KETIK, SIDOARJO – Perjalanan demokrasi dan penegakan hukum selama 2024 dan proyeksi tahun depan (2025) dibahas di auditorium Ahmad Dahlan, Kampus Universitas Muhammadiyah (Umsida) pada Minggu (15 Desember 2024). Narasumber-narasumber istimewa hadir sebagaki pembicara.
Forum tersebut merupakan refleksi akhir tahun kerja bareng Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Umsida bekerja sama dengan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim.
Tampil sebagai pembicara dalam seminar itu, Wamen Koordinator Bidang Hukum, Imigrasi, HAM, dan Pemasyarakatan Prof Dr Otto Hasibuan, Ketua Komisi Yudisial Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata, Ketua Ombudsman Prof Dr Muhammad Najih, serta pengamat hukum tata negara Feri Amsari.
”Refleksi itu tidak saja melihat ke belakang. Tapi, refleksi itu melihat ke depan. Tentang apa yang akan terjadi," kata Otto Hasibuan.
Dia mengungkapkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menekankan penegakan hukum dan HAM. Bahkan, di dalam program Asta Cita, penegakan hukum dan HAM itu disebutkan spesifik.
”Termasuk, pemberantasan narkoba dan pencegahan korupsi,” kata Otto yang juga ketua Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia itu.
Namun, proses penegakan hukum dan HAM, lanjut dia, tidak bisa menjadi beban segelintir orang. Semua bisa diwujudkan dengan berkolaborasi. Bukan lagi memiliki keinginan sendiri-sendiri. Apalagi merasa paling hebat.
”Semua harus diniatkan untuk kepentingan bangsa," jelasnya.
Komitmen pemerintahan Presiden Prabowo juga sangat jelas terkait hal itu. Bahkan, menurut rencana, Prabowo akan memberikan amnesti kepada 44 ribu narapidana. Langkah itu dilakukan karena sebagian besar penghuni penjara adalah penyalah guna narkoba.
Jadi, negara tidak lagi menerapkan teori balas dendam. Kepada mereka, negara ingin bertindak humanis, namun tetap tegas. Program-program penegakan hukum harus mendapatkan dukungan semua pihak.
”Kontribusi apa yang bisa diberikan kepada negara. Berikanlah," ujar Otto.
Wamen Prof Dr Otto Hasibuan memaparkan pandangannya tentang prospek dan tantangan penegakan hukum di Indonesia di depan peserta reflekasi akhir tahun Umsida. (Anggit Satrio for Ketik.co.id)
Pembicara lain, Prof Mukti, mengungkapkan, penegakan hukum akan baik manakala kualitas hakimnya baik. Baik itu tidak saja pintar dan progresif. Tapi, mentalnya juga harus baik.
Dia mengatakan, mencari keadilan di negara ini demikian sulitnya. Istilah No Viral No Justice itu sebenarnya tamparan kepada penegakan hukum kita. ”Artinya, ada ketidakberdayaan dalam mewujudkan keadilan itu sendiri,” jelasnya.
Adapun Prof Muhammad Najih dari Ombudsman menyampaikan bahwa keadilan bisa tercipta apabila pemerintah dalam pelayanan publiknya menerapkan e-goverment. Sebab, cara itu akan memperkecil peluang korupsi.
”Sayangnya di dunia, ranking e-goverment kita masih di peringkat ke-64," katanya.
Sejatinya, lanjut Najih, dari tahun ke tahun, ada perbaikan untuk mewujudkan semangat e-goverment. Namun, semangat itu ternyata tidak berbanding lurus dengan pencapaian indeks demokrasi kita. Hasil survei menyebutkan e-goverment Indonesia membaik.
”Namun, demokrasi kita malah menurun,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari mengungkapkan bahwa mewujudkan demokrasi di Indonesia masih menjadi jalan terjal. Hal yang menonjol terjadi dalam Pilpres dan Pilkada yang baru saja berlangsung.
Feri juga menjelaskan bagaimana praktik intervensi masih saja terjadi. Bahkan, menurut risetnya, ada dugaan perangkat negara dilibatkan dalam proses itu. Hal tersebut tampak terjadi di beberapa daerah. Bahkan, pimpinan tertinggi juga terlibat. Ketika hal tersebut sudah terjadi, otoritas-otoritas yang seharusnya mengambil keputusan tak mampu berbuat apa-apa.
Ketua Panitia Refleksi Penegakan Hukum dan HAM Rifqi Ridho Phahlevy mengatakan, acara tersebut dihadiri lebih dari 700 orang. Mereka dari berbagai kabupaten/kota di Jatim.
Secara terpisah, pengajar Jurusan Jukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Noor Fatimah Mediawati mengungkapkan bahwa kampusnya akan menggandeng sejumlah pihak agar bisa membahas topik-topik aktual dalam bidang hukum. Kampus Umsida akan menjadi salah satu barometer pendidikan hukum di Jatim.
”Karena itu, Umsida akan terus mengambil peran membincangkan proses pengawalan penegakan hukum dan demokrasi,” terangnya. (*)