Pilkada 2024 kini sudah berada di depan mata. Pada saat Menjelang Kontestasi politik sudah menjadi hal yang biasa apabila tempratur politik semakin menghangat tentu hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dalam dinamika politik.
Kendati demikian, ada suatu tindakan kecurangan dan pembodohan yang perlu kitanya kita waspadai bersama. Apa itu? Ya, Politik uang atau yang biasa dikenal dengan istilah Money Politik.
Perbuatan tersebut sering kali mengelabui masyarakat akan perannya dalam memilih calon pemimpin yang amanah. Fenomena ini digunakan para calon politik kerap muncul untuk menggaet suara dari masyarakat.
Politik uang adalah suatu tindakan untuk mempengaruhi keputusan pemilih atau penyelenggara pemilu dengan memberikan imbalan materi atau bentuk lainnya.
Berdasarkan definisi ini, politik uang dapat dianggap sebagai bentuk suap. Suap dimana rakyat di tekankan agar memilih calon yang memberikan uang atau dalam bentuk lain misalnya sembako agar mendapatkan suara dari masyarakat.
Tanpa memikirkan bagaimana dampak yang akan dialami jika memilih calon pemimpin yang tidak amanah dan tidak menepati janji kampanyenya. Cara ini masih sering terjadi dalam setiap masa pemilihan mulai dari tingkat yang tinggi hingga sampai tingkat level yang paling rendah dalam tatanan pemerintahan.
Politik uang (Money Politics) perlu menjadi perhatian serius dalam menuju Pilkada 2024. Politik uang sudah menjadi rahasia umum di negeri ini saat menjelang kontestasi demokrasi.
Seharusnya calon pemimpin di berbagai daerah dipilih berdasarkan kompetensi dan kapabilitas yang dimiliki justru menjadi terabaikan oleh sebagian orang yang hak suaranya dapat dibeli.
Keberlangsungan politik uang tak lepas dari cara pandang masyarakat pemilih yang permisif terhadap uang politik itu sendiri, tak heran jika kita pernah mendengar sebuah kalimat "yang ada uangnya maka dialah yang akan dicoblos".
Masalah ini tentu telah mendarah daging terhadap para kandidat dan calon pemilih pada setiap masanya sehingga problem tersebut berdampak pada rusaknya integritas dan esensi demokrasi yang diakibatkan politik uang.
Tak hanya berhenti di situ, kerusakan di negeri ini akan semakin parah akibat politik uang dimana akan terjadinya korupsi di ranah pemerintahan. Pemimpin yang terpilih melalui politik uang tentu akan cenderung memikirkan pengembalian modal yang telah dikeluarkan selama masa kampanye, sehingga tak heran jika terjadinya pengabaian pada visi, misi serta aspirasi masyarakat.
Tak cukup sampai disini saja, dampak negatifnya yang akan akan timbul yakni pada kebijakan-kebijakan umum serta pembangunan daerah. Penyaluran politik uang biasanya berupa tunai dan juga sembako yang diberikan oleh timses calon.
Sangat disayangkan, jika calon pemimpin kita dikuasai oleh orang-orang yang akan rakus kekuasaan sehingga cara demikian dilakukan tanpa disadari perbuatan tersebut membodohi masyarakat dan bahkan ini akan berkelanjutan terhadap anak muda yang akan menjadi penerus bagi mereka.
Sebagai negara demokrasi, kini saatnya kita memperkuat partisipasi pemilih dan menghindari praktik politik uang dalam setiap kontrstasi pemilihan. Partisipasi pemilih yang aktif akan membantu memastikan bahwa keputusan politik mencerminkan keinginan dan aspirasi seluruh rakyat.
Sebaliknya, rendahnya partisipasi pemilih bisa membuka peluang bagi politik uang dan manipulasi hasil pemilihan.
Tentunya kita semua ingin bahwa di negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang memiliki kompeten dan ngopeni terhadap rakyatnya. Oleh karena itu mari kita bersama-sama untuk melawan politik uang itu dan memilih calon pemimpin yang berkomitmen untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan kekuasaan, pemimpin yang memikirkan kesejahteraan rakyat bukan kesejahteraan para elit penguasa.
Hanya dengan menolak dan melawan politik uang dalam pilkada 2024 kita bisa mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan dan bertanggung jawab. Jangan biarkan suara kita dibeli atau dimanipulasi.
Mari kita pastikan bahwa masa depan kita dipimpin oleh orang-orang yang benar-benar berkomitmen untuk kemajuan dan keadilan bagi semua.(*)
*) Abdul Manan, S.H adalah praktisi hukum
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)