KETIK, BLITAR – Puluhan warga Desa Tumpakkepuh, Kecamatan Bakung, Kabupaten Blitar, secara resmi melaporkan kepala desanya, Miswanto ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar pada Senin 21 April 2025.
Laporan ini dilayangkan atas dugaan penyalahgunaan dana desa dan dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Tahun Anggaran 2020 yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
Dalam laporan tersebut, warga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan dana desa. Salah satu yang paling disorot adalah proyek pembangunan jalan lingkungan sepanjang 380 meter yang seharusnya dibiayai dari dana BKK sebesar Rp100 juta.
Namun, hingga lebih dari empat tahun berlalu, jalan tersebut masih berupa tanah makadam dan tak menunjukkan tanda-tanda pernah dibangun.
“Dana itu sudah dicairkan sejak 30 September 2020, tapi sampai sekarang tidak ada pembangunan jalan. Yang ada hanya jalan tanah, tidak berubah sedikit pun,” ujar Mahathir Mohamad Septiawan, salah satu perwakilan warga, saat memberikan keterangan kepada awak media.
Menurut Mahathir, sepanjang triwulan terakhir tahun 2020, tak ada aktivitas pembangunan di desa yang sesuai dengan rencana. Bahkan, pihak pemerintah desa disebut-sebut telah meminjam dana sebesar Rp100 juta dari BUMDes untuk mengembalikan dana BKK yang sudah tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Selain kasus dana BKK, Mahathir juga mengungkap dugaan penyimpangan terhadap Dana Desa tahun 2020 senilai Rp138.515.850. Ia menegaskan bahwa saat proyek sarana dan prasarana desa dilaksanakan, dana tersebut justru belum tersedia.
“Pemerintah desa tetap memaksakan kegiatan berjalan padahal dananya belum ada. Untuk menutupinya, mereka pinjam uang lagi dari BUMDes sebesar Rp75 juta. Hingga kini, pinjaman itu belum dikembalikan,” ungkap Mahathir.
Tak berhenti di situ, Mahathir juga mengungkap adanya upaya peminjaman dana dari Bank Jatim Blitar menggunakan nama salah satu perangkat desa. Bahkan, 14 perangkat desa disebut diminta menyetor dana Rp500.000 per orang untuk menutup kekurangan anggaran.
“Sudah jelas ini bukan hanya soal pinjaman, tapi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap sistem keuangan desa. Tidak ada transparansi, dan ini bertentangan dengan prinsip pengelolaan keuangan yang diatur dalam APBDes, SPJ, dan LPJ,” tambah Mahathir.
Warga mendesak agar Kejaksaan segera bertindak. Mereka meminta seluruh dokumen anggaran dan pertanggungjawaban segera diamankan untuk keperluan audit dan pemeriksaan mendalam. Tak hanya Kepala Desa, warga juga menuntut agar bendahara desa dan pengurus BUMDes turut diperiksa.
“Kami tidak ingin masalah ini tenggelam begitu saja. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal keadilan dan masa depan desa kami. Jangan sampai pembangunan tertunda dan hak warga dirampas oleh ulah oknum,” tandas Mahathir.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar, Dian Kurniawan, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan resmi dari warga Desa Tumpakkepuh. Ia menyatakan bahwa Kejaksaan akan menelaah setiap bukti dan dokumen yang diserahkan.
“Kami akan pelajari laporan serta dokumen-dokumen yang masuk. Apabila memang ditemukan indikasi pelanggaran hukum, maka akan kami tindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Dian.
Kasus ini menjadi sorotan di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana desa. Warga berharap, langkah mereka menjadi pemantik agar praktik serupa tak terulang, baik di Tumpakkepuh maupun desa-desa lain di Blitar.(*)