Sindir Jokowi, Aliansi Advokat Yogyakarta Keluarkan Seruan Bersama: "Tegakkan Hukum, Demokrasi dan Etika Bernegara"

Jurnalis: Fajar Rianto
Editor: M. Rifat

8 Februari 2024 03:02 8 Feb 2024 03:02

Thumbnail Sindir Jokowi, Aliansi Advokat Yogyakarta Keluarkan Seruan Bersama: "Tegakkan Hukum, Demokrasi dan Etika Bernegara" Watermark Ketik
Penyataan sikap Aliansi Advokat Yogyakarta dibacakan oleh advokat senior Aprillia Supaliyanto (7/2/2024) (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)

KETIK, YOGYAKARTA – Menyusul sikap kritis civitas akademika menyoroti situasi politik jelang Pemilu 2024 melalui petisi atau seruan keprihatinan, para advokat lintas organisasi dan angkatan yang mengatasnamakan diri Aliansi Advokat Yogyakarta, Rabu (7/2/2024)  juga mengeluarkan aspirasi.

Acara bertempat di halaman Kantor Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (UII) Jalan Cik Di Tiro Yogyakarta.

Mengawali aksinya, seratus lebih advokat yang sebagian besar mengenakan toga dengan khidmat menyanyikan lagu kebangsaan, Indonesia Raya dan Bagimu Negeri.

Dalam kesempatan ini, Ketua Aliansi Advokat Yogyakarta Aprillia Supaliyanto menyampaikan, menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2024 belakangan ini, politik nasional NKRI kian tanpa rasa malu terhadap dugaan praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.

"Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik kelompok atau golongan tertentu. Akibatnya Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran," seru advokat senior ini.

Selanjutnya Aprilia Supaliyanto membacakan pernyataan sikap Aliansi Advokat Yogyakarta yang bertajuk "Tegakkan Hukum, Demokrasi dan Etika Bernegara".

Pada intinya pernyataan itu mengingatkan Indonesia didirikan dan didesign sebagai Negara Hukum dan Negara Demokrasi. Sebagai Negara Hukum dan Negara Demokrasi, Indonesia menempatkan etika dan adab sebagai fondasi tata laksana penyelenggaraan Negara.

Konsekuensi sebagai rechstaat adalah bahwa semua kegiatan, aktivitas dan perilaku berbangsa dan bernegara di Republik ini harus mengacu dan memedomani kepada hukum, termasuk dan tidak terkecuali kepada konstitusi.

Semua warga bangsa tanpa terkecuali harus dan wajib tunduk dan patuh kepada hukum. Hukum sebagai pengendali kekuasaan, bukan hukum dikendalikan kekuasaan.

Foto Mengawali seruannya, seratus lebih advokat yang sebagian besar mengenakan toga dengan khidmat menyanyikan lagu kebangsaan, Indonesia Raya dan Bagimu Negeri. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)Seratus lebih advokat dengan khidmat menyanyikan lagu kebangsaan, Indonesia Raya dan Bagimu Negeri. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)

Sebagai Negara Presidensiil dimana Presiden memegang kekuasaan yang sangat besar dan tinggi di Republik ini, maka Presiden seharusnya menggunakan kekuasaan yang besar itu untuk kepentingan rakyat dan negara, bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya.

Sehingga dengan demikian Presiden seharusnya menjadi contoh dan teladan atas kepatuhan dan penghormatannya kepada hukum dan konstitusi. Bukan malah sebaliknya, menabrak dan menjungkirbalikkan tatanan hukum dan konstitusi demi untuk memaksakan ambisi-ambisi pribadi.

Ketika seorang Presiden dapat menempatkan dirinya sebagai pemegang amanah rakyat yang baik, dengan taat dan tunduk kepada aturan hukum, taat dan tunduk kepada konstitusi dan menjunjung tinggi etika dan adab, maka sesungguhnya Presiden telah secara paripurna memberikan keteladanan kepada rakyat atas nilai-nilai luhur dalam bermasyarakat dan benegara.

Jika sikap ketaatan tersebut dilakukan oleh Presiden maka sesungguhnya juga dapat mencegah, menjaga dan menghindarkan negara ini dari sebuah kekacauan dan kerusakan yang dapat menyengsarakan rakyat.

Tapi sebaliknya, jika seorang Presiden tidak taat kepada hukum, tidak taat kepada konstitusi, bahkan dengan sadar dan sengaja menabrak dan melanggarnya maka sesungguhnya Presiden patut diduga kuat justru telah menjadi “aktor” terjadinya rangkaian perilaku jahat di Republik ini yang dapat mendatangkan penderitaan rakyat dan menghancurkan masa depan bangsa.

