KETIK, MALANG – Lahan pertanian di Kota Malang kini menghadapi ancaman serius akibat alih fungsi, khususnya menjadi area perumahan. Salah satu kasus paling jelas terlihat di Tasikmadu, Lowokwaru.
Ironisnya, lahan ini pernah menjadi lokasi panen bersama Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat pada Juni 2024, namun kini telah beralih menjadi lokasi pembangunan perumahan.
Menurut Kepala Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (Dispangtan) Kota Malang, Slamet Husnan, dari total 985 hektare sawah di Kota Malang, 788 hektare di antaranya merupakan lahan tanam padi. Sayangnya, Pemkot Malang mengaku tidak berwenang untuk menghalangi proses alih fungsi lahan pertanian ini.
"Itu hak milik perseorangan, kecuali aset Pemkot Malang tetap kita pertahankan untuk pertanian. Untuk aset Pemkot Malang yang kita pertahankan untuk pertanian ada 15,5 hektare, selebihnya aset perorangan," ujarnya, Sabtu, 31 Mei 2025.
Pemerintah Kota Malang telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan lahan pertanian. Ini termasuk memberikan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, pada tahun 2025, akan disalurkan hingga 5.000 kg benih padi dan 300-600 kg benih jagung.
"Kemudian alat mesin pertanian, jaring pengaman bulir padi, racun tikus. Sedangkan pupuk subsidi koordinasi PPL, Kelompok Tani, dari usulan 2024 untuk tahun 2025 ada sekitar 501 ton Urea dan 657 ton NPK," jelas Slamet.
Meski demikian, dari total luasan sawah yang ada, Kota Malang hanya mampu memproduksi sekitar 15.000 ton padi per tahun. Angka ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang mencapai 40.000 ton. Kekurangan ini dipenuhi melalui Bulog yang menyuplai dari kabupaten sekitar seperti Malang, Blitar, Kediri, Situbondo, dan Lumajang.
"Dapat kita peroleh dari kabupaten di sekitar melalui Bulog. Biasanya Kabupaten Malang, Blitar, Kediri, Situbondo, Lumajang. Saat ini Bulog punya stok sangat banyak karena harus beli gabah petani dengan plafon terendah Rp6.500," tutup Slamet. (*)