengundang, Managing Director IMF ke Indonesia. Sebelum bertemu, pemerintah mengundang sejumlah ekonom termasuk Rizal dan tim di Hotel Borobudur Jakarta. 

"Dia membujuk kita semua supaya mendukung kedatangan IMF dalam tanda kutip mau membantu ekonomi Indonesia. Hampir semua yang hadir setuju, hanya saya yang mengatakan, mohon maaf saya tidak setuju IMF cawe-cawe membantu Indonesia," tegas Rizal. 

Penolakan Rizal bukan tanpa alasan. Ia melihat pengalaman di seluruh dunia termasuk di Amerika Latin, saat IMF masuk justru ekonomi negara-negara penerima 'bantuan' itu malah terpuruk dan kacau. 

Keesokan harinya, Rizal Ramli menjadi headline pemberitaan di seluruh media Indonesia. 

"Hati-hati, IMF itu bukan dokter penyelamat. Tapi dia dokter bedah yang ongkosnya mahal sekali. Dan sekali lagi, ramalan kami benar. Begitu IMF masuk, ekonomi Indonesia semakin anjlok. Rupiah dari 1.500/USD naik ke 10.000 belakangan 15.000," sesalnya. 

Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jika biasanya terjadi pertumbuhan 6 persen, anjlok ke minus 13 persen. Termasuk krisis ekonomi terbesar di Asia. 

"Pada tahun Oktober 1997 saat pertemuan SESKO ABRI, Indonesia awal krisis dan tahun depan bakal lebih gawat lagi. Saat itu, menurut tidak ada pilihan bagi ABRI kecuali mendukung Pak Harto," ungkap Rizal yang juga didapuk sebagai penasehat ekonomi ABRI ini. 

Namun, Rizal memberikan gambaran sebuah bola kaca retak. Ekonomi akan lebih gawat, pengangguran meningkat dan anjlok semakin dalam. 

Menurut hitungan Rizal saat itu, pada Maret 1998 - Indonesia akan kekurangan beras di kota-kota besar. Ramalan itu kembali terjadi.

"Ramalan kami close dengan apa yang terjadi. Karena saya Alumni ITB Fisika. Matematika itu penting banget, kita udah biasa forecasting udah biasa simulation dan dampak dari tiap skenario dan selalu cross checking data karena di Indonesia, data itu masalah," ujarnya. 

Rizal menambahkan, saat itu Amerika sudah tidak 'menginginkan' Soeharto. Pada tahun 1996 akhir, Bill Clinton mengirim mantan Wapres nya, Walter Mondale, untuk bertemu Presiden Soeharto.

Dalam pertemuan itu, Mondale menyarankan agar Soeharto tidak maju lagi supaya Indonesia mengalami transisi dari sistem pemerintahan otoriter ke demokrasi. 

"Pak Harto waktu itu setuju. Di depan Ibu Tien dan anak-anaknya. Tapi Ketua Umum Golkar waktu itu Pak Harmoko selalu pidato di mana-mana harus Pak Harto lagi, kumpulkan massa di kota-kota besar, rapat akbar harus Pak Harto lagi, tidak ada pilihan lagi," jelasnya. 

Saat rapat akbar di Pekanbaru, Harmoko kembali memekikkan dukungan tersebut. Namun, Pak Harto, kata Rizal, menjawab dengan nad dan wajah sangat memelas. 

"Mohon maaf, jangan saya lagi. Saya itu sudah 4 P. Pikun dan sebagainya. Tapi Golkar dan Harmoko terus ngangkat-ngangkat Pak Harto," ujar Rizal. 

Akhirnya Pak Harto pun jatuh. Rizal juga melihat pada masa sekarang. Ia menilai kinerja Presiden Jokowi tidak sesuai harapan. 

"Di luar infrastruktur dengan utang besar, banyak menimbulkan masalah. Nggak pantes buat maju lagi," tandasnya.

