Selamat Ulang Tahun Ke-732 Suroboyoku

Sampah, Macet hingga Persebaya Gagal Juara Jadi Kado

31 Mei 2025 13:37 31 Mei 2025 13:37

Thumbnail Sampah, Macet hingga Persebaya Gagal Juara Jadi Kado
Ilustrasi HUT Ke-732 Kota Surabaya. (Ilustrator: Rihad Humala/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Sampah adalah sisa buangan baik dari rumah tangga maupun industri skala rumahan, industri kecil juga industri besar. Sampah keberadaannya tidak bisa dihindarkan dari kehidupan sehari-hari.

Sampah umumnya terbagi menjadi dua, pertama sampah organik atau sisa olahan dari makhluk hidup, jenis sampah ini mudah terurai secara alami. Jenis kedua, sampah anorganik yakni sampah sisa olahan yang tidak mudah terurai secara alami, karena berasal dari bahan-bahan nonhayati seperti plastik, kaca dan logam dan sejenisnya.

Tempat Penampungan Sampah (TPS) Sementara dipastikan menjadi kebutuhan masyarakat di setiap wilayah, fungsinya sebagai penampungan buangan sampah rumah tangga juga pelaku usaha baik kecil menengah atau besar di wilayah tersebut.

Namun, tak sedikit keberadaan TPS Sementara di sebuah wilayah menjadi momok atau meresahkan. Pro dan kontra pun kerap muncul seiring keberadaan sampah yang berdampak kumuh serta aroma tak sedap yang ditimbulkan.

Di peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-732 Pemerintah Kota Surabaya ini Ketik.co.id sengaja menyusuri sejumlah tempat penampungan sampah di wilayah Surabaya. Misalnya, tempat penampungan sampah di Jalan Jetis Kulon Pertolongan, tepatnya di belakang Royal Plasa dekat rel kereta api.

Media ini mengamati lokasinya. Di pojok tidak terlalu luas, di dinding bertengger spanduk kusam bertuliskan 'Pemerintah Kota Surabaya dan di bawahnya Dinas Lingkungan Hidup'. Aktivitas warga membuang sampah, pemulung, tukang sapu yang membersihkan lokasi dan lalu lalang pengendara tak luput dari pengamatan.

Jalan ini, tergolong kelas kecamatan masuk wilayah Kecamatan Wonokromo setiap hari selalu padat. Penghubung vital bagi pengguna jalan dari Jalan Ahmad Yani, Wonokromo dan lainnya menuju kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Kepadatan pengendara dan keberadaan TPST tak ayal selalu menjadi perbincangan, ada yang menyebut lokasi penampungan sampah di wilayah itu sudah tidak layak.

"Menurut saya tidak layak, selain TPS itu sempit, menebar aroma tak sedap, juga berada di tikungan jalan yang selalu padat pengendara, ini jalan vital lho," ujar Gatot, seorang warga yang mengaku selalu melintasi jalan itu pagi dan sore hari tiap berangkat dan pulang kerja.

Selain pengendara, warga lain pemilik warung di sisi barat TPS juga merasakan hal yang sama. Sehari-hari melihat kepadatan lalu lintas, tumpukan dan aroma sampah tak terelak, harus dirasakan.

"Kalau bau ya begitu itu, namanya aja sampah. Tapi bagaimana lagi, di warung ini saya mencari nafkah," ucap Wati, pemilik warung dengan status sewa itu.

Apalagi saat proses pengangkutan sampah dari gerobak ke bak yang disebut kontainer penampungan, aroma tak sedap menebar mengikuti angin, tetesan sampah karena air menyusuri jalan juga tak terelak.

"Apalagi saat musim hujan, bau tak sedap sampeyan bisa merasakan sendiri," tambahnya, sambil meladeni seduhan kopi untuk mereka, pengendara ada pengemudi gojek, sales, juga pekerja pengangkut gerobak sampah di lokasi itu.

Diperoleh informasi, gerobak pengangkut sampah banyak sekali jumlahnya. Gerobak-gerobak berisi sampah itu di ambil dari hunian warga se-Kecamatan Wonokromo. Setelah sampai, gerobak isi sampah tak semua dituang atau diturunkan, meski tukang pungut rongsokan bisa mengais isi sampah yang dinilai manfaat, bisa dijual.

Foto TPS di tengah kota Surabaya. (Foto: Martudji/Ketik.co.id)TPS di tengah kota Surabaya. (Foto: Martudji/Ketik.co.id)

"Gerobak isi sampah harus menunggu datangnya truk pengangkut. Kalau truknya datang baru dibongkar, terus dibawa ke penampungan," cerita seorang bapak warga RT 17, di dekat areal itu. Ia juga tak menampik kotor, bau dan kemacetan di wilayahnya.

