KETIK, JEPARA – Jepara bukan hanya dikenal sebagai kota ukir, tetapi juga sebagai tempat lahirnya pahlawan emansipasi wanita, Raden Ajeng Kartini. Salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi di kota ini adalah Museum RA Kartini, yang terletak di sebelah utara Alun-Alun 1 Jepara.
Museum ini menyimpan hampir 800 koleksi bersejarah yang terbagi dalam empat ruangan, menghadirkan kisah tentang perjuangan dan budaya yang melekat erat dengan RA Kartini dan tanah kelahirannya.
RA Kartini lahir di Jepara pada 21 April 1879. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kartini untuk menghormati perannya dalam memperjuangkan hak pendidikan dan status sosial bagi perempuan di Indonesia. Sebagai penghormatan atas jasanya, pemerintah menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964.
Museum RA Kartini sendiri didirikan pada 30 Maret 1975 di masa pemerintahan Bupati Soewarno Djojomardowo, SH, dan diresmikan pada 21 April 1977 oleh Bupati KDH Tingkat II Jepara, Soedikto, SH. Museum ini menjadi saksi bisu bagaimana pemikiran Kartini terus menginspirasi generasi ke generasi.
Pertama kali masuk ke Museum Kartini, pengunjung akan diarahkan untuk membayar tiket masuk Rp. 8.000 per orang dewasa dan Rp. 5000 untuk anak-anak. Harga yang cukup terjangkau, mengingat disini pengunjung akan ditemani oleh pemandu yang akan menceritakan segala detail koleksi museum dan sejarah perjuangan RA Kartini.
Monumen RA Kartini di depan pintu masuk Museum Kartini Jepara, Jawa Tengah. (Foto: Malik Naharul/ketik.co.id)
Menelusuri ruang demi ruang di Museum Kartini, begitu memasuki museum, pengunjung akan disambut dengan atmosfer Jepara tempo dulu. Setiap sudut ruangan seakan bercerita tentang kehidupan Kartini, sosok perempuan yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan dalam pendidikan dan sosial.
Peninggalan Pribadi RA Kartini di ruangan ini menampilkan koleksi benda-benda yang pernah digunakan Kartini semasa hidupnya, seperti lukisan dirinya, kursi tamu, mesin jahit, meja belajar, alat batik, kain renda, surat-surat pribadi, mainan dakon, hingga peralatan makan seperti mangkuk dan piring. Foto-foto Kartini juga terpajang rapi, seolah membawa kita lebih dekat dengan sosoknya.
"Koleksi unggulan di Museum Kartini ini tentunya berupa benda-benda dan peralatan sehari-hari yang digunakan RA Kartini semasa hidupnya, seperti halnya surat-surat RA Kartini yang dikumpulkan oleh Mr John Abendanon. Di salah satu suratnya yang ditulis dengan bahasa Belanda RA Kartini menceritakan banyak hal tentang ketidakadilan kaum perempuan di masa itu seperti perempuan tidak boleh bersekolah dan berpendidikan tinggi," jelas Faiz Tri Pujiono, salah seorang Pemandu di Museum Kartini saat ditemui Tim ketik.co.id pada Kamis, 13/02/2025.
Faiz menceritakan, untuk menyiasati hal itu RA Kartini tidak patah arang. Semangat Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan diawali dengan membuat sebuah perkumpulan untuk mengajarkan kaum perempuan di waktu itu untuk mengenal pendidikan mulai baca tulis hingga ketrampilan-ketrampilan mulai dari membatik, menjahit, merenda hingga keahlian-keahlian lainnya.
Gerbang Museum RA Kartini di Jepara, Jawa Tengah. (Foto: Malik Naharul/ketik.co.id)
"Adat waktu itu kan memang perempuan sama sekali tidak diperbolehkan bersekolah. Disini RA Kartini justru melihat peluang bahwa meskipun nanti perempuan tidak boleh bersekolah, setidaknya melalui pendidikan ketrampilan diharapkan perempuan tetap bisa berkarya dan membantu ekonomi keluarga, salah satunya diajarkanlah keterampilan menjahit, membatik, merenda dan juga keahlian yang lain yang dulu dimiliki sama RA Kartini. Dan ternyata keahlian-keahlian tersebut itu dipraktekkan oleh murid-muridnya RA Kartini setelah mereka itu menikah. Namun tidak meninggalkan kodrat seorang perempuan untuk melayani suami, merawat anak dan memasak," tambahnya.
Hal itu lantas membuat sahabat-sahabat RA Kartini dari Belanda semakin bersimpati bahwa di dalam adat Jawa yang masih memegang teguh primordialisme masih ada perempuan Jawa yang sangat mempedulikan hak-hak kaum wanita. Seiring berkembangnya zaman perjuangan RA Kartini tidak sia-sia, Meskipun Kartini meninggal di usia muda (25 tahun), perjuangannya menjadi inspirasi gerakan pendidikan bagi perempuan di Indonesia.
Selain koleksi tentang perjuangan RA Kartini, di museum ini pengunjung juga akan dibawa koleksi benda-benda purbakala dari masa Hindu-Buddha. Di sini terdapat arca, ornamen dari Masjid Mantingan, batu Lingga Yoni, jambangan, keramik China, guci, serta pancuran kuno atau jaladwara. Beberapa di antaranya ditemukan di Candi Bubrah dan Desa Bandengan di Jepara.
"Salah satu koleksi yang menarik ada fosil ikan raksasa bernama Ikan Joko Tuo, sejenis paus yang ditemukan di perairan Kepulauan Karimunjawa. Ada juga koleksi arca, prasasti dan relief cagar budaya peninggalan Hindu Budha serta uang kepeng kuno, yang menjadi bukti bahwa Jepara merupakan daerah penting yang pernah memiliki hubungan perdagangan dengan negara lain di masa lampau," tukas Faiz.
Ruangan ketiga diberi nama Daroesalam, yang menyimpan benda-benda peninggalan R.M.P. Sosrokartono, kakak kandung Kartini yang dikenal sebagai seorang intelektual dan spiritualis. Di ruangan ini, terdapat kursi meditasi, meja dengan alat-alat pembakar dupa, serta benda-benda lain yang menggambarkan perjalanan hidupnya sebagai seorang pemikir yang mendukung perjuangan Kartini.
Di ruangan terakhir pengunjung akan disuguhkan berbagai galeri pameran, yang menampilkan beragam kerajinan khas Jepara. Di sini, pengunjung bisa melihat kain Troso, yang merupakan kain tenun khas Jepara, serta ukiran kayu Jepara yang terkenal dengan motif Macan Kurung Jepara.
Museum RA Kartini bukan sekadar tempat wisata sejarah, tetapi juga sebuah monumen penghormatan bagi perjuangan Kartini. Dengan koleksi yang kaya dan upaya modernisasi yang terus berjalan, museum ini menjadi destinasi wajib bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam tentang sosok Kartini dan warisan budaya Jepara. (*)