KETIK, BOJONEGORO – Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) perdana di SMAN 2 Taruna Pamong Praja Bojonegoro menuai sorotan tajam. Sejumlah wali murid mengeluhkan adanya indikasi bahwa proses seleksi lebih mengutamakan besaran sumbangan daripada kualitas akademik calon peserta didik.
Dugaan ini mencuat lantaran besaran sumbangan yang diminta sekolah melalui komite telah ditentukan, yakni Rp15 juta per siswa.
Berdasarkan pengakuan sejumlah orang tua, calon siswa yang menyanggupi sumbangan di bawah Rp10 juta tidak ada yang dinyatakan lolos saat pengumuman hasil seleksi tahap akhir, Senin 12 Mei 2025.
“Sejak tahap wawancara orang tua pada seleksi tahap II, sudah muncul kecurigaan. Komite secara terang-terangan menyampaikan kebutuhan sumbangan pembangunan fisik senilai Rp3 miliar yang dibagi ke 200 calon siswa,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebut namanya.
Edaran resmi yang ditunjukkan pihak komite mencantumkan rincian kebutuhan sumbangan untuk pembangunan fisik, antara lain pembangunan ruang kelas baru (RKB), pengadaan dipan, AC, rak sepatu, almari, meja untuk pengasuh, ruang front office, kamar mandi, sumur, dan tandon air. Sumbangan juga digunakan untuk perbaikan taman dan jalan lingkungan sekolah.
Meskipun komite menyatakan bahwa sumbangan bersifat sukarela dan tidak memengaruhi proses seleksi, kenyataan di lapangan berbicara lain, rata rata yang menyanggupi sumbangan dibawah Rp10 juta tidak lolos.
“Memang ada yang menyumbang Rp25 juta tetap tidak diterima, tetapi yang diterima kebanyakan menyanggupi Rp 15 juta ke atas, bahkan ada yang sanggup Rp50 juta hingga Rp400 juta,” kata sumber tersebut.
Rincian dan besarnya sumbangan calon siswa ditempel di papan pengumuman. (Foto: Wali Casis for Ketik.co.id)
Dari total 385 peserta yang lolos seleksi tahap I, tersisa 266 calon pada tahap akhir setelah seleksi kesehatan, baru setelah wawancara orang tua dan pantukir, hanya 200 calon taruna yang dinyatakan lolos.
Di luar sumbangan, orang tua juga diwajibkan membayar seragam sebesar Rp7 juta serta biaya asrama bulanan sebesar Rp3 juta.
Sejumlah wali murid mempertanyakan integritas proses seleksi. “Kalau memang acuannya sumbangan, seharusnya diumumkan dulu siapa yang lolos, baru kemudian dibicarakan kontribusi sesuai kemampuan. Ini justru sebaliknya,” kritik Gatot, wali murid asal Semarang.
Ia menilai pendekatan seperti ini mencederai semangat pendidikan berbasis prestasi. “Kalau begini caranya, buat apa ada tes? Sekolah seolah hanya fokus mencari dana, bukan calon siswa yang berkualitas,” tandasnya.
Padahal, sesuai aturan, komite sekolah tidak diperkenankan meminta sumbangan kepada peserta didik. Komite hanya diperbolehkan menghimpun bantuan dari pihak luar. Terlebih, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menggelontorkan dana APBD sebesar Rp 27 miliar untuk SMAN 2 Taruna Pamong Praja Bojonegoro pada tahun 2025 ini.
Saat dikonfirmasi adanya edaran sumbangan itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Aries Agung Paewai mengaku belum mengetahui secara rinci persoalan tersebut. Namun ia menegaskan bahwa tidak ada anggaran dobel semua sesuai peruntukanya di sekolah.
“Setahu saya memang ada anggaran APBD, tetapi bisa jadi belum mencukupi karena sekolah boarding memiliki kebutuhan khusus. Semua SMA Taruna di Jawa Timur itu memang berbayar, karena ada kebutuhan Taruna yang tidak tercover,” ujarnya.
Tahun ini, SMAN 2 Bojonegoro yang dipimpin Sumarmin, tidak menerima siswa reguler karena telah bertransformasi menjadi sekolah berbasis ketarunaan dan berganti nomenklatur menjadi SMAN 2 Taruna Pamong Praja Bojonegoro.
Pihak sekolah belum memberikan pernyataan resmi. Upaya konformasi masih terus dilakukan. (*)