"Ya, bagaimana lagi. Lokasi penampungan dibutuhkan untuk masyarakat di daerah ini. Kecuali pemerintah punya lahan lain," ucapnya, sambil menyebut iuran buang sampah Rp15 ribu per kepala keluarga (KK).

Dia kemudian bercerita, kalau TPS itu keberadaannya lebih dulu ada ketimbang hunian warga, khususnya perkampungan Jalan Jetis Kulon Pertolongan Surabaya, yang rumahnya juga ada di situ.

"Ini (TPS Jetis Kulon) lebih dulu ada, sebelum wilayah ini jadi perkampungan. Sejak saya SD (sekolah dasar) tempat ini sudah ada. Perkampungan di sini dulu diurugnya pakai buangan sampah. Dan, sekarang saya umur 52 tahun, bayangkan," ucap lelaki itu, saat ditemui di warung kopi di dekat TPS.

Dia menyebut, truk pengangkut sampak untuk pengambilan biasanya pagi, siang dan sore.

Senada dengan lelaki pertama, sebagai penghuni mereka menyadari kebutuhan tempat penampungan sampah tak bisa ditampik, dan risiko yang dikhawatirkan juga menjadi momok. Dia pun melontarkan permintaan agar Pemerintah Kota Surabaya memahami hal itu. Jika punya pandangan lahan lain, bisa menjadi alternatif, namun tidak memberatkan masyarakat setempat kalau membuang sampah tidak menempuh jarak yang jauh.

"Menurut saya pemerintah, entah melalui dinas apa, melakukan penyemprotan di wilayah sini, itu untuk menjaga kesehatan penghuni warga di sini, yang namanya penyakit kita tidak tahu," pintanya.

Dia menekankan, solusi harus dilakukan oleh Pemkot Surabaya untuk menjaga keseimbangan. Jika TPS itu keberadaannya tetapi di situ, masyarakat sekitar dipastikan tidak was-was. Saran dia, dilakukan penyemprotan berkala. Lokasi yang sempit itu juga harus di tata, dan harus selalu bersih. Untuk mengatasi kemacetan, juga diharapkan ada jalan keluar, agar pengguna jalan tetap nyaman.

TPS Ketampon di Tengah Pemukiman dan Warung Makan, Ini Pendapat Warga

Beberapa Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah di Kota Surabaya berada di lingkungan masyarakat. Tidak jarang lokasi TPS berdekatan langsung dengan tempat makan atau warung.

Wartawan Ketik.co.id datang langsung ke TPS di kawasan Ketampon Surabaya yang berada di pemukiman penduduk. Sekitar 100 meter dari TPS terdapat warung makan dan kopi, sehingga kondisi ini menimbulkan kondisi tidak nyaman.

Salah satu pedagang warung kopi Aliyadi mengaku tidak mempermasalahkan TPS yang ada di pemukiman warga. Meskipun bau sampah sangat menyengat. "Cuma sampai saat tidak masalah karena TPS itu ada dahulu dari pada warung di sini," ungkapnya.

Sementara itu, salah satu warga Ketampon Fina Putri mengaku sangat terganggu dengan adanya TPS di tengah pemukiman, apalagi jika dekat dengan warung makan. Hal ini karena bau yang dihasilkan membuat tidak nyaman.

"Saya pernah mau makan, lalu tercium bau sampahnya jadi saya tidak selera makan," bebernya.

Selain masalah bau, Fina mengaku TPS di dekat warung makan membuat makanan yang dijual tidak higienis. "Karena banyak lalat yang berterbangan, jadi itu yang membuat ketidak nyamanan," terangnya.

Fina berharap pemerintah Kota Surabaya bisa memberikan alternatif lokasi TPS yang jauh dari lokasi warung makan bahkan pemukiman warga. "Jadi warga bisa nyaman beraktifitas tidak terganggu bau sampah," bebernya.

Hal senada diungkapkan warga lainnya, Elisha. Dia mengaku tidak nyaman saat makan di dekat lokasi pembuangan sampah sementara. Selain terganggu masalah bau, banyak lalat menjadi salah satu ketidaknyamanan.

"Apalagi kalau ada bau yang terbawa angin, langsung menusuk di hidung jadi saat makan merasa tidak nyaman," bebernya.

DLH Sebut Sebagai Strategi Tangani Sampah

Surabaya, sebagai kota metropolitan yang terus berkembang, menghadapi tantangan dalam pengelolaan sampah, khususnya terkait keberadaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di jalan-jalan protokol.

