KETIK, MADIUN – Keputusan Polres Madiun Kota mengabulkan penangguhan penahanan terhadap 6 tersangka kasus dugaan pengeroyokan terhadap mantan dosen Universitas Muhammadiyah Madiun (Ummad), Dwi Rizaldi Hatmoko menuai reaksi keras.
Mantan Dekan Ummad dan alumni melayangkan surat keberatan atas kebijakan tersebut dan mengancam akan menggerakkan aksi unjuk rasa jika keenam tersangka tidak segera dikembalikan ke ruang tahanan.
Surat yang ditujukan kepada Kasatreskrim Polres Madiun Kota itu ditandatangani oleh Dr. Mahfudz Daironi, M.Si., M.KPd., dan Ilham M, tertanggal 18 Juni 2025.
Mereka menyampaikan protes keras atas dikeluarkannya enam tersangka dari ruang tahanan pada Senin, 16 Juni 2025 pukul 01.30 WIB, yang menurut mereka tanpa dasar kuat dan mencederai rasa keadilan.
"Apapun alasan atau dasar yang digunakan untuk penangguhan penahanan ini, keputusan tersebut tidak dapat diterima. Jika tersangka lain tetap ditahan, mengapa tersangka kasus pengeroyokan justru dibebaskan? Ini bentuk ketidakadilan," tulis keduanya dalam surat tersebut.
Mereka juga memperingatkan bahwa keputusan tersebut dapat memicu reaksi keras dari mahasiswa yang selama ini mendukung proses hukum terhadap para tersangka.
"Apabila permohonan ini tidak segera ditindaklanjuti, kami akan melaporkan ke Propam Polda Jatim, pengawas penyidik Polda Jatim, Mabes Polri, serta menggelar aksi unjuk rasa terbuka bersama mahasiswa dan menghadirkan seluruh awak media," tegas mereka.
Sementara itu pihak kepolisian Polres Madiun Kota mengatakan bahwa penangguhan sudah sesuai prosedur.
Menanggapi keberatan tersebut, Kepala Seksi Humas Polres Madiun Kota, Iptu Ubaidillah, membenarkan bahwa enam tersangka memang telah dikeluarkan dari ruang tahanan sejak Senin dini hari. Namun, ia menegaskan bahwa penangguhan penahanan dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Benar, enam orang tersangka sudah ditangguhkan penahanannya sejak Senin, 16 Juni 2025. Permohonan disertai lampiran dari pihak kampus yang menyatakan mereka dibutuhkan saat ujian, serta alasan sebagai tulang punggung keluarga," kata Ubaidillah, pada Jumat, 20 Juni 2025.
Ia menjelaskan bahwa penangguhan penahanan merupakan hak tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP, yang memungkinkan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk memberikan penangguhan dengan atau tanpa jaminan, disertai syarat tertentu seperti wajib lapor.
“Mereka tetap berstatus sebagai tersangka dan wajib memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan penyidik. Proses penyidikan tetap berjalan,” tegasnya.
Enam tersangka yang dimaksud adalah Muhammad Halim Kusuma, Slamet Asmono, Muhammad Rifa'at Adiakarti, Santosa Pradana P.S.N., Yan Aditya Pradana, dan Muhammad Hasal Al Bana. Mereka ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara pada 4 Juni 2025, dan dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Kasus ini mencuat setelah Dwi Rizaldi Hatmoko, mantan dosen Ummad, melaporkan dugaan pengeroyokan yang dialaminya di lingkungan kampus. Kasus ini menarik perhatian publik dan memicu solidaritas mahasiswa yang mendukung penuntasan proses hukum terhadap pelaku. (*)