Iduladha Ramah Lingkungan: Kurban Tanpa Plastik, Ibadah Tanpa Sampah

4 Juni 2025 16:22 4 Jun 2025 16:22

Thumbnail Iduladha Ramah Lingkungan: Kurban Tanpa Plastik, Ibadah Tanpa Sampah
Oleh: Wilda Fizriyani*

Iduladha dikenal sebagai perayaan keagungan, simbol pengorbanan, dan manifestasi kepedulian sosial yang mendalam bagi umat Islam. Namun, ironisnya, di tengah kegembiraan berbagi daging kurban, masyarakat seringkali abai terhadap "sisa-sisa" perayaan yang justru bisa merusak lingkungan, seperti tumpukan sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik.

Fenomena sampah plastik seharusnya menjadi perhatian penting bagi seluruh komponen masyarakat dan pemerintah. Mereka harus mencari cara bagaimana menyelaraskan aspek ibadah yang tulus dengan tanggung jawab ekologis. Dengan demikian, perayaan Iduladha benar-benar membawa berkah bagi semua, termasuk bumi.

Alasan utama mengapa publik perlu memperhatikan aspek ekologis saat berkurban adalah adanya ancaman serius dari dampak yang ditimbulkan. Penggunaan plastik kresek untuk membungkus daging hewan kurban tentu bukanlah temuan baru bagi masyarakat. Publik sudah melihat seberapa banyak sampah plastik yang muncul setelah proses berkurban.

Direktorat Pengurangan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI pada 2023 pernah mengungkapkan potensi timbulan sampah plastik saat perayaan Idul Adha. Saat itu, pemerintah mengestimasikan timbulan sampah kantong plastik setelah kurban sekitar 119.033.720 lembar. Estimasi ini merujuk pada perkiraan jumlah konsumsi hewan kurban yang mencapai 1.743.051 ekor.

Jumlah potensi sampah plastik yang diungkap oleh pemerintah pada 2023 sudah termasuk besar, bukan? Bayangkan jumlah sampah sebanyak itu hanya terjadi pada beberapa hari saja di Indonesia. Lalu bagaimana sebenarnya kondisi sampah plastik di Indonesia secara keseluruhan?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024, timbunan sampah nasional mencapai 64 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 12 persen atau 7,68 juta ton di antaranya termasuk sampah plastik. Fenomena ini membuat Indonesia masuk sebagai 10 negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia bersama India dan Cina, berdasarkan penelitian Joshua W. Cottom, Ed Cook dan Costas A. Velis yang dipublikasikan di Jurnal Nature. 

Bahaya sampah plastik

Informasi mengenai bahaya sampah plastik sebenarnya sudah sering disampaikan banyak pihak selama bertahun-tahun. Namun informasi ini seakan hanya dapat diterima oleh beberapa orang saja. Meskipun demikian, bukan suatu hal yang salah apabila kita terus mengingatkan masyarakat mengenai bahaya sampah ini.

Satu dampak yang pasti timbul dari sampah plastik adalah kerusakan lingkungan. Pembuangan sampah secara sembarangan dapat menyumbat badan air dan sistem drainase perkotaan sehingga berkontribusi pada banjir di kota-kota besar di Indonesia. Sampah plastik juga mampu mengganggu ekosistem, seperti hewan mengonsumsi sampah plastik atau mikroplastik di perairan sehingga bisa berakibat fatal bagi spesies laut dan sungai.

Mikroplastik yang timbul dari sampah plastik berpotensi masuk ke tanah pertanian melalui air irigasi yang terkontaminasi serta lumpur limbah. Hal ini menjadi ancaman serius bagi keamanan pangan dan kesehatan tanah.

Pembakaran sampah plastik secara luas dan terbuka dapat menyumbang polusi udara. Proses ini biasanya akan melepaskan bahan kimia berbahaya seperti dioksin, furan, dan PCBs (Polychlorinated Biphenyls). Bahan kimia beracun ini dinilai mampu menimbulkan penyakit pernapasan, kanker, dan gangguan reproduksi. 

