KETIK, PASAMAN BARAT – Usai perayaan Idulfitri 2025, aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) kembali merebak di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Ironisnya, kegiatan ini dilakukan secara terbuka, sehingga menimbulkan kecurigaan adanya pembiaran dari aparat keamanan, termasuk unsur TNI dan Polri.
Sejumlah alat berat kembali beroperasi di beberapa titik rawan tambang ilegal. Antara lain kawasan Sungai Batang Batahan di Kecamatan Ranah Batahan, Sungai Aur, wilayah Air Haji, serta di Rimbo Janduang yang berada di Kecamatan Pasaman.
“Alat berat mulai berdatangan usai Lebaran, dan sekarang makin terbuka. Seperti tak ada yang melarang,” kata seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya, Selasa 8 April 2025.
Kondisi ini menuai keprihatinan publik. Aktivitas PETI diyakini menimbulkan kerusakan ekologis yang serius. Mulai pencemaran sungai, rusaknya habitat alam, hingga meningkatnya risiko bencana seperti longsor dan banjir.
Tak hanya itu, aktivitas tersebut juga diduga dilakukan dengan menggunakan ratusan liter BBM solar bersubsidi setiap hari.
Ketua LSM Topan Pasaman Barat Arwin Lubis mendorong aparat penegak hukum bertindak tegas. “Kalau ini terus dibiarkan, rakyat yang akan jadi korban. Ini bukan cuma pelanggaran hukum, tapi ancaman nyata terhadap kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Pihak kepolisian sebelumnya menyebut telah membentuk tim khusus dan meningkatkan patroli di wilayah rawan.
Namun, efektivitasnya masih diragukan. Para pelaku tambang sering kali berhasil melarikan diri sebelum petugas tiba, menyisakan ekskavator dan lubang galian yang terbengkalai.
Pada Februari lalu, Kepolisian Daerah Sumbar menggelar operasi besar di Kecamatan Sungai Beremas.
Hasilnya, 8 orang diamankan dan 2 ekskavator disita.
Meskipun sempat menjadi titik terang, aktivitas serupa kini kembali terlihat dengan skala lebih besar.
Lebih mengkhawatirkan, warga mencurigai ada pembiaran dari oknum aparat. Keberadaan alat berat yang masuk ke lokasi seharusnya tak sulit terpantau. “Kalau benar diawasi, tak mungkin ekskavator bisa keluar-masuk seenaknya,” tegas Ilham, warga setempat.
Situasi ini menyoroti lemahnya pengawasan dan belum maksimalnya sinergi antar pemangku kepentingan.
Pemerintah daerah, aparat hukum, serta TNI-Polri diharapkan segera bertindak. Keutuhan lingkungan dan keselamatan masyarakat terlalu penting untuk dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak.(*)