Ramadhan dan Recharge Tri-Dimensi Ibadah

Editor: Mustopa

1 Maret 2025 17:36 1 Mar 2025 17:36

Thumbnail Ramadhan dan Recharge Tri-Dimensi Ibadah Watermark Ketik
Oleh: Ali Mursyid Azisi*

Bulan bertabur berkah menyapa umat Islam seluruh dunia pada kisaran awal bulan Maret 2025. Momentum Ramadhan yang spesial ini, merupakan kesempatan emas untuk dimaksimalkan dalam meng-upgrade kualitas ibadah spiritual, sosial dan menjaga alam. 

Ketiga elemen ini adalah poros kehidupan yang sayang jika dilewatkan. Ramadhan selalu menjadi bulan yang diidamkan setiap muslim di penjuru dunia, sebab selain dapat menambah pahala dan mendekatkan diri dengan sang Pencipta, bulan ini juga menjadi momentum agung untuk mengampuni dosa-dosa hamba-Nya.

Istilah Ramadhan merupakan bentuk masdar qiyasi dari ramadha-yarmadhu-ramdhan wa Ramadhan, secara harfiah memiliki makna syiddat al-hurr (panas terik). Lalu mengapa dijuluki Ramadhan? Hal demikian karena bulan ini menjadi momentum untuk menghapus lelaku buruk dengan melaksanakan puasa (yurammidhu ai yukharriku al-dzunūba). 

Sebagaimana nukilan teks Qur’an li yuharrika fīhim masya’ira al-tha’ah, bahwa Sang Pencipta menyeru orang-orang beriman dalam rangka menumbuhkan ketaatan dan spirit keimanan. Aspek selanjutnya adalah menggiring manusia untuk senantiasa meningkatkan ketakwaannya (la’allakum tattaqūn). 

Suluk (jalan) dalam mencapai ketakwaan tidak melulu Habl min Allah, namun Hab min al-Nass dan Hab min al-Alam juga perlu ditingkatan supaya mendapatkan keberkahan di bulan Ramadhan. Ketiga aspek ini jika dijaga dengan baik dalam bersosial dan bernegara maka Sang Khalik melipatgandakan pahala serta kebaikan pada manusia.

Menghidupkan Tiga Dimensi Ibadah

Bukti kecintaan dan pendekatan diri secara vertikal (spiritual) dapat berupa pengabdian kepada Tuhan dengan memperbanyak ibadah mahdhah. Selain bertujuan mendekatkan diri, Imam Al-Ghazali juga menyatakan bahwa aktivitas ini memiliki manfaat untuk ketenangan hati, batin (mental) maupun psikologis. 

Mengingat dewasa ini hasil riset Asia Care Survey 2024 masalah stress dan burnout menduduki podium tertinggi gangguan kesehatan mental dengan persentase mencapai 56 persen. Dengan meningkatkan pendekatan diri kepada-Nya di bulan suci setidaknya akan mengurangi atau meminimalisasi masalah mental yang ada. 

Kedua, sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari interaksi sosial. George Herbert Mead dan Erving Goffman seorang sosiolog abad-19 memandang bahwa interaksi sosial merupakan bentuk aktivitas individu yang menjadi faktor membentuk kepribadian setiap manusia. Ini dikarenakan dalam proses interaksi terdapat proses komunikasi timbal balik (inter stimulation). 

Jika dipotret dalam kacamata Islam, hubungan sosial sejatinya memiliki kedudukan yang mulia, sebab dalam Qur’an ayat yang berbicara tentang hukum menurut Ibnu Qayyim hanya 150 saja, selebihnya berbicara tentang persoalan sosial, kisah masa lalu serta petunjuk sebagai pelajaran. 

Upaya meningkatkan Habl min al-Nass di bulan suci ini bisa dalam bentuk saling memaafkan, bersedekah, beramal, berinfaq, membantu yang membutuhkan. Aktivitas berbagi harta ini sejalan dengan pernyataan Nabi ketika ditanya; Ayyu al-shadaqāti afdhalu? Qala shadaqātun fī Ramadhan. 