Keberadaan TPS di lokasi strategis ini memiliki dampak positif dan negatif yang perlu dikelola dengan bijak.

TPS merupakan fasilitas penting dalam sistem pengelolaan sampah kota, berfungsi sebagai tempat penampungan sementara sebelum sampah diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Di Surabaya, beberapa TPS terletak di jalan-jalan protokol untuk memudahkan akses pengumpulan sampah dari area padat penduduk dan komersial.

Namun, penempatan TPS di jalan utama sering menimbulkan permasalahan, seperti bau tidak sedap, gangguan estetika kota dan kemacetan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya Dedik Irianto mengungkapkan saat ini Surabaya memiliki sekitar 190 TPS yang tersebar di berbagai lokasi.

Misalnya di TPS Legundi, Pringgadani, Kalibokor, Bogen Tambaksari, Gebang Putih, Bratang, Kayoon, Panghela, Kertopaten, Wonokusumo kidul dan TPS Nyamplungan.

Foto TPS di tengah kota Surabaya. (Foto: Khaesar/Ketik.co.id)TPS di tengah kota Surabaya. (Foto: Khaesar/Ketik.co.id)

Selain itu ada beberapa titik yang bertempat di jalan protokol Kota Surabaya.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 TPS merupakan TPS berbasis konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

"191 TPS dan 12 TPS 3R," jelasnya pada Ketik.co.id.

Saat ini Pemkot Surabaya sedang gencar mengenai meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola sampah secara mandiri di lingkungan perkampungan.

Adanya pengelolaan sampah mandiri di perkampungan, secara tidak langsung akan mengurangi timbulan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo.

Pengolaan sampah mandiri bisa menerapkan berbagai cara, mulai dari mendirikan bank sampah, rumah kompos, budidaya maggot, hingga bisa diolah menjadi pakan ternak.

Dengan cara ini, maka lingkungan perkampungan di Kota Surabaya akan semakin bersih dan terbebas dari sampah ke depannya.

Dedik Irianto menyampaikan, darurat sampah tidak hanya menjadi permasalahan di Kota Surabaya. Akan tetapi juga menjadi permasalahan di berbagai daerah di Indonesia.

Maka dari itu, Dedik mengajak, masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan pengolaan sampah secara mandiri.

Jika sampah tidak dikelola dengan baik, maka akan meningkatkan jumlah timbulan sampah di TPA Benowo ke depannya.

“Di Kota Surabaya sendiri timbulan sampahnya dalam sehari itu mencapai 1.800 ton. Sedangkan pengelolaan sampah yang di TPA itu, dengan gasifikasi power plant yang bisa menghasilkan listrik, itu kapasitasnya hanya 1000 ton," jelasnya.

"Nah, masih ada lebih 800 ton yang harus kita upayakan untuk kita reduksi jangan sampai ke TPA. Jadi yang ke TPA dibatasi maksimal hanya 1000 seharusnya,” imbuh Dedik.

Untuk mengurangi timbulan sampah, pemkot melalui DLH Surabaya telah mengembangkan sebanyak 600 bank sampah. Selain itu, pemkot juga memiliki rumah kompos di 27 titik di Kota Surabaya. 

“Nah, di luar itu memang banyak rumah kompos yang dibangun masyarakat, salah satunya di Rungkut Kidul ini. Jadi memang seperti yang disampaikan dalam sambutan Pak Wali, penanganan masalah sampah tidak mungkin pemerintah bisa mengatasi sendiri,” pungkasnya.

Soal Keluhan Warga Bau Sampah, Cak Ji: Sampah Diangkut On the Track

Keberadaan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang berada di tepi Jalan Raya Jetis Kulon Surabaya atau belakang Royal Plaza ini dinilai sangat mengganggu kenyamanan dan aktivitas warga sehari-hari.

Menurut sejumlah warga, saat hujan turun, aroma tak sedap dari tumpukan sampah semakin menyengat dan mencemari udara di sekitar.

Tak hanya itu, penempatan gerobak sampah dari para petugas kebersihan juga dinilai semrawut dan menyebabkan penyempitan jalan, sehingga arus lalu lintas di kawasan tersebut kerap macet.

Wakil Wali Kota Surabaya Armuji atau disapa Cak Ji memastikan bahwa pengelolaan sampah, khususnya proses pengangkutan dari TPS Jetis Kulon, saat ini sudah berjalan sesuai prosedur.

Foto Wakil Wali Kota Surabaya Armuji. (Foto: Shinta/Ketik.co.id)Wakil Wali Kota Surabaya Armuji. (Foto: Shinta/Ketik.co.id)

"Sampah diangkut on the track, pasukan Alap-Alap berangkat kalau dilapori," jelasnya pada Ketik.co.id pada Selasa 27 Mei 2025.

