KETIK, SURABAYA – Selama ini, banyak masyarakat Indonesia yang percaya bahwa bumi Nusantara telah dijajah selama hampir 350 tahun atau 3,5 abad. Pandangan ini bahkan ditanamkan sejak masa sekolah dasar selama puluhan tahun. Namun, kemudian klaim ini dibantah oleh Gertrudes Johan Resink atau GJ Resink. Siapakah dia ?
Narasi bahwa Indonesia dijajah selama 3,5 abad ini bahkan dicetuskan oleh presiden pertama Indonesia, Sukarno. Pria yang gemar dipanggil Bung Karno ini bahkan beberapa kali menyebut Indonesia dijajah selama 3,5 abad. Ini antara lain terlihat dalam sejumlah pidatonya yang kemudian dibukukan menjadi buku “Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 2”.
Sejarawan dan budayawan terkemuka dari UGM, Kuntowijoyo bahkan menyebut, narasi ‘Indonesia dijajah selama 350 tahun’ sebagai ‘mitos sejarah pra-rasional’.
“Pembongkaran terhadap mitos Indonesia dijajah 350 tahun, sudah dilakukan oleh G.J. Resink. Bagi sejarawan modern yang punya komitmen, sejarah yang rasional dapat menjadi mitos baru,” tulis Kuntowijoyo dalam artikel jurnal berjudul ‘Sejarah Sastra’ dalam jurnal ‘Humanior’ UGM volume 16 No 1, Februari 2004.
Gerardus Johannes (G.J.) Resink lahir sebagai campuran Belanda-Indonesia. Ia lahir tahun 1911 di ujung senja pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Sebagai seorang keturunan Belanda yang lahir dan tumbuh besar di Yogyakarta, Resink berhasil mengenyam pendidikan yang baik sehingga kemudian menjadi seorang ahli hukum, sejarawan, dan penyair.
Resink kemudian memilih menjadi warga negara Indonesia pada tahun 1950 dan berkarir sebagai akademisi di Universitas Indonesia.
Ia menelusuri berbagai naskah akademis di bidang sejarah hukum, sembari aktif menulis berbagai karya tentang sejarah hukum dan hubungan internasional di kawasan Nusantara.
Resink banyak meneliti sejarah kolonialisme dan diplomasi di Indonesia. Ia tidak hanya melihat sejarah dari sudut pandang kolonial Belanda, tetapi juga dari perspektif kerajaan-kerajaan lokal di Nusantara. Dalam kajiannya, ia menemukan bahwa hubungan antara Belanda dan wilayah-wilayah di Indonesia lebih kompleks daripada sekadar narasi penjajahan.
Dalam penelitian dan karyanya, Resink berargumen bahwa anggapan Indonesia dijajah selama 350 tahun adalah penyederhanaan yang tidak akurat. Berikut adalah beberapa poin penting yang mendukung klaimnya:
- Dominasi Belanda Tidak Merata
Belanda tidak menguasai seluruh Nusantara secara bersamaan sejak 1602. Pada abad ke-17 dan ke-18, VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) hanya memiliki beberapa pos dagang dan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan lokal. Penguasaan penuh atas wilayah-wilayah seperti Jawa, Sumatra, dan Kalimantan baru terjadi pada abad ke-19 dan ke-20. - Eksistensi Kerajaan-Kerajaan Lokal
Hingga abad ke-20, masih ada banyak kerajaan yang tetap berdaulat atau memiliki tingkat otonomi yang signifikan, seperti Kesultanan Aceh, Kerajaan Gowa, dan Kesultanan Yogyakarta. Belanda sering kali hanya memiliki kontrol terbatas atas wilayah-wilayah ini melalui perjanjian politik dan militer. - VOC Bukan Pemerintahan Kolonial
Sebelum tahun 1800, Nusantara tidak dijajah oleh pemerintah Belanda, melainkan oleh VOC, sebuah perusahaan dagang yang memiliki hak istimewa untuk berdagang, berperang, dan membuat perjanjian. Baru setelah kebangkrutan VOC pada tahun 1799, wilayah-wilayah yang dikuasainya diambil alih oleh pemerintah Belanda. - Perlawanan Terus-Menerus
Sejarah Indonesia dipenuhi dengan perlawanan terhadap Belanda, mulai dari Perang Diponegoro (1825–1830), Perang Aceh (1873–1904), hingga berbagai pemberontakan di abad ke-20. Fakta bahwa banyak wilayah terus berjuang membuktikan bahwa dominasi Belanda tidak mutlak dan terus-menerus selama 350 tahun.
Pandangan G.J. Resink menantang narasi bahwa Indonesia pasif dijajah selama 3,5 abad. Sebaliknya, sejarah Indonesia lebih dinamis dengan berbagai perlawanan, diplomasi, dan otonomi yang tetap bertahan di banyak wilayah hingga menjelang kemerdekaan. Hal ini mengubah cara pandang terhadap kolonialisme dan bagaimana bangsa Indonesia melihat sejarah perjuangannya.
Dengan mengungkap realitas yang lebih kompleks ini, Resink membantu memberikan pemahaman yang lebih akurat tentang sejarah Indonesia, menunjukkan bahwa perjuangan dan kedaulatan tidak pernah sepenuhnya padam selama era kolonial.
Meskipun mitos penjajahan selama 3,5 abad telah tertanam dalam narasi sejarah Indonesia, kajian G.J. Resink membuktikan bahwa kenyataannya jauh lebih kompleks. Penguasaan Belanda atas Nusantara berlangsung secara bertahap, tidak merata, dan selalu disertai dengan perlawanan serta negosiasi dari berbagai kerajaan lokal.
Seperti yang digaungkan Kuntowijoyo, penulisan ulang sejarah modern dengan rasional untuk mematahkan mitos sejarah, perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk membongkar mitos sejarah yang selama ini sudah terlanjur kokoh di masyarakat. (*)