Jika ditarik dalam konteks bernegara, upaya membangun hubungan sosial yang berkualitas yaitu dengan saling menerima perbedaan pendapat, menerima kritik, tidak berkonflik, bersikap adil, menjaga moralitas, menjunjung tinggi kemanusiaan dan menjaga tali persaudaraan (ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah insaniyah). 

Meningkatkan tri ukhuwah di atas begitu urgent terhadap kualitas kesalehan sosial. Badan Litbang dan Diklat Kemenag dalam beberapa tahun terakhir merilis Indeks Kesalehan Sosial (IKS). Pada 2020, IKS di Indonesia berada di angka 82,53 persen, 2021 meningkat 83,92 persen, kemudian 2022 84,55 persen, sempat turun pada 2023 menjadi 82,59 persen, dan di tahun 2024 menjadi 83,83 persen.

Meski terbilang cukup baik, namun masih ada celah 16,17 persen masyarakat Indonesia berpotensi berkonflik atau intoleran dengan berbagai motif. Maka, hadirnya bulan Ramadhan ini merupakan momentum terbaik dalam upaya meningkatkan kesalehan sosial supaya dapat meningkatkan stabilitas dan keharmonisan negara.

Elemen terakhir yang kadang luput dari perhatian adalah pentingnya menjaga kelestarian ekologi (lingkungan). Puasa sejatinya tidak hanya fokus menahan lapar dan memperbaiki hubungan sosial semata. Lebih jauh, Qur’an memiliki pesan-pesan ekologi (bi’ah) untuk senantiasa dilestarikan dan melarang berbuat kerusakan “wa lā tufsidū fī al-ardi wa’da ishlāhiḥa”. 

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Indonesia tahun 2024 masih berada di angka 73,07 dari skala 100 poin. Ini menandakan bahwa kualitas upaya melestarikan lingkungan masih jauh dari kata sempurna. 

Lingkungan yang sehat, indah dan nyaman sejatinya dapat menunjang ibadah. Bentuk investasi ibadah tidak melulu tentang sholat dan puasa. Menjaga lingkungan juga bentuk sederhana dari ibadah yang kadang luput dari perhatian namun sejatinya bermanfaat secara berkelanjutan. 

Ramadhan Itu Oase Keberkahan

Ramadhan itu ibarat genangan air di tengah gurun pasir. Ia menjadi magnet makhluk hidup yang tengah kehausan untuk meneguk kesejukan air yang ia sajikan. Ia hadir untuk menghidupi segala macam tumbuhan di sekelilingnya. 

Ramadhan, adalah oase keberkahan yang tidak semua orang mampu memahami keistimewaan dan kemustajabannya. Maka, menghidupkan Ramadhan dengan penuh iman, mengharap keberkahan, dan meningkatkan kualitas tiga dimensi ibadah di atas akan mengantarkan seseorang bahkan bangsa pada derajat yang agung.

Dari setiap problem sosial atau negara yang tengah gonjang-ganjing saat ini, Ramadhan merupakan penawar terbaik untuk mengatasi segala problem yang ada. Aktivitas menjernihkan hati ini, hendaknya dihidupkan bersama oleh setiap individu, masyarakat, aparatur negara, bahkan kepada negara sekalipun. Supaya bangsa ini mendapat keberkahan dan permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan. 

Ini sejalan dengan redaksi hadits riwayat Bukhari dan Muslim berikut, “Man qāma ramadhāna imānan wahtisāban ghafira lahu mātaqaddama min dzanbih (Siapa yang menghidupkan Ramadhan dengan penuh iman dan mengharap pahala (keberkahan), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya)”

*) Ali Mursyid Azisi, M.Ag adalah pengurus LTN NU Jatim 2024-2029 dan Peneliti pada Centre for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation)

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Ramadhan Ali Mursyid Azisi