Mengenai Pasukan Alap-Alap terdiri dari para petugas lapangan yang sudah terlatih untuk menangani berbagai persoalan lingkungan secara sigap dan terstruktur.

Mereka ditugaskan untuk melakukan patroli rutin, menindak pembuang sampah sembarangan, serta membersihkan titik-titik yang rawan terjadi penumpukan sampah.

Dengan mengenakan seragam khas dan kendaraan operasional, Pasukan Alap-Alap siap bergerak kapan saja, bahkan di luar jam kerja normal. Tim ini juga dilengkapi dengan teknologi pelaporan cepat yang terintegrasi dengan sistem Command Center milik Pemkot Surabaya.

Komisi C DPRD Surabaya Soroti Keluhan Warga Soal TPS

Keberadaan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang berada di tepi Jalan Raya Jetis Kulon Surabaya atau belakang Royal Plaza ini dinilai sangat mengganggu kenyamanan dan aktivitas warga sehari-hari.

Menurut sejumlah warga, saat hujan turun, aroma tak sedap dari tumpukan sampah semakin menyengat dan mencemari udara di sekitar.

Tak hanya itu, penempatan gerobak sampah dari para petugas kebersihan juga dinilai semrawut dan menyebabkan penyempitan jalan, sehingga arus lalu lintas di kawasan tersebut kerap macet.

Salah satu anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya Alif Iman Waluyo menyoroti keluhan warga terkait keberadaan TPS di kawasan Jetis Kulon, Surabaya.

Selain bau, keluhan warga juga meliputi kemacetan lalu lintas akibat penataan gerobak sampah yang dinilai semrawut.

Warga sekitar menyampaikan keresahan mereka kepada wakil rakyat lantaran kondisi TPS yang memprihatinkan. Selain bau menyengat saat hujan, tumpukan sampah kerap meluber ke jalan dan mempersempit akses kendaraan.

“Ya, dinas terkait (Dinas Lingkungan Hidup) seharusnya untuk dapat mendengarkan dari warga sekitar, baik itu pelaku usaha maupun warga yang terdampak dari bau sampah ini," paparnya pada Ketik.co.id di Gedung DPRD Surabaya pada Senin 26 Mei 2025.

Ia meminta agar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya segera melakukan penataan ulang di lokasi tersebut, baik dari segi tata letak gerobak, waktu pengangkutan, maupun pengelolaan TPS secara menyeluruh agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan mobilitas warga.

“Agar setidaknya diperbaiki TPS-nya, di TPS tersebut mungkin diberikan spelling jarak dengan jalan, sehingga air yang tadinya dari jalan waktu hujan itu gak kebawa kemana-mana (air) sampahnya tetap stay disitu," papar Alif.

Alif juga meminta agar DLH Surabaya lebih menata soal gerobak sampah yang semakin semerawut, apalagi saat hujan bau tidak sedap juga kerap muncul karena sampah yang lembab.

"Setidaknya dinas tersebut untuk melakukan pemungkaran sedikit, untuk gerobak sampah tersebut, DLH selaku dinas terkait itu memberikan spelling tempat," jelas Alif.

Alif juga mendorong agar DLH Surabaya harus menambah area yang dikhususkan untuk menata gerobak-gerobak sampah agar tak menganggu bahu jalan.

"Baiknya gerobaknya itu ditata lagi, setidaknya rapi, Itu saya rasa perlu peningkatan tempat ya, untuk di setiap wilayah khususnya," jelasnya.

Mengenai TPS yang bertempat di Jalan Protokol, Alif juga mengungkapkan untuk memudahkan akses petugas DLH dalam mengambil sampah yang telah menumpuk.

"Ditaruh di pinggir jalan TPS itu kan untuk membantu petugas khususnya yang truk  untuk mengangkut sampah yang nantinya akan dikirim pembuagan akhir kan," jelas Alif Iman Waluyo.

Pengamat: Bukan Hanya Tugas Pemerintah, Mengelola Sampah Dimulai dari Rumah

Bagi kota - kota besar di Indonesia permasalahan sampah seringkali menjadi problem. Dampaknya juga dapat merusak lingkungan. Tidak terkecuali kota Surabaya. Setiap harinya Ibu kota Jawa Timur ini menghasilkan 1.800 hingga 2000 ton sampah.

Angka itu didapat dari teori bahwa satu orang bisa memproduksi sampah 0,6 kg. Dengan jumlah masyarakat Surabaya yang berjumlah sekitar 3 juta, maka sampah yang diproduksi sampai 1.800 ton.

