KETIK, JOMBANG – Di tengah naiknya harga sembako dan tekanan ekonomi yang makin berat, perempuan desa bukan lagi sekadar penonton. Mereka kini menjadi garda terdepan perubahan sosial. Dan di balik semangat itu, berdiri dua politisi perempuan dari PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka dan Sadarestuwati.
Keduanya hadir di Desa Japanan, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Bukan sekadar memberi sambutan, mereka mendengar langsung suara perempuan desa, memahami keresahan mereka, dan membawa harapan nyata berupa pelatihan keterampilan hingga perbaikan data agar program pemerintah menyasar dengan tepat.
"Kami para politisi perempuan tahu persis beratnya jadi ibu rumah tangga di tengah kondisi ekonomi sekarang. Maka perjuangan kami dimulai dari desa, dengan mendorong perempuan lebih berdaya," kata Rieke saat sarasehan Peringatan Bulan Bung Karno Perempuan Berdaya untuk Indonesia Raya, Kamis 12 Juni 2025.
Ia mengisahkan bagaimana saat Tri Rismaharini menjabat sebagai Menteri Sosial, perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi langkah pertama.
“Jangan sampai yang tidak mampu justru tidak terdata. Kita temukan kasus NIK dikloning, dan itu membuat program salah sasaran. Emak-emak banteng yang bongkar semuanya,” tegas Rieke.
Politisi perempuan PDIP, Sadarestuwati dan Rieke Diah Pitaloka (kanan) saat sarasehan Peringatan Bulan Bung Karno Perempuan Berdaya untuk Indonesia Raya di Japanan, Jombang, Kamis 12 Juni 2025. (Foto: Syaiful Arif/ketik)
Perempuan Jadi Kunci, Bukan Beban
Sementara itu, anggota DPR RI Komisi VI Fraksi PDI Perjuangan, Sadarestuwati menambahkan bahwa zaman sudah berubah. “Sekarang bukan waktunya perempuan hanya di rumah. Tapi bukan berarti meninggalkan peran ibu, justru peran itu diperkuat lewat pemberdayaan ekonomi,” katanya.
Ia menjanjikan pelatihan sesuai kebutuhan menjahit, memasak, merias, dan bentuk keterampilan lain yang bisa langsung berdampak pada penghasilan.
“Kita sudah siapkan kolaborasi dengan PLN, Bank Mandiri, dan pihak lain. Kami ingin semua ibu-ibu desa bisa mandiri,” ujarnya.
Pendidikan dan Semangat Ibu
Rieke dan Mbak Estu sapaan akrab Sadarestuwati sepakat bahwa kunci keberdayaan perempuan bukan hanya di ekonomi, tapi juga pendidikan dan semangat.
“Perempuan berdaya itu yang tidak membiarkan anaknya putus sekolah, dan yang memberi semangat untuk tidak menyerah," tutur Estu memungkasi.
Terpisah, salah seorang warga Desa Gedangan, Mojowarno, Siti Khasanah mengungkap ingin bisa mengikuti pelatihan menjahit dan memasak agar bisa membantu perekonomian keluarga.
“Saya ingin ikut pelatihan memasak dan menjahit, supaya bisa bantu suami. Sekarang hidup makin susah,” ucapnya lirih namun penuh harap.
Bagi Rieke dan Sadarestuwati, cerita seperti itu bukan sekadar statistik. Itulah semangat dari bawah yang membuat mereka yakin bahwa perempuan bisa menjadi motor penggerak perubahan. (*)