Warga Pacitan Sulap Limbah B3 PLTU Jadi Batu Bata, Ini Keunggulannya

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: Mustopa

14 Oktober 2024 17:55 14 Okt 2024 17:55

Thumbnail Warga Pacitan Sulap Limbah B3 PLTU Jadi Batu Bata, Ini Keunggulannya Watermark Ketik
Batu bata berbahan FABA saat diukur bobot dan ketahanannya oleh tim peneliti dari Surakarta, Senin, 14 Oktober 2024. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Limbah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), yang merupakan bagian dari limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), ternyata bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku batu bata.

Inovasi ini dilakukan Budi Handoko, pemilik sentra batu bata di Kampung Gerabah, Dusun Gunung Cilik, Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung, Pacitan.

Budi menceritakan, pemanfaatan FABA dari PLTU Sudimoro Pacitan sebagai bahan baku batu bata ini baru ia mulai sekitar empat bulan terakhir. 

"Awalnya kami ingin bekerja sama dengan PLTU, ternyata PLTU malah mengajak kami menjadi mitra mereka dalam pengelolaan FABA. Itu diberikan secara gratis," kata Budi, Senin, 14 Oktober 2024.

Namun, proses pengolahan FABA tidak semudah yang dibayangkan. Materialnya harus disaring dulu untuk menghilangkan komponen besi keras yang tidak bisa diproses. 

"Setelah itu baru FABA digiling dan bisa digunakan," jelasnya kepada Ketik.co.id

Meski batu bata yang dihasilkan masih dalam tahap percobaan, Budi optimistis bakal bernilai cuan.

"Untuk sementara belum dijual karena masih dalam tahap uji lab di Magelang dan Surakarta. Hasilnya belum keluar, jadi kami belum berani mengedarkan," tambahnya.

Foto Potret hasil inovasi Budi, pemilik sentra batu bata FABA di Kampung Gerabah Pacitan. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)Potret hasil inovasi Budi, pemilik sentra batu bata FABA di Kampung Gerabah Pacitan. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

Menurut Budi, inovasi ini memiliki potensi besar. Selain lebih ramah lingkungan, batu bata dari FABA ini diharapkan punya keunggulan lebih dibanding batu bata dari tanah liat biasa.

Salah satu kelebihan lain dari batu bata ini adalah kekuatan dan bobotnya.

"Sebetulnya hasilnya bisa lebih ringan dan keras. Namun, saat ini masih terasa berat karena komposisi saat ini baru 30 persen FABA yang digunakan. Targetnya kedepan 50 persen FABA dan 50 persen tanah liat," imbuhnya.

Saat ditanya apa ada punya dampak negatif dalam proses pengelolaannya. Budi menjawab, sejauh ini belum ada.

"Saat pembakaran tidak ada efek negatif, bahkan suaranya malah lebih nyaring kalau diketuk," ungkapnya.

Budi berharap inovasi ini bisa melibatkan lebih banyak warga sekitar. Pasalnya, mitra dari PLTU ini adalah kampung gerabah. "Warga sekitar tentunya juga bisa ikut mengelola FABA ini.

Jika inovasi ini berhasil, harga batu bata dari FABA bisa lebih kompetitif. Saat ini, harga batu bata dari tanah liat per biji sekitar Rp700, sementara penggunaan FABA diharapkan dapat memangkas biaya produksi hingga 50 persen.

"Awalnya kami mencoba membuat gerabah, tetapi hasilnya kurang halus, jadi kami fokus ke batu bata saja. Ini kami tinggal nunggu rilis dari lab, aman apa tidak untuk diedarkan," tutupnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan