KETIK, YOGYAKARTA – Berbicara mengenai peringatan Hari Kartini bukan sekadar mengingatkan kita soal keberadaan Kebaya dan sanggul. Pun juga maraknya pawai budaya.
RA Kartini adalah tokoh penting dalam perjuangan emansipasi perempuan Indonesia.
Perjuangannya memberikan banyak makna. Dialah sosok pendobrak. Perempuan pribumi yang berani berpikir melawan keterbatasan di era kolonialisme penjajahan.
Jika sebelumnya perempuan hanya dipandang dalam ruang gerak yang sempit: seputar dapur, sumur, dan kasur, berkat perjuangan RA Kartini, kaum hawa bisa terlepas dari belenggu keterbatasan seperti itu di negeri ini. Sehingga mereka mampu untuk bergerak dan maju dalam kesetaraan.
Pahlawan asal Jepara, Jawa Tengah, kelahiran 21 April 1879, Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau RA Kartini memang dikenal berperan dalam perjuangan emansipasi perempuan dan keadilan.
Baik dalam konteks hukum maupun masyarakat.
Juga menginspirasi banyak perempuan untuk berkarya di berbagai bidang.
Berkat perjuangannya pula mereka berhak mendapatkan penghormatan melalui emansipasi dengan memberikan keseimbangan kesempatan di berbagai bidang. Termasuk pada bidang penegakan hukum, seperti menjadi Polisi, Jaksa, Hakim, maupun Pengacara.
Cristina Wulandari mendampingi kliennya masuk ke mobil tahanan. (Foto: Purwono/Ketik.co.id)
Salah satu contohnya adalah Advokat atau Pengacara asal Yogyakarta Christina Wulandari SH. Founder sekaligus Direktur CW Lawfirm ini semakin berkibar namanya.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta tahun 2006 ini sebelumnya dikenal sangat tertarik dengan hukum bisnis maupun perlindungan perempuan dan anak.
Kiprahnya sebagai pejuang hukum saat menjadi Direktur salah satu LBH di Sleman juga sudah harum.
Kini namanya tengah menjadi perhatian publik. Penyebabnya karena mendampingi salah satu tersangka (dari pihak swasta/pelaku usaha) dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) Kalurahan Trihanggo, Gamping, Sleman.
Meski dikenal memiliki relasi yang luas termasuk di dunia kepengacaraan, tentu ada penilaian tersendiri dari kliennya yang berinisial ASA ini hingga mantan Sekretaris Jenderal DPC Peradi Sleman tersebut dipercaya mendampingi kliennya dalam menghadapi perkara yang banyak menyita perhatian masyarakat itu.
"Dogma Perempuan sebagai Aparat Penegak Hukum masih dianggap sebagai hal yang tidak strategis," ucap Christina.
"Padahal secara karakter, sifat dasar perempuan yang multitasking dengan pendekatan yang humanis dan komprehensif, merupakan modal penting dan utama dalam penegakan hukum," tambahnya.
Untuk diketahui, pelaku usaha atau pihak swasta ini oleh Kejari Sleman disangka terlibat dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam pemanfaatan TKD di Kalurahan Trihanggo tersebut. Ia diduga melakukan gratifikasi atau penyuapan terhadap penyelenggara negara (Lurah) dan dijerat dengan sejumlah pasal.
Nah, usai ditetapkan sebagai tersangka, hari itu juga, Selasa 15 April 2025, ASA yang dikenal sebagai pemilik salah satu kelab hiburan malam ternama di Sleman di tahan di Rutan Cebongan Sleman.
Di sinilah mental Christina Wulandari diuji. Meski sebagai perempuan ia harus bisa menunjukan profesionalisme-nya selaku Advokat dalam memperjuangkan hak kliennya. Baik saat mendampingi pemeriksaan kliennya. Maupun meyakinkan keamanan pribadi kliennya saat akan dibawa masuk ke mobil tahanan.
"Saya mengajak perempuan pekerja untuk selalu upgrade diri menjadi pribadi yang mampu melakukan pengembangan kemampuan, etos kerja, visioner, integritas dan loyalitas serta mandiri dan berdedikasi dalam setiap tugas/pekerjaannya," jelas Christina.
Kartini masa kini ini menambahkan, ia akan terus berjuang dan berbuat yang terbaik untuk keadilan kliennya di dunia advokat. Sesuai dengan profesi dan keahlian yang disandangnya. (*)