"Tapi, ada teman-teman saya namanya Jenderal Luhut Pandjaitan yang selalu bilang Pak Jokowi perpanjang lagi tiga tahun, perpanjang lagi lima tahun. Saya sampai bilang di podcast, kok kawan saya Pak Luhut katanya jenderal hebat, pinter kok cita-citanya jadi Harmoko jilid 2 gitu lho?," sambung Rizal. 

Ia juga teringat pada akhir tahun 1997 sempat bertemu dengan Wapres Try Sutrisno. Ia mengatakan kepada Try Sutrisno bahwa Soeharto akan lengser satu tahun lagi. 

"Saya ingat Pak Try waktu itu bantah-bantah saya lebih dari dua jam. Nggak bener Mas Rizal, ABRI semua dipegang Pak Harto, kalangan bisnis juga, ekonomi bagus banget kemudian segala macam ketidakmungkinan," ujar Rizal menirukan ucapan Try. . 

Ternyata ucapan Rizal bukan ramalan tanpa dasar. Krisis ekonomi dan kejatuhan Soeharto berjalan beriringan. 

Matahari Tenggelam

Beberapa tokoh penting dalam peta perpolitikan Indonesia, sebut Rizal, sudah memiliki kesamaan prediksi tentang situasi saat ini dengan masa-masa kejatuhan Soeharto kala itu. 

"Jokowi ini matahari yang udah mau tenggelam, kok malah cawe-cawe mau ngatur ini itu," ungkapnya. 

Rizal mengatakan, Pilpres 2024 adalah sebuah bursa pemilihan yang sudah diatur sedemikian rupa melibatkan banyak pihak di depan maupun belakang layar. Para Taipan juga berbagai lembaga survei. 

"Kalau di Jakarta kita sebut perusahaan sure pay (pasti bayar). Bukan survey," ujarnya memplesetkan. 

Sinergi itu ia sebut akan memompa para calon pilihan yang telah disiapkan.

"Jangan bermimpi bahwa Pilpres 2024 itu akan menghasilkan pemimpin terbaik buat  Indonesia. Tetapi, yang penting itu kita ubah sistemnya," ucap Rizal. 

Lantas, bagaimana cara mengubah sistem tersebut? 

Rizal kemudian flashback pada masa pasca kejatuhan Soeharto. Ia melihat kinerja BJ Habibie kala itu. Mengubah sistem otoriter menjadi demokrasi. Demikian pula saat kepemimpinan Gus Dur. 

"Dua tokoh ini, orang yang jiwanya sangat pro demokrasi. Dia tidak mengambil langkah-langkah untuk mempreteli demokrasi," terangnya. 

Kala itu, Anggota DPR sangat kritis dan lebih hidup. Mereka leluasa menyampaikan kritikan kepada pemerintah. Karena mereka tidak bisa dipecat sebagai Anggota DPR oleh ketua umum.

Rizal mengatakan, berbeda dengan saat ini. Ketua umum partai politik memiliki hak untuk memecat Anggota DPR nya setiap saat dengan berbagai alasan. 

"Anggota DPR nyaris tidak berbuat apa-apa," kata dia. 

"Jadi nanti setelah Jokowi nggak jadi presiden, kita ubah lagi ini. Ketua umum partai tidak boleh memecat Anggota DPR dari partainya. Kecuali yang bersangkutan kena kasus kriminal atau rakyat yang meminta karena Anggota DPR itu tidak memperjuangkan rakyat," ujarnya. 

Rizal bermimpi menghidupkan kembali lembaga pengawas kinerja eksekutif ini setelah Presiden Jokowi purna tugas. 

"Sebentar lagi kok, nggak lama ini. Kesimpulannya, matahari udah mau tenggelam you mau tahan supaya nggak mau tenggelam pun nggak bisa. Karena matahari baru akan terbit," jelas Rizal. 

Ia menyebut, saat ini kondisi objektif siap untuk perubahan. Baik dari sisi ekonomi, politik, maupun geo politik. Sama seperti masa kejatuhan Presiden Soeharto 25 tahun lalu. 

"Kondisi objektifnya sudah ready sehingga nggak ada yang menduga. Begitu kita mulai demonstrasi masif 2 Mei 1998, 21 Mei Pak Harto jatuh. Cuma butuh waktu tiga minggu, karena Pak Harto kondisi objektifnya sudah matang. Hari ini kondisi objektif perubahan Indonesia udah matang," kata Rizal Ramli.

