KETIK, LABUHAN BATU – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Labuhanbatu, Sumut mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Modus yang dilakukan melalui pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) secara illegal atau non-prosedural.
Pengungkapan ini dilakukan pada Kamis, 6 Desember 2024, sekitar pukul 22.00 WIB di Jalinsum Aek Kanopan, Kelurahan Kota Aek Kanopan, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura).
Kapolres Labuhanbatu, AKBP Bernhard L Malau melalui Kasi Humas, AKP Syafrudin menjelaskan keberhasilan ungkap kasus tersebut kepada awak media, Kamis, 12 Desember 2024.
Dijelaskannya, penangkapan bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya kendaraan Toyota Calya berwarna hitam dengan nomor polisi BK 1964 VQA yang membawa penumpang dari Tanjungbalai menuju Dumai.
Berdasarkan informasi tersebut, tim Polres Labuhanbatu langsung bergerak dan menghentikan kendaraan tersebut di wilayah Aek Kanopan.
Di dalam mobil, polisi menemukan enam orang penumpang, terdiri dari tiga laki-laki, tiga perempuan, dan seorang sopir berinisial SR.
Terduga pelaku perdagangan orang yang diringkus Satreskrim Polres Labuhanbatu saat berada di Mapolres Labuhanbatu. (Foto: Joko/Ketik.co.id)
Dari hasil interogasi awal, lima dari enam penumpang mengaku akan berangkat ke Malaysia melalui Dumai untuk bekerja. Dua perempuan di antaranya mengaku difasilitasi oleh seorang agen berinisial MM (59) seorang pria warga Air Joman, Asahan.
MM, yang juga berada di dalam mobil, tidak dapat menunjukkan dokumen resmi atau izin terkait keberangkatan pekerja migran tersebut.
Barang-barang yang diamankan dari kendaraan termasuk satu KTP, tiga pasport, uang tunai Rp1.508.000, dua unit telepon genggam, satu buku tabungan beserta kartu ATM, uang Ringgit Malaysia sebesar RM 23, dan dua lembar tiket perjalanan dari Tanjungbalai ke Dumai.
"Pengungkapan ini merupakan langkah tegas kepolisian dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang yang merugikan banyak pihak, terutama calon pekerja migran," terang Kasi Humas, AKP Syafrudin.
Pihaknya, akan terus berupaya memutus mata rantai perdagangan orang yang dilakukan secara ilegal. Kasus tersebut pun akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Dari tindakan itu, tersangka kini dijerat Pasal 4 Jo Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Pasal 81 dan/atau Pasal 83 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Tersangka diancam hukuman pidana penjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun.
"Kami mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap modus-modus serupa dan segera melaporkan jika menemukan aktivitas mencurigakan terkait perdagangan orang atau pengiriman pekerja migran ilegal. Keamanan dan perlindungan warga negara adalah prioritas utama," tegas Syafrudin. (*)