Ada beberapa tingkatan kebaikan yang bisa kita lakukan kepada orangtua. Pertama Makruf, kedua Ihsan, dan ketiga Albirru.
Makruf
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentangnya, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya dengan baik (Makruf)”. ( QS. Luqman: 15)
Seorang anak tetap wajib (harus) berbuat baik kepada orang tua, bagaimanapun keadaan orang tua, tetaplah seorang anak harus memperlakukan orangtua dengan cara yang makruf.
Makruf adalah kebaikan yang bersifat parsial (lokalitas). Kebaikan yang di suatu tempat dianggap baik, di tempat lain bisa dianggap kurang baik atau tidak baik. Kebaikan di tempat lain bisa dianggap wajar, di tempat lain bisa dianggap tidak wajar.
Contoh, di suatu tempat pegang (cium) kepala orang lain dianggap sebuah penghormatan, tapi di tempat lain dianggap sebagai hal yang kurang sopan.
Perlakukan orang tua dengan kebaikan sesuai dengan konteksnya. Ketika orangtua melakukan keburukan, kita tidak boleh mengikuti keburukan tersebut, tetapi kita tetap harus berbuat baik kepada orang tua.
Walaupun kita ingin menasehati, maka lakukan dengan makruf, lakukan dengan baik sesuai dengan konteksnya.
Ihsan
Wabil walidaini ihsana (dan hendaklah kamu berbuat baik kepada orangtua). (QS. Al-Isra: 23)
Ihsan adalah kebaikan diatas rata-rata. Melakukan kebaikan kepada orang tua harusnya dilakukan dengan kebaikan diatas rata-rata, yang tidak sama dengan orang lain. Sesuatu yang lebih baik daripada biasanya.
Jika kita mampu mentraktir teman dengan makanan yang baik, maka traktirlah orangtua dengan makanan yang lebih baik. Jika kita mampu berbicara kepada oranglain dengan cara yang santun, maka lebih santunlah saat berbicara kepada orangtua.
Albirru
Wa barram biwâlidaihi wa lam yakun jabbâran ‘ashiyyâ. (Dia) orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan dia bukan orang yang sombong lagi durhaka). (QS. Maryam:14)
Albirru adalah kebaikan dengan memuliakan (puncak kebaikan). Ketika berperilaku baik kepada orang tua, maka lakukan dengan kebaikan yang paling tinggi/paling mulia. Tunjukkan rasa hormat, kasih sayang, dan rasa terima kasih kepada orang tua yang memuliakan.
Jika orang tua sudah lebih sepuh (lanjut usia), maka jangan sampai kita mengatakan atau mengeluarkan suara yang lebih tinggi daripada suara orang tua, apalagi membentak.
Katakanlah dengan perkataan yang mulia kepada orang tua, dengan perkataan yang memuliakan orangtua. Berbaktilah kepada orang tua dengan bakti yang mulia.
Sebagai penutup mari kita renungkan ayat berikut:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu." (QS. Luqman:14)
Tulisan di atas adalah inspirasi/rangkuman yang penulis dapatkan dari kajian selepas sholat subuh di Masjid Istiqlal Jakarta pada 23 April 2025. Dalam benak langsung bertanya, bagaimana jika anak memiliki trauma atau luka batin kepada orangtua, sehingga menghambat bakti anak kepada orangtua?
Dari berbagai kasus, banyak anak yang ingin berbakti kepada orang tua, tetapi kenyataannya, tidak bisa dilakukan oleh anak karena luka mendalam yang telah dialami oleh anak karena orangtua.
Banyak orang tua menciptakan luka mendalam pada anak, meski orang tua tidak pernah merasa melakukannya.
Ketika orang tua menuntut anak selalu patuh, tanpa memberi ruang anak untuk berbicara, sering membentak anak, mengabaikan anak, tidak pernah mendengar keluhan anak, selalu menyalahkan anak, itu semua juga bisa menjadi sumber luka mendalam bagi anak yang akan terbawa sampai anak sudah dewasa.
Meskipun demikian, sebagai anak tentu tidak boleh bersikap kasar dan durhaka kepada orang tua, bagaimanapun masa lalu anak, anak tetap harus berupaya menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Bagaimana anak bisa lepas dari luka mendalam keapda orang tua dan kemudian belajar untuk berbakti kepada orang tua?
Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan oleh anak agar bisa lepas dari belenggu luka mendalam kepada orang tua. Yang pertama, sebagai anak, penting untuk memahami bahwa setiap luka batin (trauma) perlu diatasi dengan niat, keinginan dan usaha untuk berbakti dan memaafkan kedua orang tua.
Ingatlah bahwa Tuhan memerintahkan anak untuk berbuat baik kepada orang tua, terlepas dari apapun pengalaman lalu. Luka yang tersimpan dalam diri seperti api yang tergenggam di tangan, sebelum itu menyakiti orang lain, kitalah yang akan terus tersakiti dengan luka ini.
Keluar dari luka batin adalah untuk diri kita sendiri, untuk kesehatan mental dan kesehatan fisik diri sendiri. Sulit (jika tidak mau dikatakan tidak ada) menemukan orang bisa berbahagia dengan luka batin yang tersimpan dalam diri.
Kedua, meski masih menyimpan luka batin (trauma) tetaplah berusaha untuk membangun komunikasi yang baik, sopan, dan hormat kepada orang tua.
Lakukan dalam batas kemampuan dan lakukan dengan makruf (sesuai konteks). Jika merasa sulit, bisa mulai dengan berdiam dan menahan diri untuk tidak membalas kemarahan atau perlakuan yang menyakiti diri kita.
Ketiga, perbanyak doa dan ibadah untuk memohon kekuatan, kesabaran, dan perlindungan dari perasaan negatif dan dari luka batin yang menyakitkan ini. Ingatlah bahwa Tuhan adalah tempat mengadu dan pengampun segala dosa dan penyembuh segala luka.
Keempat, Trauma yang mendalam membutuhkan penanganan dari tenaga profesional seperti psikolog, psikiater atau konselor. Jangan ragu untuk segera mencari bantuan kepada profesional agar proses penyembuhan emosional (luka batin) bisa ditangani dengan baik.
Tidak ada kebahagiaan yang bisa diraih dengan luka batin yang tersimpan dalam diri, apalagi jika luka itu kepada orang yang harusnya kita sayangi (orang tua).
*) Masul Hadi merupakan Profesional Hipnoterapis Surabaya
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)