Setiap hari tercatat sekitar 1.300 sampai 1.500 ton sampah masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Sementara sisanya direduksi masyarakat lewat pemilahan sampah.

Achmad Syafiuddin, Ph.D ahli di bidang Kesehatan Lingkungan mengatakan dalam pengelolaan sampah tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tetapi harus masyarakat mulai dari lingkungan terkecil seperti RT/RW.

"Pengolahan sampah itu harus melibatkan banyak pihak. Tidak bisa hanya pemerintah saja, tetapi masyarakat juga harus ikut berpartisipasi," jelas Syafiuddin, Selasa 27 Mei 2025.

Dirinya menambahkan dalam mengelola sampah Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sendiri telah melakukan beragam cara seperti bank sampah, rumah kompos, bahkan hingga mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang ada di Benowo.

Akan tetapi tidak bisa dipungkiri di Surabaya masih terdapat beberapa tempat pembakaran sampah terbuka. Keberadaan tempat pembakaran sampah terbuka ini tentu dapat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan asap sisa pembakaran sampah diketahui mengandung zat-zat berbahaya.

"Seperti yang diketahui keberadaan tempat pembakaran sampah terbuka itu tidak boleh. Kita harus mencontoh Jepang yang menggunakan incinerator," tambahnya.

Pengelolaan sampah yang baik harus dilakukan di banyak tempat. Tidak bisa terpusat atau menggunakan sistem sentralisasi, seperti TPA Benowo yang jika semua sampah Surabaya dibuang disana maka tidak lama fasilitas tersebut akan kelebihan beban.

Sementara ini di Surabaya baru beberapa kampung atau perumahan yang memiliki pengelolaan sampah yang baik. Padahal hal ini harus diberlakukan secara merata di kampung-kampung yang ada di Kota Surabaya.

"Jadi percuma saja, ibaratnya di kampung ini pengelolaannya sudah baik, tetapi di kampung sebelahnya warga masih membakar sampah secara terbuka," paparnya.

Pengelolaan sampah di Surabaya masih memerlukan pengembangan lebih lanjut agar permasalahan lingkungan bisa segera teratasi. Pengelolaannya harus sampai pada tahap rumah tangga, dimana dengan penanganan yang baik dari lingkungan terkecil akan memudahkan Pemkot Surabaya untuk menangani sampah.

"Ibaratnya dari rumah tangga sudah dipilah berdasarkan jenis. Nanti untuk pengelolaanya harus linier dengan tetap memisahkan jenis sampah sampai ke TPA," pungkasnya.

Penutup Drainase Jalan di Surabaya Banyak Tidak Rata, Pengendara Motor dalam Bahaya

Banyaknya penutup drainase di tengah jalan protokol kota Surabaya yang tidak rata membahayakan para pengendara terutama roda dua. Kondisi ini tidak jarang telah mengakibatkan kecelakaan.

Menurut pengamatan Ketik.co.id, salah satu jalan protokol yang memiliki penutup drainase banyak tidak rata dengan aspal berada di Jalan Jemursari Surabaya. Di wilayah ini, kotak penutup boks culvert atau Grill Manhole dengan ukuran 3x5 meter ini tidak rata dengan jalan sehingga membuat lubang sekitar dua cm di tengah jalan.

Kejadian ini tidak ada di satu titik, namun beberapa titik. Selain itu, juga ditemukan hal serupa di kawasan Jalan Mayjen Sungkono. Di lokasi banyak grill manhole yang tidak rata.

Kondisi ini membuat sepeda motor maupun mobil memelankan kendaraan secara mendadak saat melewatinya. Alhasil, kendaraan di belakangnya kaget dan nyaris menabrak.

Salah satu pengendara motor yang biasa berseliweran di jalan protocol Surabaya, Samsul Arifin menyayangkan kondisi jalan yang tidak rata di beberapa jalan Surabaya ini. Kondisi ini makin berbahaya jika hujan turun.

"Yang pasti itu membuat kecelakaan pengendara motor karena kaget adanya jalan yang tidak rata," bebernya.

Samsul berharap maslaah itu bisa segera diatasi agar pengendara merasa aman. "Kalau jalan aman ini bisa mengantisipasi agar tidak terjadi kecelakaan saja di jalan," ucapnya.

Hal senada dialami Maskiyah Magfiroh. Pengandara motor ini mengaku banyak menjumpai grill manhole tidak rata dengan aspal di Jalan Ahmad Yani Surabaya. "Waktu itu kejadian di depan saya, pengendara ini jatuh karena kena lobang dari penutup boks culvert di tengah jalan," bebernya.

