STOP! Jangan Lagi Ada Perundungan Anak di Sekolah

Editor: M. Rifat

2 Oktober 2023 00:51 2 Okt 2023 00:51

Thumbnail STOP! Jangan Lagi Ada Perundungan Anak di Sekolah Watermark Ketik
Oleh: Sudirman*

Fenomena aksi perundungan (bullying) anak yang terjadi di sekolah viral di sosial media. Selama sepekan ini ada dua kali aksi perundungan anak. Pertama, minggu lalu terjadi di kota Cilacap, Jawa Tengah. Dua kali aksi yang sama terjadi di Surabaya, berbeda tempat.

Aksi di Surabaya terjadi pada anak sekolah dasar dan siswa sekolah menengah pertama. Di Cilacap viral di video terjadi pada sebuah sekolah menengah pertama.

Dalam tayangan video aksi perundungan di Cilacap, pelaku dan korban kelihatan mengenakan pakaian seragam. Mereka memakai hem corak batik dan celana panjang. Selama aksi perundungan terjadi nampak sekelompok siswa di sekolah tersebut cukup antusias menyaksikan. Mereka kelihatan acuh tak acuh. Para siswa berseragam sekolah tersebut tanpa ada usaha untuk melerai. Kemungkinan kelompok anak sekolah tersebut merupakan sebuah gang sekolah setempat.

Tayangan video yang sempat diviralkan melalui whatsapp (WA) sangat menyedikan dan membuat prihatin. Pelaku tanpa ada rasa belas kasihan kepada sesama teman satu sekolah. Aksi kekerasan anak ini sering kita jumpai di sosial media. Kejadiannya direkam secara utuh dalam video dengan durasi cukup panjang. Pemukulan ala atlet tinju, tendangan ala kung fu terlihat dalam aksi menyakitkan tersebut.

Netizen yang melihat kejadian tersebut banyak berkomentar bervariasi. “Pelaku setelah menerima sanksi hukum dan pembinaan perlu diikutkan wajib militer,“ kata Ibu Oemi dalam komentarnya di salah satu Grup WA.

Apa penyebab aksi perundungan sering terjadi? Pelaku kekerasan ini motifnya belum begitu jelas. Ada yang mengatakan gara-gara tersinggung dengan ucapan celotehan di dalam kelompok anak-anak tersebut. Atau ada anggota kelompok anak-anak tersebut tidak mau melaksanakan perintah ketua kelompoknya.

Aksi perundungan di Surabaya terjadi di sebuah sekolah SMP. Korban menderita luka memar yang serius. Dalam kasus ini, orang tua korban melapor kepada pihak berwajib untuk diproses secara hukum. Sementara seorang anak SD juga menjadi aksi kekerasan serupa. Korban yang menderita luka parah bisa disembuhkan. Namun, setelah tiga bulan kemudian penderita mengalami kelumpuhan.

Orang tua yang anaknya jadi korban aksi perundungan tentu saja tidak tinggal diam. Ada yang lapor ke polisi. Ada juga yang diselesaikan damai secara kekeluargaan. Kedua tindakan tersebut ternyata belum bisa menyelesaikan fenomena perundungan secara tuntas.

Aksi perundungan terhadap anak perlu distop. Dalam mengatasi fenomena aksi perundungan ini perlu sinergi dari berbagai pihak. Misalnya terjadi di lingkungan sekolah, pihak kepala sekolah tidak bisa menyelesaikan secara sepihak. Upaya sinergi perlu dilakukan antara lain kerja sama dengan orang tua, dewan sekolah  dan Osis setempat. Sementara petugas Babinkamtibmas perlu diajak untuk memberikan bimbingan kepada pelaku aksi perundungan tersebut.

Psikolog Andrew Mellor dalam website mengatakan, perundungan adalah pengalaman yang terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain. Sementara korban merasa takut untuk melapor kepada keluarga atau pihak lain.

Ada beberapa tipe pencegahan aksi kekerasan semacam ini. Keluarga korban aksi perundungan bisa melapor kepada pihak sekolah jika anak menjadi korban. Di dalam lingkungan keluarga bisa membangun komunikasi orang dengan anak, mendisiplinkan anak tanpa mengurangi martabat anak.

Tips mencegah perundungan oleh anak perlu menjalin hubungan pertemanan yang positif, melapor kepada guru bila terjadi perundungan, ikut membantu teman yang kena aksi perundungan, saling mendukung di antara pertemanan, membantu memberikan informasi kepada sekolah bila ada tanda-tanda akan terjadi aksi perundungan. Sangat penting bila antara teman saling menghargai  pendapat sesama teman yang lain. (*)

*) Oleh: Sudirman, Jurnalis Senior, Redaksi Ketik.co.id

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id. Berikan keterangan OPINI di kolom subjek

- Panjang naskah maksimal 800 kata

- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP

- Hak muat redaksi.

Tombol Google News

Tags:

Sudirman Bullying perundungan sekolah anak diskriminasi viral media sosial