Motor Perubahan

Sementara itu, dalam acara webinar ini juga turut dihadiri Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Qatar, ICMI Orsat Qatar, dan Komunitas Pro Anak Bangsa Pekerja Migran Indonesia di Qatar. Mereka rerata berkecimpung dalam dunia industri oil and gas. Total 210 orang alumni ITB berada di sana. 

Pada kesempatan itu, Rizal Ramli membandingkan Indonesia dengan Qatar. Indonesia memiliki potensi liquid and gas (LNG) sangat tinggi. Seperti di Masela dan Laut Natuna Utara. 

Kekayaan sumber daya gas bumi itu tentunya membutuhkan tenaga profesional dan ahli seperti para Alumni ITB yang bekerja di Qatar tersebut. 

"Memang, pemerintah sendiri sangat lambat untuk merealisasikan hal-hal yang Indonesia bisa jadi major supplier LNG di dunia. Karena, peminatnya banyak di Jepang dan Korea dan lain sebagainya," kata Rizal.

Namun, tingginya sumber daya alam itu disebut Rizal tak sebanding dengan kapasitas pemerintah dalam bertindak secara cepat untuk merealisasikan cita-cita sebagai major supplier. 

"Masih nunggu dulu sampai Mas Jokowi jatoh lah, baru kita benerin lagi itu," ujarnya.

Namun, menunggu pemerintah mengubah sistem membutuhkan waktu lama. Berdasarkan pengalaman hidupnya melalang buana sebagai akademisi, organisatoris dan tokoh perubahan, Rizal menekankan bahwa di luar sistem pun ia bisa mengubah Indonesia. 

"Apalagi jika di dalam sistem," tandas Rizal yang pernah menjabat sebagai sejumlah menteri lintas presiden tersebut. 

Karena, tambahnya, dalam sistem ada sebuah kekuasaan. Maka, proses transformasi perubahan dapat berjalan secara lebih cepat karena penguasa merupakan pengambil keputusan. 

Setelah tidak menjadi pejabat pemerintahan pun Rizal masih tetap bergerak. Antara lain bersama asosiasi kepala desa seluruh Indonesia berhasil memperjuangkan Undang-undang Desa.

Meskipun harus berjuang penuh peluh dari tahun 2012-2014. Perjuangan itu berbuah manis. Akhirnya pemerintah menyetujui UU Desa pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Maka, saat ini setiap desa bisa merasakan manfaat dana desa sekitar Rp1 miliar lebih. 

"Itu bukan prestasi Jokowi," ucap Rizal. 

Bukan hanya itu saja. Rizal juga sudah memperjuangkan social security system bagi masyarakat. Mulai UU BPJS agar pekerja Indonesia mendapatkan tunjangan kesehatan hingga pensiun sehingga fasilitas kesehatan bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia. 

Social security system merupakan kunci negara-negara di dunia agar berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Seperti di Eropa dan Skandinavia. 

"Hampir butuh waktu 2,5 tahun untuk berhasil memperjuangkan itu," ucap Rizal. 

Perjuangan Rizal di dalam maupun luar sistem bukan tanpa alasan. Ia mengaku sejak mahasiswa kerap berpikir dalam.

Tentang kekayaan Indonesia, jumlah penduduknya yang besar dan posisi Indonesia sebagai negeri paling subur di Asia Tenggara dengan matahari sepanjang musim. Akan tetapi, mayoritas rakyatnya miskin. 

"Itu yang sampai hari ini saya nggak terima dan memotivasi saya nggak boleh diam, berjuang terus agar bisa terjadi perubahan agar Indonesia lebih baik," tandas motor perubahan yang berhasil menginisiasi gerakan anti kebodohan hingga muncul program wajib belajar 9 tahun saat masih berada di lingkaran mahasiswa tersebut.(*)

Tombol Google News

Tags:

Dr Rizal Ramli Reformasi Pilpres 2024 pemilu 2024 Jokowi