Selain itu, kondisi ini juga kerap membuat shock braker motor rusak. "Ini bisa cepat rusak dari shock braker," ungkapnya.

Warga Manukan, Afriandi Eka, juga menyayangkan kondisi jalan di Surabaya yang berlubang karena adanya grill manhole yang tidak rata. "Yang pasti bahaya jika terjadi kecelakaan, karena yang dirugikan pengendara," jelasnya.

"Kalau jalannya itu sepi tidak ada masalah, tapi kalau ramai itu bisa membahayakan pengendara lainnya," tambahnya.

Afri berharap pemerintah Surabaya segera menambal jalan tersebut agar rata dengan aspal. "Jadi tidak ada jalan bergelombang atau lobang karena ada penutup grill manhole yang ambles," pungkasnya.

Macet A.Yani Memang Sudah Biasa, Tapi Harus Berbenah

Setiap sore, sudah bukan pemandangan aneh arus lalu lintas di Jalan Ahmad Yani Surabaya mengalami kemacetan.

Pantauan jurnalis ketik.co.id, kemacetan mulai terlihat sejak pukul 16.30 WIB atau bertepatan dengan jam pulang kerja akibat volume kendaraan meningkat. Situasi semakin parah karena masyarakat termasuk para pelajar bersiap mengakhiri aktivitas hariannya.

Antrean macet kendaraan di jalan A Yani terbentang cukup Panjang. Khususnya dari dalam kota Surabaya menuju Sidoarjo. Kendaraan bermotor tampak bergerak dengan kecepatan rendah.

Beberapa pengendara sepeda motor terlihat mencoba mencari celah untuk bergerak lebih cepat, namun tetap harus mengikuti di tengah padatnya arus lalu lintas.

"Memang setiap sore seperti ini selalu macet, apalagi kalau jam pulang kantor. Kami sebagai pejalan kaki juga harus ekstra hati-hati saat menyeberang karena banyak kendaraan yang antre," ujar Rudi, salah seorang pejalan kaki yang rutin melewati area tersebut.

"Saya sering lewat sini setiap hari untuk pergi atau pulang kerja. Macetnya memang parah sekali, tapi untungnya ada JPO jadi kita bisa menyeberang dengan aman. Cuma ya harus sabar aja nunggu kendaraan berhenti," tambah Aida, pejalan kaki lain yang juga merasakan dampak kemacetan ini.

Kemacetan yang terjadi tidak hanya berdampak pada waktu tempuh lebih lama, tetapi juga menimbulkan beberapa konsekuensi lain.

Konsumsi bahan bakar kendaraan meningkat akibat mesin yang terus menyala dalam kondisi berhenti dan jalan pelan. Polusi udara di sekitar area tersebut juga terasa lebih pekat dibandingkan hari-hari biasanya.

Para penumpang angkutan umum juga merasakan dampaknya. Bus-bus yang melewati rute Jalan Ahmad Yani mengalami keterlambatan, sehingga jadwal kedatangan di halte-halte berikutnya menjadi tidak tepat waktu. Hal ini tentu menyulitkan penumpang yang mengandalkan transportasi umum untuk aktivitas sehari-hari.

Kemacetan di area ini diduga disebabkan beberapa faktor, seperti jam sibuk sore hari yang bertepatan dengan waktu pulang kerja dan sekolah, volume kendaraan meningkat pada hari kerja, dan karakteristik jalan Ahmad Yani sebagai salah satu arteri utama Surabaya dan menghubungkan beberapa kawasan penting.

Berikutnya Karena kurangnya alternatif rute yang memadai untuk mengurai kepadatan lalu lintas serta pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi yang tidak sebanding dengan penambahan kapasitas jalan.

Meskipun belum ada petugas lalu lintas yang turun langsung ke lokasi saat pengamatan dilakukan, beberapa pengendara secara sukarela membantu mengatur arus lalu lintas di persimpangan-persimpangan kecil. Hal ini menunjukkan solidaritas masyarakat dalam menghadapi situasi kemacetan.

Pihak pengelola JPO juga terlihat membantu pejalan kaki yang hendak menyeberang dengan memberikan arahan agar menggunakan fasilitas penyeberangan yang tersedia. Upaya ini cukup membantu mengurangi risiko kecelakaan yang mungkin terjadi akibat pejalan kaki yang menyeberang sembarangan.

Bagi pengendara yang akan melewati area Jalan Ahmad Yani khususnya sekitar Jemur Wonosari, disarankan untuk mengatur waktu perjalanan dengan memperhitungkan kemungkinan kemacetan, terutama pada jam-jam sibuk.

