Ini Hukum Puasa bagi Perempuan yang Haid Menjelang Berbuka, Batal atau Sah?

6 Maret 2025 05:05 6 Mar 2025 05:05

Thumbnail Ini Hukum Puasa bagi Perempuan yang Haid Menjelang Berbuka, Batal atau Sah? Watermark Ketik
Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Nur Lailatul Musyafa’ah. (Foto:Aliyah Mabrur/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Darah haid yang keluar menjelang buka puasa kerap dialami perempuan dan menjadi keluhan tersendiri.

Ketika darah tersebut keluar, tak jarang muncul perasaan bimbang apakah puasanya tetap sah atau harus dibatalkan.

Dalam keadaan ini, sebagian perempuan secara sengaja tetap melanjutkan puasanya. Padahal, dalam syariat, perempuan haid dilarang berpuasa.

Menjawab permasalahan ini, Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Nur Lailatul Musyafa’ah menjelaskan, jika ada perempuan mendapati haidnya menjelang buka puasa, maka ia wajib membatalkannya.

Ini dapat dilakukan dengan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum.

Sementara itu, bagi perempuan yang mendapati haid di sore hari, baiknya harus segera mengecek apakah darah benar-benar keluar atau tidak.

Apabila setelah berbuka puasa ditemukan bercak darah, bisa dipastikan haid datang sebelum berbuka. Maka, puasanya dianggap batal dan wajib diganti.

“Jika sudah muncul bercak darah setelah berbuka puasa, berarti darah tersebut sudah keluar sebelum Maghrib. Dan sebaiknya dianggap sudah haid dan batal puasanya dari sebelum berbuka puasa,” ujar Nur, Selasa, 4 Maret 2025.

Berbeda apabila darah baru keluar setelah berbuka puasa, maka puasa dianggap sah. Seseorang tidak perlu mengganti puasa (qadha) di luar bulan Ramadhan.

Ketua Rumah Publikasi UINSA ini mengungkapkan, dalam kasus tersebut kaidah al-yakinu la yuzalu bi-sh-shak (keraguan tidak menghapus keyakinan) tidak berlaku.

Ini karena adanya bukti bahwa bercak darah benar-benar keluar sebelum Maghrib. Namun, jika tidak ada tanda-tanda dan darah haid keluar setelah waktu berbuka, maka puasanya tetap sah.

Lantas, bagaimana dengan kasus haid terputus-putus yang sering dialami perempuan?

Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Fakultas Syariah UINSA ini menambahkan, jika perempuan merasa suci sebelum mencapai batas maksimal haid, maka puasanya tetap sah.

Namun, jika darah kembali keluar dan dianggap sebagai haid, maka puasa harus dibatalkan dan diganti di lain bulan Ramadhan.

Misalnya, haid datang dari hari ke-1 hingga ke-7, kemudian suci pada hari ke-8 sampai ke-10.

Tapi ternyata darah haid keluar lagi pada hari ke-11, maka puasa pada hari ke-8 hingga ke-10 tetap sah selama tidak ada darah yang keluar, karena dianggap suci.

Berbeda lagi apabila seorang perempuan memiliki siklus haid sampai hari ke-11. Dia menganggap bahwa itu adalah darah istihadhah. Maka puasa bisa dilanjutkan.

Namun, apabila itu dianggap sebagai darah haid, puasa harus dibatalkan dan diganti lain waktu, meskipun sebelum mencapai 15 hari.

Jadi, bisa dipahami puasa tetap sah meski haidnya terputus. Asalkan darah tidak keluar pada hari yang dianggap suci.

Nur pun menambahkan, beda halnya dengan darah yang keluar karena sakit. Maka perempuan diperbolehkan membatalkan puasanya.

”Jika darah tersebut disebabkan oleh kondisi medis yang memerlukan pengobatan atau konsumsi obat-obatan, perempuan diperbolehkan untuk membatalkan puasa. Dalam hal ini, puasa yang batal harus diganti di lain bulan Ramadhan,” pungkas Nur. (*)

Tombol Google News

Tags:

Ramadhan haid istihadhah hukum islam haid menjelang buka puasa Ngabuburit