Kasus Pencurian oleh Anak Dominasi Kasus ABH di Bangli

Jurnalis: I Putu Manuaba
Editor: Mustopa

15 Januari 2024 17:30 15 Jan 2024 17:30

Thumbnail Kasus Pencurian oleh Anak Dominasi Kasus ABH di Bangli Watermark Ketik
Pendiri Yayasan ABSA I Wayan Juni Artayasa saat memberikan sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap anak dan penyaluran bantuan sembako di Kabupaten Bangli.

KETIK, BANGLI – Jumlah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Kabupaten Bangli terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2022 jumlahnya berada di angka 22 ABH, sementara di tahun 2023 angkanya bertambah menjadi 25 ABH.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bangli I Nyoman Suardika menyatakan, jenis kasus yang paling banyak dialami anak-anak adalah kasus pencurian. Sisanya adalah kejahatan seksual dan penyalahgunaan narkotika.

Hal ini terjadi karena berbagai faktor. Seperti lunturnya budaya ketimuran yang berupaya saling membantu dan mengawasi anak-anak di masyarakat, minimnya edukasi penggunaan gawai, hingga kondisi sosial-ekonomi keluarga anak.

"Karena uang sakunya kurang, ada anak-anak yang mencuri,” ucap I Nyoman Suardika.

Dalam menangani kasus-kasus tersebut, Nyoman telah menyiapkan beberapa cara. Mulai dari hulu hingga hilir, termasuk dari pencegahan hingga penanganan.

Dalam upaya pencegahan, pihaknya telah menyiapkan berbagai kegiatan sosialisasi secara elektronik maupun langsung ke masyarakat lewat aparat desa dan fasilitator daerah atau Fasda.

Tujuannya, supaya tidak ada lagi kekerasan terhadap anak. Tujuan lainnya adalah menekan angka ABH di Kabupaten Bangli agar semakin menurun. Bahkan jika memungkinkan tidak ada lagi ABH, terutama anak yang berkonflik dengan hukum atau yang diduga menjadi pelaku suatu tindak pidana.

Foto Kepala UPTD PPA Kabupaten Bangli I Nyoman SuardikaKepala UPTD PPA Kabupaten Bangli I Nyoman Suardika

Sementara dalam penanganan ABH, Nyoman mengaku bahwa penaganannya sudah dilakukan secara profesional oleh staf dan tenaga profesional di UPTD PPA Kabupaten Bangli.

"Mulai dari pekerja sosial, konselor, psikolog klinis, dan analis hukum semua lengkap sesuai Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak,” terangnya.  

Sayangnya, program penanganan ABH lewat UPTD PPA Kabupaten Bangli saat ini masih bertumpu pada pemerintah pusat atau APBN. Salah satunya yang bersumber pada program DAK.

Oleh sebab itu, tahun ini pihaknya berupaya menggandeng pemangku kepentingan lainnya dalam penanganan ABH untuk memperkuat sistem yang ada. Salah satunya dengan Yayasan ABSA yang bergerak di bidang perlindungan anak di Bali.

Pendiri Yayasan ABSA I Wayan Juni Artayasa menyampaikan bahwa pihaknya berupaya membantu UPTD PPA Kabupaten Bangli di tengah keterbatasan daerah dalam memenuhi hak-hak ABH.

Misalnya dengan memberikan bantuan kebutuhan hidup dasar dan pendidikan tambahan untuk anak-anak. Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah daerah harus responsif terhadap kebutuhan ABH karena masalah yang dialami mereka terlalu kompleks.

”Mereka masa depan Bangli, jadi ya harus diperhatikan mereka-mereka itu,” ucap Jun sapaan akrab I Wayan Juni Artayasa.(*)

Tombol Google News

Tags:

abh bangli