Bisa juga mencari rute alternatif jika memungkinkan, seperti melalui jalan-jalan sekunder yang dapat mengurangi beban lalu lintas.

Lalu, tetap bersabar dan mematuhi rambu lalu lintas serta tidak memaksakan diri untuk menyalip dengan cara yang membahayakan serta memberikan prioritas kepada pejalan kaki menggunakan trotoar dan kendaraan darurat yang mungkin melewati area tersebut.

Tak kalah pentingnya adalah memastikan kendaraan dalam kondisi prima untuk menghindari mogok yang dapat memperparah kemacetan, serta menggunakan transportasi umum jika memungkinkan untuk mengurangi volume kendaraan pribadi.

Untuk mengatasi masalah kemacetan yang kerap terjadi di area ini, diperlukan solusi yang komprehensif dari berbagai pihak. Pemerintah kota diharapkan dapat mengkaji ulang sistem manajemen lalu lintas di koridor Jalan Ahmad Yani, termasuk kemungkinan penerapan sistem lampu lalu lintas yang lebih efisien atau pembangunan infrastruktur pendukung lainnya.

Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menggunakan transportasi umum juga perlu ditingkatkan. Dengan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, volume lalu lintas dapat berkurang secara signifikan.

Pihak kepolisian lalu lintas diharapkan dapat memantau kondisi ini secara rutin untuk membantu mengurai kemacetan dan memastikan kelancaran arus lalu lintas di area tersebut. Kehadiran petugas pada jam-jam sibuk dapat membantu mengoptimalkan pengaturan lalu lintas dan mengurangi waktu kemacetan yang dialami oleh para pengguna jalan.

Terkait pembangunan underpass atau jalan bawah tanah oleh Pemkot di sekitar Bundaran Dolog (Taman Pelangi), diharapkan terealisasi dan segera dibangun.

Pembangunan underpass Bundaran Dolog bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas perekonomian sekaligus mengurai kemacetan.

Selain itu, pembangunan underpass Bundaran Dolog menjadi salah satu program prioritas pemkot di tahun 2025. Infrastrukturnya masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya Tahun 2021-2026.

Persebaya Finish Peringkat 4 Liga 1 2024/2025, Gagal Beri Kado HUT ke-732 Surabaya

"... Surabaya ku juga punya kebanggaan, Green Force Persebaya emosi jiwaku..."

Petikan lirik di atas adalah lagu wajib berjudul Song For Pride yang dinyanyikan segenap Bonek, Bonita, tim pelatih, pemain, hingga jajaran tamu penting di tribun VIP.

Song For Pride diputar setelah pertandingan Persebaya untuk membangun rasa bangga terhadap tim ini.

Identitas Surabaya dan Persebaya memang tidak bisa dipisahkan. Persebaya sudah menjadi representasi Kota Pahlawan. Oleh sebab itu pada HUT ke-732 Surabaya menjadi momentum yang sangat tepat memberikan kado istimewa dari Persebaya.

Namun sayangnya, kado berupa tampil di kompetisi Asia musim depan gagal didapatkan. Persebaya gagal menembus posisi runner-up klasemen akhir Liga 1 2024/2025 dimana itu menjadi syarat tampil di AFC Challenge Leagues (ACL) 2025.

Asisten pelatih Persebaya, Uston Nawawi sudah mengerahkan usaha demi menggapai target tersebut, yaitu tampil di kompetisi Asia musim depan. Hanya saja pada dua pertandingan terakhir, Persebaya tampil kurang maksimal.

Di laga lawan Borneo FC, Bajul Ijo meraih imbang 1-1 dan lawan Bali United kalah dengan skor telak 1-3 di Stadion GBT.

"Kami sekarang berada di empat besar. Persebaya ini membawa nama Surabaya. Pastinya selalu memberikan yang terbaik," kata Uston Nawawi ketika ditemui Ketik.co.id beberapa waktu lalu.

Keinginan tampil di Asia juga diungkapkan kiper Persebaya, Andhika Ramadhani. Kendati demikian, ia tak mau gegabah untuk menggapai target tersebut.

"Seperti Coach Uston katakan, kami lakukan pelan-pelan. Kalau belum bisa masuk di (kompetisi) Asia yang penting sudah berusaha maksimal. Apabila finis di ASEAN ya tidak apa-apa," katanya.

Kendati gagal berkompetisi di Asia. Persebaya masih mempunyai kesempatan lain yaitu berlaga di ASEAN Cup, dimana pada musim 2025 ini jumlah peserta ditambah oleh Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF).