"Lebih jauh kami sampaikan, bahwa ketika Presiden terus menerus dan membudayakan menabrak hukum dan berperilaku inkonstitusional maka Presiden sesungguhnya telah mendegradasi Indonesia sebagai Negara Hukum bergeser menjadi Negara 
Kekuasaan," sebutnya.

Sementara itu lanjut Aprillia Supaliyanto, sebagai Negara Demokrasi, Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan berbicara, berpendapat termasuk berserikat. Penghormatan dan penghargaan kepada nilai-nilai demokrasi akan melahirkan sebuah negara yang sehat. Menjunjung tinggi dan menghormati prinsip-prinsip berdemokrasi akan melahirkan negara yang bermartabat dan berwibawa.

Disampaikan pula, ini tentu sangat menyedihkan, demokrasi yang diperjuangkan berdarah-darah oleh mahasiswa dan rakyat pada tahun 1998 saat ini dengan brutal dan ugal-ugalan dikoyak habis oleh segelintir orang dan kelompok tertentu hanya demi untuk melanggengkan kekuasaan.

Presiden Joko Widodo yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik yang disebut sebagai pelaku perusakan demokrasi seharusnya segera sadar diri untuk lebih mementingkan dan mengedepakan kepentingan rakyat dan negara.

Realitas tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kemudian meloloskan anak kandung Presiden Joko Widodo menjadi sebuah fakta yang sulit untuk dibantah bahwa telah terjadi pemerkosaan terhadap hukum dan demokrasi.

Semakin tidak terbantahkan fakta tentang pemerkosaan demokrasi khususnya terkait dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dijadikan pintu masuk Gibran Rakabuming Raka anak kandung Presiden Joko Widodo dapat lolos sebagai Calon Wakil Presiden adalah lahirnya Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang amar putusannya menyatakan bahwa Ketua MK Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat.

Foto Aksi keprihatinan para Aliansi Advokat Yogyakarta tersebut juga menarik perhatian sejumlah awak media. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)Aksi keprihatinan para Aliansi Advokat Yogyakarta tersebut juga menarik perhatian sejumlah awak media. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)

Fakta lain yang semakin menegaskan perihal tersebut adalah ketika beberapa hari kemarin DKPP memutuskan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan anggotanya terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam proses penerimaan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.

Keadaan dan kondisi negara yang semakin gaduh semakin dipertegas dengan sikap dan perilaku Presiden Joko Widodo yang dengan lantang menyatakan bahwa dalam kontestasi Pilpres ini Presiden boleh memihak, Presiden boleh kampanye dengan dalih diperbolehkan oleh Undang-Undang.

Lagi-lagi omongan dan klaim Presiden tersebut “asbun” alias asal bunyi dan bersifat mengelabuhi rakyat untuk mendapatkan justifikasi atas langkah-langkah politik ambisiusnya, karena pada akhirnya kita semua menjadi tahu bahwa Presiden Joko Widodo dengan sengaja memelintir bunyi Undang-Undang Pemilu dengan cara memotong dan hanya membaca bunyi pasal-pasal yang dimaksud secara tidak utuh. 

Dalam seruannya, para advokat ini juga mengingatkan, Presiden itu harus memiliki jiwa menep, jiwo wicaksono. Apalagi lahir dan besar di bumi Jawa mestinya paham perihal jiwo kang menep.

Ditekankan pula mereka termasuk dan terutama para Guru Besar yang memang orang-orang pintar adalah anak anak bangsa yang sangat cinta terhadap Republik ini.

Sedangkan yang disampaikan dalam bentuk kritik dan koreksi hanya semata-mata bertujuan baik untuk bangsa ini. Dengan tujuan untuk mengingatkan mereka yang saat ini menjadi Penguasa agar eling lan waspodo, bahwa hidup dan apalagi menjadi penguasa itu hanya sangat sementara dan sebentar saja.

"Hari-hari terakhir ini, keadaan semakin menyedihkan ketika Presiden ditengarai memobilisasi elemen-elemen/penyelenggara Negara yang seharusnya bersikap Netral didalam kontestasi Pilpres ini, yang hal tersebut tidak seharusnya boleh dilakukan," keluhnya.

Para advokat ini kemudian menyinggung mengenai pendistribusian bansos yang dilakukan di hari-hari kampanye yang bahkan ada yang dilabeli dengan tulisan paslon tertentu dan yang dibagikan oleh pejabat-pejabat negara yang nyata-nyata sebagai pendukung/Tim Sukses paslon tertentu.

Kondisi ini semakin menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo bukan saja tidak etis dan menyimpang dari keberadaban dalam bernegara, akan tetapi Presiden Joko Widodo juga sangat patut diduga kuat telah melakukan abuse of power, melanggar hukum, konstitusi dan merusak demokrasi. (*)

Tombol Google News

Tags:

Aliansi Advokat Yogyakarta pernyataan sikap Badan Wakaf UII Jelang Pemilu 2024 presiden Jokowi