KETIK, SITUBONDO – Kritik pengadaan 6 mobil dinas oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo mendapat respon tajam dari pengamat politik asal Jakarta, Nurul Fatta. Nurul Fatta menilai kritik yang dilontarkan oleh Supriyono tidak berangkat dari nalar akademik, melainkan manuver politik yang sarat kepentingan, Jumat 11 April 2025.
Sebelumnya, Supriyono menyebut pengadaan enam unit mobil dinas Toyota Fortuner sebagai langkah yang tidak memiliki “sense of crisis”. Menurutnya, kondisi tersebut sangat ironis di tengah efisiensi anggaran yang dilakukan di banyak daerah.
Menanggapi hal tersebut, Nurul Fatta mengatakan bahwa pernyataan Supriyono sebagai bentuk serangan politis yang dibungkus dengan moralitas semu. Dia menilai kritik tersebut justru menunjukkan gejala klasik efek Dunning-Kruger, yakni ketika seseorang merasa paling memahami persoalan publik, padahal gagal membaca konteks kebijakan yang lebih luas.
“Pernyataan Supriyono tidak mencerminkan nalar akademik, tapi lebih menyerupai manuver politik dari seorang intelektual yang kehilangan orbit,” beber Fatta kepada wartawan.
Tak hanya itu yang disampaikan Fatta, namun dia menambahkan bahwa kritik Supriyono juga dinilai sebagai bentuk kehilangan orbitnya ketimbang keresahan moral sebagaimana yang dijelaskan di sejumlah media.
“Ini bukan soal kritik, tapi ini pengalihan. Supriyono mengangkat isu mobil dinas bukan karena keresahan moral, namun karena kehilangan akses terhadap kekuasaan yang dulu pernah dia belanya,” ujar Fatta.
Sebelumnya, kata Fatta, Bupati Situbondo Yusuf Rio Wahyu Prayogo telah menjelaskan bahwa pengadaan enam unit mobil dinas Toyota Fortuner merupakan warisan anggaran dari pemerintahan sebelumnya, yakni Karna Suswandi yang kini ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tindak pidana korupsi.
Bahkan, sambung Fatta, Karna Suswandi sempat menganggarkan mobil mewah Toyota Alphard untuk kendaraan dinas bupati, yang kemudian dibatalkan oleh Rio Prayogo. “Dana pembelian mobil dinas Toyota Alphard tersebut oleh Mas Rio dialihkan untuk pembangunan rumah korban banjir,” ujarnya.
Pernyataan Bupati Rio tersebut, imbuh Fatta, turut diperkuat oleh Kepala Bagian Umum Pemkab Situbondo, Ratna Koba, yang menyebut bahwa kondisi kendaraan Forkopimda memang sudah tidak layak pakai dan membutuhkan pergantian sebagai bagian dari penataan kelembagaan.
Menurut Fatta, Supriyono pernah membela Karna Suswandi secara terbuka saat tersandung kasus korupsi, dan kini justru menjadi pihak yang paling vokal mengkritik pemerintahan yang sedang berjalan.
“Tak hanya soal mobil dinas, Supriyono juga menyoroti dugaan pencatutan nama 40 wartawan oleh seseorang berinisial HR yang disebut meminta THR ke OPD. Dalam pernyataannya, Supriyono menilai ada dugaan pidana dan menyebut sejumlah pasal KUHP,” jelas Fatta.
Lebih lanjut, Fatta menganggap manuver Supriyono tidak mendorong penyelesaian institusional lewat organisasi pers, tapi justru Supriyono tampil sebagai satu-satunya suara yang menggiring opini secara sepihak, sebelum semua fakta benar-benar terverifikasi secara hukum. "Ini bukan kritik akademik, ini hanya soal mencari sesuatu yang hilang dengan dibalut kata-kata ilmiah,” ujarnya.
Bagi Fatta, keberanian Bupati Rio menyampaikan klarifikasi langsung kepada wartawan harus diapresiasi sebagai bentuk akuntabilitas publik. “Gaya kepemimpinan seperti inilah yang seharusnya mendapat ruang, bukan malah digiring ke pusaran tuduhan politis yang kabur. Kalau ini soal rakyat, maka mari bicara dengan data dan nurani. Tapi kalau ini soal siapa yang ngopi dengan siapa, maka rakyat tidak butuh drama politik murahan yang digaungkan Supriyono,” tegas Fatta.
Fatta menegaskan bahwa pernyataannya bukan untuk membela pribadi Bupati Rio Wahyu Prayogo, melainkan sebagai bentuk koreksi atas opini publik yang digiring tanpa logika yang jernih. “Ini soal etika berpikir dan integritas kritik. Kalau kritik dibuat hanya untuk menjatuhkan tanpa fondasi kebenaran, maka saya wajib bersuara,” tegasnya.
Tugas intelektual, kata Fatta, bukan mencari panggung, tapi menjaga publik tetap selaras, dan jika kritik hanya jadi alat balas dendam, maka publik patut curiga siapa yang sebenarnya sedang memainkan panggungnya.
Sementara itu, Supriyono ketika dikonfirmasi media ini melalui pesan WhastApp-nya mengatakan, pengadaan 6 mobil dinas tidak relevan dan tidak ada manuver apa pun yang disampaikan ke media tersebut, namun semua kritik dilakukan demi Situbondo Naik Kelas.
“Tidak ada kaitannya kritik dengan pengadaan 6 mobil dinas. Indikasinya apa manuver politiknya, silahkan buktikan. Pengadaan 6 mobil dinas itu tidak layak meskipun tadak dilarang. Makanya kami menyampaikan himbauan moral,” tegas Supriyono. (*)