KETIK, JOMBANG – Buruknya kualitas sejumlah proyek pembangunan yang bersumber dari dana pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Jombang, Jawa Timur tahun anggaran 2025, menuai kritikan pedas dari aktivis.
Selain mutu bangunan yang dinilai tidak layak, pelaksanaan proyek pokir juga disinyalir ditempatkan di luar daerah pemilihan (dapil) anggota dewan yang mengusulkannya.
Kondisi ini memunculkan dugaan kuat adanya pungutan berupa fee proyek yang dikutip oleh oknum wakil rakyat dari pihak penerima dana pokir.
Ketua LSM Generasi Nasional Hebat (GeNaH), Hendro Suprasetyo, mengungkapkan bahwa hasil investigasi dan pengumpulan data timnya menemukan banyak kejanggalan serta dugaan pemotongan anggaran dalam program pokir DPRD Jombang.
"Ada beberapa dana pokir milik anggota dewan yang disalahgunakan. Mulai dari penempatan di luar dapil hingga pemotongan anggaran dengan besaran bervariasi," ungkap Hendro, Rabu, 14 Mei 2025.
Menurutnya, potongan dana pokir tersebut berkisar antara 15 hingga 30 persen dan dilakukan oleh oknum anggota DPRD dari dua partai politik.
"Potongannya macam-macam, ada yang 15 persen, 20 persen, sampai 30 persen. Oknum-oknum ini berasal dari partai berwarna kuning dan biru. Kita sudah mengetahui modusnya," tegasnya.
Saat ditanya mengenai lokasi proyek yang diduga terjadi praktik pemotongan, Hendro menyebut sejumlah titik yang telah disurvei langsung.
"Di antaranya ada di Desa Godong, Kecamatan Gudo, dan Desa Kepuhkajang, Kecamatan Perak, itu semua berada di luar dapil pengusul. Selain itu, ada juga di Desa Ngumpul, Kecamatan Jogoroto," sebutnya.
"Contohnya pembangunan jalan lingkungan di Desa Kepuhkajang dengan anggaran Rp200 juta, serta pembangunan tembok penahan tanah (TPT) di Desa Diwek, juga dengan nilai anggaran Rp200 juta," tambah Hendro.
Ia menegaskan bahwa pihaknya siap melaporkan dugaan penyimpangan tersebut ke aparat penegak hukum (APH), dan tidak menutup kemungkinan jumlah terlapor akan bertambah.
"Saat ini, baru dua partai yang akan kami laporkan. Setelah pendalaman data selesai, kami akan serahkan bukti-bukti tambahan untuk menjerat oknum-oknum lainnya," tandasnya.
Sementara itu, mantan anggota DPRD Jombang, EI, membenarkan bahwa praktik pemotongan anggaran pokir memang sudah berlangsung sejak lama.
"Biasanya, anggota dewan tidak terlibat langsung. Mereka memakai orang kepercayaan untuk mencari penerima pokir. Setelah itu, proyek ditawarkan dengan syarat ada potongan yang nantinya diserahkan ke anggota dewan," bebernya.
Setelah tercapai kesepakatan, lanjut EI, orang kepercayaan tersebut akan memotong dana dan menyerahkannya ke anggota dewan.
"Potongan itu umumnya digunakan untuk keperluan pribadi anggota, bukan untuk partai politik," ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, salah satu anggota DPRD Jombang yang coba dikonfirmasi belum memberikan tanggapan.
Sementara itu, Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK), Aan Anshori menilai dugaan pemotongan pokir itu bukanlah hal baru, karena praktik busuk itu telah terjadi sejak lama.
"Kondisi ini bahkan menjadi hal wajar bagi para pelaku pemotong anggaran pokir yang besarannya beragam," tuturnya, Rabu, 7 Mei 2025.
Dikatakannya, praktik ini tetap berlangsung dan terjadi, karena para pelaku pemotongan anggaran itu, memiliki mental yang miskin.
"Adanya dugaan pemotongan anggaran pokir hingga berdampak pada kualitas pekerjaan, adalah seseorang yang memiliki mentalitas miskin. Artinya oknum anggota dewan yang melakukan itu (pemotongan) masih bermental miskin," jelas Aan.
Ia pun berpesan, jika memang belum mampu memberikan harta pribadinya kepada rakyat, setidaknya janganlah mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain.
"Kepada warga Jombang, jangan takut menyuarakan ke publik seandainya menerima dana pokir yang telah disunat secara illegal," tuturnya memungkasi.
Sementara itu anggota DPRD Kabupaten Jombang fraksi PKB, Subaidi Muhktar menegaskan jika pokir tidak boleh ada kutipan sepeser pun.
"Enggak boleh ada kutipan atau fee. Soalnya saya enggak pernah melakukan itu," tuturnya.
Ditegaskan Subaidi, jika ada anggota DPRD dari fraksi PKB melakukan pungutan fee pokir. Maka ia meminta untuk dilaporkan.
"Kalau ada anggota DPRD Jombang dari PKB yang melakukan hal itu (pungutan pokir), laporkan ke saya," tegasnya.(*)