KETIK, PASAMAN BARAT – Generasi Z (Gen Z) adalah mereka yang lahir sekitar tahun 1997 hingga 2012. Gen Z dikenal sebagai generasi digital native pertama, tumbuh di era media sosial dan teknologi yang sangat maju.
Sedangkan Generasi Milenial (Gen Y), lahir antara tahun 1981 hingga 1996, sering dianggap adaptif terhadap teknologi, tetapi juga mendambakan keseimbangan kerja dan hidup.
Sementara itu, Generasi Baby Boomer (Boomer) adalah mereka yang lahir antara tahun 1946 hingga 1964, dikenal dengan etos kerja keras dan pengalaman hidup yang ditempa oleh perubahan besar di dunia.
Generasi Z, kelompok yang lahir di era digital, sering disebut sebagai generasi paling cerdas, kreatif, dan kritis. Namun, mereka juga menghadapi tantangan besar dalam dunia kerja, seperti yang diungkapkan oleh akun Youtube 'Raymond Chin', seorang praktisi bisnis, tentang pengalaman bekerja dengan Gen Z.
Ada tiga poin utama sikap negatif Gen Z yang menjadi sorotan: kecenderungan baperan, sikap naif, dan obsesi terhadap hasil instan.
Baperan di Dunia Profesional
Generasi Z sering dikritik karena terlalu membawa perasaan dalam lingkungan kerja. Di dunia profesional, keterampilan untuk menerima kritik dan menjaga profesionalitas sangat penting. Generasi sebelumnya, seperti milenial dan boomer, terbiasa dengan tekanan tanpa banyak mengeluh.
Namun, fokus Gen Z pada kesehatan mental sering kali menimbulkan kesalahpahaman antara mereka dan atasan, terutama jika alasan seperti mood atau urusan pribadi memengaruhi kinerja kerja.
Memang benar, ada atasan yang bersikap tidak adil atau bahkan abusif, tetapi respon yang berlebihan tanpa dialog yang konstruktif hanya akan memperburuk situasi. Gen Z perlu belajar bahwa menerima kritik bukan berarti mengabaikan kesejahteraan mental, melainkan menemukan cara untuk tetap profesional sambil menjaga kesehatan diri.
Naif Terhadap Realitas
Generasi ini tumbuh dengan kemudahan akses informasi dari media sosial, tetapi hal ini juga membuat mereka rentan terhadap persepsi yang salah. Banyak yang percaya bahwa apa yang mereka lihat di media sosial adalah gambaran realistis, seperti pekerjaan impian dengan fasilitas mewah atau kehidupan yang tampak sempurna. Padahal, apa yang ditampilkan sering kali hanya sisi terbaik dari realitas yang jauh lebih kompleks.
Kenaifan ini membuat banyak Gen Z menetapkan ekspektasi yang tidak realistis, baik terhadap karier maupun hidup mereka. Mereka perlu mengembangkan pemikiran kritis untuk memahami bahwa kesuksesan membutuhkan proses, kerja keras, dan pengorbanan-bukan sekadar ilusi hasil instan yang dipromosikan di internet.
Obsesi pada Hasil Instan
Teknologi telah membawa banyak kemudahan, tetapi juga menciptakan budaya serba cepat. Sayangnya, banyak Gen Z yang mengharapkan semua hal, termasuk kesuksesan, dapat diraih dengan cepat. Mereka lupa bahwa inovasi besar, yang mengubah dunia, tidak pernah terjadi dalam semalam.
Generasi ini perlu memahami bahwa ketekunan dan kemampuan untuk menghadapi tantangan adalah fondasi kesuksesan. Mereka harus belajar bahwa kegagalan dan perjalanan panjang adalah bagian dari proses menuju pencapaian.
Potensi Besar Gen Z
Meskipun ada banyak kritik, Gen Z tetap memiliki potensi besar. Mereka adalah generasi yang siap mendobrak batasan dengan ide-ide segar dan inovasi. Namun, potensi ini hanya dapat diwujudkan jika mereka bersedia belajar dari kesalahan, menerima masukan, dan membangun karakter yang tangguh.
Sebagai bagian dari generasi yang akan memimpin dunia dalam 10 hingga 20 tahun ke depan, Gen Z harus melihat kritik ini sebagai peluang untuk berkembang, bukan sekadar serangan terhadap diri mereka. Dunia kerja membutuhkan mereka, tetapi mereka juga harus siap menghadapi dunia kerja dengan mentalitas yang lebih matang dan profesional.(*)