Mencicipi Makanan Saat Puasa, Pakar Fikih UINSA: Makruh Kalau Tidak Ada Hajat

10 Maret 2025 10:45 10 Mar 2025 10:45

Thumbnail Mencicipi Makanan Saat Puasa, Pakar Fikih UINSA: Makruh Kalau Tidak Ada Hajat Watermark Ketik
Ilustrasi Mencicipi Makanan Saat Puasa. (Foto: Rihad Humala/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Mencicipi makanan saat memasak menjadi hal yang lumrah untuk mengetahui rasa makanan sudah enak atau belum. Namun, jika dilakukan saat sedang berpuasa maka harus berhati-hati dan yakin tidak tertelan.

Sebab, terkadang seseorang tidak sadar bisa saja masuk ke dalam kerongkongan.

Sebenarnya, mencicipi makanan tidak menjadi sebab batalnya puasa apabila tidak sampai tertelan dan hanya berada dalam rongga mulut.

Lantas, bagaimanakah ketentuan hukum mencicipi makanan saat berpuasa?

Dosen Fikih Kontemporer, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) Muhammad Azmi, Lc, M. Ag menyatakan, terdapat dua hukum terkait hal tersebut, yakni mubah dan makruh.

Ia menjelaskan, hukum kebolehan mencicipi makanan saat berpuasa dengan syarat tidak tercampur dengan air liur yang bisa menyebabkan masuk ke dalam tenggorokan.

“Makanya ibu-ibu itu biasanya ketika dia mencicipi makanan kemudian dia membuang kembali beserta air liurnya. Hal itu masih ditoleransi selagi tidak masuk ke dalam rongga tenggorokan,” ungkap Azmi, Kamis, 5 Maret 2025.

Ia juga menambahkan, pendapat Imam Ghazali yang memaknai segala sesuatu yang masih dalam rongga mulut.

Pendapat ini selaras dengan hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas. Dalam hadis tersebut, mencicipi makanan saat berpuasa hukumnya diperbolehkan dengan syarat tidak boleh masuk di kerongkongan.

Keterangan hadis riwayat Ibnu Abbas tersebut tercantum dalam kitab Syarah Shahih Bukhari.

“Tidak masalah apabila seseorang mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk pada kerongkongan, dan ia dalam keadaan berpuasa (Umdatul Qari Syarhu Shahihil Bukhari),”

Lebih lanjut, ia menjelaskan hukum asal mencicipi makanan adalah makruh jika tidak dapat mengendalikan sehingga berpotensi membatalkan.

“Sebenarnya hukum mencicipi itu makruh. Wilayahnya bukan mubah tapi makruh mendekati ke haram,” ujarnya.

Hal ini dapat dipahami seseorang yang tidak dapat mengendalikan lebih baik tidak melakukannya.

Jika sampai makanan ataupun rasanya tercampur dengan air liur lalu masuk ke dalam rongga tenggorokan maka bisa membatalkan puasa.

Apabila seseorang mencicipi makanan dan bisa menetralisir agar tidak masuk rongga tenggorokan, hukumnya adalah makruh sesuai hukum asal.

Hukum kemakruhan mencicipi makanan saat berpuasa juga berlaku jika seseorang tidak memiliki hajat atau kebutuhan tertentu.

Sebagaimana telah diterangkan oleh Syaikh Sulaiman Asy-Syafi’i Al-Makki dalam kitab Riyadhil Badi’ah.

“Dimakruhkan (bagi yang berpuasa) mencicipi makanan atau selainnya, karena hal tersebut bisa berpotensi membatalkan puasa. Dan (hukum makruh) ini apabila tidak ada kebutuhan (hajat). Sedangkan juru masak, baik laki-laki maupun perempuan maka tidak makruh baginya.” (Riyadhil Badi’ah)

Selanjutnya, pengisi tausyiah Radio El Victor itu menjelaskan perihal berkumur setelah mencicipi makanan.

“Berkumur untuk mensterilkan kembali rongga mulut dan air liur maka diperbolehkan bila diperlukan. Namun, jika dirasa aman dengan meludahkan makanan beserta air liur maka berkumur tidak diperlukan,” pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Puasa Ramadhan Uinsa puasa mencicipi makanan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Ramadhan