KETIK, JAKARTA – Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan fakta mengkhawatirkan. Disebutkan praktik menyontek dan plagiarisme masih merajalela di sekolah dan kampus Indonesia.
Kondisi itu membuat KPK menyoroti perlunya pembenahan serius dalam sistem Pendidikan. KPK menyebut seharusnya sekolah dan kampus adalah rumah dalam membuat fondasi dasar serta pembentukan karakter integritas generasi muda tanah air.
Survei ini melibatkan lebih dari 449 ribu responden di 36.888 satuan Pendidikan. Hasilnyua menunjukkan 78 persen sekolah dan 98 persen kampus masih menghadapi persoalan menyontek.
Tidak hanya itu, 43 persen responden di perguruan tinggi mengakui adanya praktik plagiarisme, sementara 6 persen menyebutkan kejadian serupa terjadi di sekolah.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengungkapkan bahwa temuan ini harus menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan.
"Menyontek dan plagiarisme adalah bentuk ketidakjujuran akademik yang menggerus nilai integritas. Ini terjadi di mayoritas sekolah dan kampus," tegas Wawan dalam keterangan tertulis, Minggu 27 April 2025.
Masalah integritas lainnya yang ditemukan dalam SPI ini adalah tingginya ketidakhadiran guru dan dosen tanpa alasan jelas, serta tingkat keterlambatan yang signifikan baik dari siswa maupun tenaga pengajar.
Sebanyak 69 persen siswa menyebut guru masih sering terlambat, dan 96 persen mahasiswa menyatakan hal serupa terhadap dosen.
Indeks Integritas Pendidikan 2024 sendiri berada di angka 69,50, dikategorikan dalam level korektif. Artinya, perbaikan besar masih diperlukan di berbagai aspek.
Menanggapi temuan ini, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, menyebut bahwa data SPI menjadi dasar evaluasi dan transformasi menyeluruh dalam dunia pendidikan.
“Kami akan menguatkan budaya akademik yang berintegritas, meningkatkan kapasitas SDM, mereformasi tata kelola, dan membangun kolaborasi dengan KPK dalam pengembangan pendidikan antikorupsi,” kata Stella.
Empat pendekatan akan diusung dalam transformasi ini yakni berbasis nilai, kesadaran, kepatuhan, dan manajemen risiko. Kolaborasi lintas lembaga diharapkan mampu menanamkan kembali nilai-nilai kejujuran sejak dini, dari ruang kelas hingga bangku kuliah.
Dengan hasil SPI ini, pendidikan di Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan besar: menjaga kualitas intelektual tanpa mengorbankan integritas moral. (*)