Lisensi Persebaya

Persebaya menjadi salah satu wakil Indonesia yang berkompetisi di ajang ASEAN Cup musim depan. Mereka bersama Malut United membawa nama negara di sepak bola ASEAN.

Klub berjuluk Bajul Ijo itu tidak ada kendala untuk bisa berkompetisi di ASEAN Cup. Hal ini dikarenakan lisensi mereka sudah lolos, namun dengan catatan dari LIB.

Catatan tersebut, menurut sekretaris Persebaya, Ram Surahman sudah dipenuhi sesuai dengan regulasi LIB.

Foto Tim Persebaya Surabaya. (Foto: Fitra/Ketik.co.id)Tim Persebaya Surabaya. (Foto: Fitra/Ketik.co.id)

"Kemarin di kami (Persebaya) itu catatannya dari pelatih kiper dan pelatih fisik. Kuota kami sekarang bermain seperti Madura kemarin, di ASEAN. Ya sudah lolos (lisensi) kami," jelasnya.

Sementara itu berdasarkan informasi, AFF menambah jumlah peserta ASEAN Cup musim 2025/2026 menjadi 14 tim yang sebelumnya 12 tim. Dengan bertambahnya jumlah tim, otomatis menambah jumlah pertandingan.

Total pertandingan yang diselenggarakan menjadi 54 dan durasi diperpanjang menjadi 13 hari. Indonesia diwakili dua klub yang langsung lolos ke putaran final ASEAN Cup.

Statistik Persebaya

Persebaya selama kompetisi Liga 2024/2025 tampil kurang konsisten. Sejak awal musim mereka sudah memulainya dari peringkat ke-6. Kemudian sempat bertengger di puncak klasemen hingga putaran pertama.

Kemudian di putaran kedua, peringkat Persebaya kembali merosot. Selama putaran kedua, posisi terbaik yang diraih Bajul Ijo adalah urutan ke-2. Namun tidak konsisten. Hingga akhirnya berakhir di peringkat 4.

Hingga akhir Liga 1, statistik Persebaya menunjukkan berhasil meraih 15 kemenangan, 11 seri, dan 8 kalah.

Sedangkan untuk gol, skuad Paul Munster itu telah mencetak gol sebanyak 41, kebobolan 38 gol.

Kendati tidak bisa berkompetisi di Asia, sebenarnya peringkat Persebaya di Liga 1 2024/2025 ini lebih baik, yaitu posisi 4 daripada musim sebelumnya yang hanya mampu bertengger di urutan ke-12.

Pencapaian ini bisa menjadi kado juga dari Persebaya ke Surabaya yang saat ini sedang berulang tahun.

Arti Kota Surabaya

Surabaya pada 31 Mei 2025, genap berusia 732 tahun. Kemeriahan ulang tahun Kota Pahlawan ini juga dirasakan oleh seluruh tim Persebaya.

Asisten pelatih Persebaya, Uston Nawawi misalnya. Ia mengatakan bahwa Surabaya menjadi rumah keduanya.

"Kota ini (Surabaya) merupakan tempat saya berkarier di dunia sepak bola. Semoga terus maju dan berkembang serta semakin tertib," katanya.

Selain itu Uston juga terharu dengan militansi Bonek dan Bonita dalam mendukung Persebaya.

"Sebagai pelatih Persebaya yang paling dikangeni adalah dukungan Bonek dan Bonita dimanapun kami bermain. Dukungan mereka luar biasa," katanya.

Sedangkan kiper Persebaya, Andhika Ramadhani mengatakan, hal-hal yang dirindukan dari Surabaya adalah kulinernya. Terlebih ketika Persebaya bertanding tandang.

"Kalau sedang pertandingan luar kota, yang dikangeni pertama tentu masakan ibu, masakan istri. Tapi ada juga kuliner lain, seperti rujak cingur," ujarnya.

Satu lagi, Muhammad Hidayat. Walaupun ia sudah tidak lagi menjadi bagian dari Persebaya, namun ia sudah sangat mencintai Kota Surabaya.

Pemain asal Bontang, Kalimantan Timur itu sudah delapan tahun di Surabaya. Segala hal dari Kota Pahlawan ini sangat menancap dibenaknya, seperti kuliner. Ia mengaku segala macam kuliner pernah dicoba. "Sate, pecel, banyak. Saya pernah mencoba semuanya," kata bapak satu orang anak ini. (*)

*) Ditulis oleh Tim redaksi Ketik.co.id: Shinta Miranda, Khaesar Januar Utomo, Fitra Herdian, Martudji. 

Tombol Google News

Tags:

HUT Surabaya sampah Surabaya hut 732 Surabaya macet surabaya Pemkot Surabaya