Akademisi UB Beberkan Penyebab Gelombang Panas

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Mustopa

28 Mei 2024 06:51 28 Mei 2024 06:51

Thumbnail Akademisi UB Beberkan Penyebab Gelombang Panas Watermark Ketik
Guru Besar Geofisika Universitas Brawijaya (UB), Prof Adi Susilo. (Foto: Humas UB)

KETIK, MALANG – Indonesia kini mulai mengalami fenomena heatwave atau gelombang panas yang berlangsung hingga bulan Oktober 2024. Guru Besar Geofisika Universitas Brawijaya (UB), Prof Adi Susilo menjelaskan penyebab dari fenomena tersebut. 

Menurutnya, minimnya pertumbuhan awan menyebabkan sinar matahari dapat mengenai permukaan kulit manusia secara langsung. 

"Dampak panas yang terjadi di indonesia dari segi pandang kehidupan praktis adalah dari panasnya yang sangat menyengat. Kondisi ini sangat tidak sehat untuk kesehatan kita ataupun untuk beraktifitas di luar," ujar Prof Adi, Selasa (28/5/2024). 

Salah satu faktor gelombang panas ialah iklim El Nino yang akan mengalami anomali suhu hingga 2 derajat di atas normal. 

Namun kondisi ini tak lantas menyebabkan hujan tidak turun sama sekali. Tetap terdapat potensi hujan, namun tidak dengan intensitas yang tinggi. 

"Bukan berarti di musim panas ini, anomali iklim El Nino ini tidak ada hujan, tetap ada potensi terjadi hujan. Namun bukan hujan yang bisa menyebabkan banjir atau sebagainya," lanjutnya. 

Tak hanya itu, pemanasan global juga memberikan pengaruh pada suhu yang terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Gerak semu matahari di akhir April dan awal Mei berada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara, bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan. Imbasnya penyinaran matahari menjadi terik dan menimbulkan panas. 

Prof Adi berpesan agar tidak terkena efek dari heatwave, masyarakat diimbau menggunakan baju berlengan panjang saat keluar rumah. Begitu pula warna-warna baju harus terap diperhatikan. 

"Hindari memakai baju berwarna gelap atau hitam. Baju dengan warna tersebut bisa menyerap panas dan terperangkap di dalam. Bisa membuat keringat keluar lebih mudah dan dehidrasi," tuturnya. 

Perlu diketahui bahwa cuaca panas juga melanda negara di ASEAN dengan peningkatan suhu secara drastis di perkotaan. Misalnya di Kota Manila, Filipina yang menyentuh 38,8 derajat celcius pada akhir bulan April 2024 lalu. 

Begitu pula di Bangladesh yang mencapai 43 derajat celcius pada 22 April 2024 hingga pemerintah menutup sekolah dasar di sana.

Dampak serius juga melanda Thailand, yang menyebabkan 61 orang tewas akibat heatstroke. Diketahui suhu panas di sana menyentuh angka 52 derajat celcius. 

Beruntungnya dampak tersebut belum terasa secara signifikan di Indonesia. BMKG  menjelaskan cuaca panas di Indonesia akibat peralihan musim dari penghujan ke kemarau.(*)

Tombol Google News

Tags:

Prof Adi Susilo Guru Besar UB Universitas Brawijaya Gelombang Panas