KETIK, ACEH BARAT DAYA – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) meminta eksekutif dan legislatif di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) untuk mengevaluasi keberadaan PT Ensem Abadi. Alasannya, perusahaan tersebut telah menimbulkan berbagai problem di daerah lain.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Tim Advokasi Publik YARA Abdya, jika bercermin dari daerah yang pernah dijejaki PT Ensem Abadi, perusahaan tersebut telah sebabkan sejumlah permasalahan, baik dengan masyarakat maupun dampak lingkungan.
"Pemkab Abdya dan DPRK Abdya perlu mengevaluasi keberadaan PT Ensem di Abdya, permasalahan yang terjadi di tempat lain jangan sampai terjadi di Abdya," tutur Febby dalam keterangan diterima Ketik, Senin, 23 Juni 2025.
Misalnya saja di Kabupaten Aceh Singkil, PT Ensem Lestari (Group PT Ensem Abadi) dilaporkan oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) ke Polda Aceh karena dugaan pelanggaran hukum, sosial dan lingkungan.
"Selain itu juga ada dugaan permasalahan lain yang meliputi pelanggaran ketenagakerjaan, perizinan perkebunan, dan pengelolaan lingkungan yang diduga mencemari," sebutnya.
Febby menambahkan, PT Ensem Lestari juga diduga tidak menerapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh yang berlaku sejak 1 Januari 2025, dan upah lembur masih stagnan sejak 2016. Dari permasalahan itu, DPRK Singkil telah merekomendasi agar perusahaan tersebut ditutup.
Saat ini, jelas Febby, selain DPRK Singkil merekomendasi agar perusahaan ditutup, sebelumnya Pemkab Singkil juga telah memberikan sanksi administratif paksaan terhadap PT Ensem Lestari karena melanggar aturan.
"Perusahaan Ensem di Singkil ini dilaporkan tidak memiliki kebun inti dan tidak memenuhi kewajiban kemitraan sesuai peraturan. Selain itu, mereka juga diduga mencemari lingkungan dengan pengelolaan limbah yang tidak sesuai standar, termasuk kolam limbah yang tidak dicor," sebutnya.
Kemudian yang terjadi di Kabupaten Nagan Raya terkait PT Ensem Lestari, sejumlah isu yang muncul seperti dugaan pembelian TBS kelapa sawit di bawah harga yang ditetapkan pemerintah daerah, serta masalah ketenagakerjaan yang melibatkan dugaan intimidasi dan diskriminasi terhadap pekerja.
"Hal ini jelas menyebabkan kerugian bagi petani sawit di Nagan Raya," katanya.
Padahal, tutur Febby, pembelian TBS di bawah harga juga dianggap melanggar Keputusan Gubernur Aceh tentang pembentukan Tim Penetapan Harga TBS, yang mengharuskan perusahaan mematuhi harga yang ditetapkan untuk melindungi petani, dan tindakan Ensem ini telah mendapat teguran dari Pemkab Nagan Raya.
"Di sana (Nagan Raya), didapatkan informasi bahwa TBS dibeli dengan harga murah, masalah ketenagakerjaan juga diduga serat intimidasi dan diskriminasi terhadap pekerja. Perusahaan ini sudah mendapat teguran dari pemerintah setempat," ujarnya.
Lain halnya yang terjadi di Kabupaten Aceh Timur, PT Ensem Sawita pernah tersandung perkara dugaan pencemaran lingkungan. Selain itu, warga Desa Aramiyah, Aceh Timur, pernah melakukan blokade jalan menuju pabrik perusahaan sebagai bentuk protes terhadap perusahaan yang dinilai tidak memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungan.
"Ini tentang dugaan pencemaran lingkungan. Kemudian juga pernah terjadi ketidak harmonisan komunikasi dengan lingkungan sekitar sampai terjadi pemblokiran jalan oleh masyarakat menuju pabrik," kata Febby.
Di Abdya sendiri, pernah ada laporan dugaan pemalsuan tanda tangan pada dokumen dukungan lahan pemasok TBS untuk PMKS PT Ensem. Sehingga, sejumlah kelompok tani asal Kecamatan Kuala Batee melaporkan PT Ensem Abdya ke Polres Abdya.
"Hingga saat ini tidak ada dukungan pasokan TBS untuk PMKS PT Ensem Abadi dari perusahaan perkebunan maupun dari masyarakat Abdya, sehingga dikhawatirkan keberadaannya hanya akan menganggu iklim investasi dan rawan timbul gejolak sosial dan lingkungan seperti di beberapa daerah lain," sebut dia.
Setelah berkaca dari sejumlah perkara yang dialami perusahaan sawit group Ensem, maka oleh karena itu YARA Abdya meminta agar eksekutif dan legislatif di Abdya untuk mengevaluasi PT Ensem Abadi di Abdya. (*)