Dari sisi ekonomi, pemerintah harus mengeluarkan biaya ekstra untuk pengolahan sampah terutama plastik. Belum lagi lahan tempat pembuangan akhir (TPA) yang semakin terbatas sehingga dapat menimbulkan efek kesehatan juga di lingkungan sekitar. Selain itu, sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik membuat daya minat wisata kian menurun. 

Mulai menggunakan wadah alternatif untuk membungkus daging kurban

Dengan melihat data timbulan sampah dan bahaya yang ditimbulkan, ini sudah seharusnya menjadi pendorong bagi seluruh komponen untuk berubah. Masyarakat, baik itu panitia kurban maupun masyarakat penerima bantuan, perlu mengganti kebiasaannya dengan tidak lagi menggunakan plastik kresek tetapi beralih ke wadah alternatif. Beberapa wadah alternatif di antaranya bisa menggunakan besek, daun (daun pisang, daun jati, dan lain-lain), tas purun, wadah makanan guna ulang, encek, bonsang, boks kertas, dan sebagainya.

Selain mengurangi sampah, penggunaan wadah alternatif, seperti membawa wadah sendiri dari rumah sebenarnya juga dapat mengurangi pengeluaran biaya membeli plastik kresek. Anggapan ini muncul berdasarkan pengalaman penulis setiap kali berbelanja ke pedagang di pasar. Para pedagang selalu merasa senang apabila pembeli menyediakan wadah sendiri untuk membungkus makanan atau barang.

Pemerintah sendiri melalui Kementerian LHK RI sebenarnya sudah mengeluarkan pedoman pelaksanaan Iduladha tanpa sampah plastik melalui SE.6/MENLHK/PSLB3/PLB.3/6/2023. Aturan ini berisi apa saja yang dapat dilakukan pemerintah daerah agar pelaksanaan kurban dapat berjalan baik tanpa menimbulkan sampah plastik. 

Beberapa daerah ada yang dengan cepat menanggapi aturan pemerintah seperti Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Pada tahun ini, Pemkot Bekasi telah mengeluarkan surat edaran bernomor 600.4/2362/DLH.PSPLB3 yang mewajibkan penggunaan wadah ramah lingkungan untuk perayaan kurban. Surat edaran ini juga mendorong Forkopimda agar aturan ini benar-benar terlaksana dengan baik.

Meskipun sudah ada imbauan dari pemerintah, penggunaan wadah ramah lingkungan saat berkurban sepertinya belum terlaksana secara massif. Di wilayah Kabupaten Malang misalnya, masih ada beberapa panitia yang lebih memilih menggunakan plastik kresek karena dianggap lebih praktis. Tidak hanya Malang, wilayah Kota Tangerang Selatan juga masih membiasakan penggunaan plastik kresek untuk membungkus daging kurban. 

Penulis menilai pemerintah sudah seharusnya membuat aturan yang lebih mengikat. Jika memang peduli dengan lingkungan, buatlah semacam sanksi ringan untuk pemerintah daerah atau siapapun yang tidak menerapkan pelaksanaan Iduladha tanpa kantong plastik. Penulis rasa ini bisa menjadi cara tegas dan meyakinkan bahwa pemerintah memang benar-benar serius menanggapi masalah lingkungan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa praktik kurban ramah lingkungan bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan mendesak. Ancaman sampah plastik terhadap lingkungan dan kesehatan kita sudah terlampau nyata. Oleh karena itu, seruan untuk beralih ke wadah alternatif dan menerapkan kebijakan yang lebih mengikat harus segera diwujudkan secara masif. 

Hanya dengan langkah kolektif dari seluruh elemen masyarakat dan dukungan regulasi yang kuat, kita bisa mewujudkan Iduladha yang membawa kebaikan menyeluruh. Bukan hanya bagi jiwa dan sesama, tetapi juga menjaga keindahan dan kelangsungan bumi ini untuk generasi mendatang.

*) Wilda Fizriyani merupakan anggota Puan Menulis

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Wilda Fizriyani Kurban