Belum Qadha Puasa karena Haid? Ketahui Hukum, Batas Waktu, dan Konsekuensinya!

16 Maret 2025 10:36 16 Mar 2025 10:36

Thumbnail Belum Qadha Puasa karena Haid? Ketahui Hukum, Batas Waktu, dan Konsekuensinya! Watermark Ketik
Ilustrasi qadha haid (Foto: Rihad Humala/ ketik.co.id

KETIK, SURABAYA – Dalam Islam, perempuan yang meninggalkan puasa karena haid atau nifas wajib menggantinya setelah Ramadhan berakhir.

Namun, sebagian dari mereka kerap menunda qadha puasa hingga akhirnya lalai dan tidak sempat membayarnya.

 Dr. Imroatul Azizah, M.Ag, menerangkan waktu terbaik untuk menunaikan qadha puasa adalah sesegera mungkin setelah Ramadhan berakhir.

Sebab, menunda-nunda qadha puasa tanpa alasan yang jelas adalah hal yang tidak dianjurkan.

Sementara itu, bagi perempuan hamil atau menyusui yang tidak berpuasa demi anaknya, wajib mengqadha serta membayar fidyah (denda).

Lulusan Doktoral Dirasah Islamiyah Konsentrasi Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) ini menyampaikan, secara syariat tidak ada batasan waktu yang pasti untuk mengqadha puasa Ramadhan.

Namun, ini bisa dihukumi haram apabila seseorang sengaja menunda qadha puasa hingga Ramadhan berikutnya.

“Kita tidak tahu takdir kita bagaimana, jadi sebaiknya secepatnya jangan sampai datang Ramadhan tahun berikutnya,” tegas Sekretaris Prodi Program Doktor Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UINSA ini.

Lebih lanjut, Imroatul Azizah atau Iim mengutip dari Kitab Safinatun Naja karya Syekh M Nawawi Banten.

Dalam kitab tersebut menyatakan, jika seseorang belum mengqadha puasanya hingga Ramadhan berikutnya, maka ia wajib membayar fidyah, di samping ia tetap menjalankan qadha puasanya.

Fidyah ini berupa makanan pokok sebanyak satu mud (sekitar 543–815 gram, tergantung mazhab) untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.

Lalu bagaimana dengan perempuan yang lupa jumlah hutang puasanya?

Imroatul menerangkan idealnya, jumlah hari puasa yang ditinggalkan dicatat agar tidak terjadi kebingungan.

“Kenapa mesti ragu? Seharusnya dicatat hutang puasanya. Jika terpaksa lupa atau ragu, maka pilih yakin dengan jumlah utang terbanyak,” tutur Iim.

Akan tetapi, jika seseorang lupa jumlah hari yang ditinggalkannya, para ulama menyarankan mengambil angka yang diyakini atau lebih besar sebagai bentuk kehati-hatian.

“Misalnya, jika ragu apakah utang puasanya enam atau tujuh hari, maka sebaiknya menggantinya selama tujuh hari,” terang Iim.

Bagi perempuan yang menunda qadha puasanya hingga bertahun-tahun, hukum dan kewajibannya tergantung pada penyebabnya.

Apabila karena sakit bertahun-tahun yang tidak memungkinkan untuk berpuasa, cukup membayar fidyah tanpa perlu qadha.

Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Sunan Giri Bojonegoro ini mengatakan, jika tidak berpuasa karena hamil dan menyusui terus-menerus, tetap wajib mengqadha sesempatnya serta membayar fidyah.

Namun, apabila seseorang menunda karena lalai atau sengaja, ia harus mengqadha dan membayar fidyah untuk setiap tahun yang terlewat.

Iim mengutip dari hadis dari Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi yang menjelaskan bahwa seseorang yang menunda qadha puasa hingga Ramadhan berikutnya, maka wajib mengqadha utang puasa, dan membayar fidyah per hari yang ditinggalkan.

Ia menekankan, fidyah bukan pengganti qadha puasa bagi orang yang masih mampu berpuasa.

Sebab fidyah hanya diperuntukkan bagi orang yang benar-benar tidak mampu lagi menjalankan puasa. Seperti orang tua renta atau penderita sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.

Terakhir, Anggota Komisi Fatwa MUI Bojonegoro ini menyampaikan, bagi perempuan yang memiliki banyak utang puasa tetapi masih mampu, kewajiban utamanya tetap mengqadha.

Sementara untuk fidyah, hanya menjadi tambahan bagi mereka yang tidak berpuasa karena alasan syar’i.(*)

Tombol Google News

Tags:

Ramadhan Utang Puasa puasa Qadha Puasa haid