KETIK, SIDOARJO – Suroso duduk tercenung. Di kursi kayu tua peninggalan orang tuanya, lelaki 56 tahun itu menutupi wajahnya. Air mata tertahan di sudut matanya. Tetangga-tetangga menemaninya.
Suroso adalah pria sebatangkara. Tak pernah menikah. Kedua orang tuanya sudah lama wafat. Mewariskan sebuah rumah tua di RT 04 RW 03, Desa Tulangan, Kecamatan Tulangan. Posisinya terjepit sekitar 50 meter dari jalan desa. Pojokan. Gang buntu.
Lantainya tegel kuning usang. Sebagian lantai masih tanah. Kondisi rumah warisan ini sangat parah. Atapnya ambruk total. Dari dapur hingga ruang tamu. Bambu-bambu penyangga plafon patah. Genting payon telah berjatuhan.
Rumah itu punya tiga bilik. Semuanya sudah tak bisa ditempati. Seluruh atap kamar itu dan plafonnya rubuh. Yang tersisa cuma teras.
Di sanalah Suroso kini tinggal. Dia mengusung dipan, kasur kempes, dan kursi tua. Agar tidak terlihat oleh tetangga, bujangan itu menata lemari dan rak. Sebuah kamar darurat kini menjadi tempat berlindung satu-satunya.
Jumat (25 April 2025), H Dhamroni Chudlori menyambangi Suroso. Dia disapa dengan begitu ramah. Seakan-akan teman lama yang sudah puluhan tahun tidak pernah bertemu.
”Kulo masih ingat, kok. Bapak Njenengan (KH Chudlori) baik sekali,” ungkap Suroso.
”Oh nggih ta?” jawab Dhamroni Chudlori.
Anggota DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori memberikan semangat kepada Suroso, warga Tulangan, yang hidup sebatangkara. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Anggota DPRD Sidoarjo asal Tulangan itu pun ingat. Pria yang berusia sebaya dengannya itu ternyata teman seangkatan di SMP Hasjim Asj'ari Tulangan. Suroso tidak miliki handphone. Tak punya istri. Selama sekolah, dia pendiam dan dikenal tertutup. Wajahnya sekarang sudah jauh berubah. Namun, ada kesan pernah saling kenal saat tatap muka.
”Sampeyan kenapa? Sakit apa?” tanya Dhamroni Chudlori lagi.
”Kulo kena diabetes. Kaki sakit. Badan lemas. Kalau berdiri agak lama, rasanya pusing dan mau jatuh,” ucap Suroso.
Karena sakit itulah, dia tidak bisa lagi bekerja aktif sebagai sekuriti di salah satu bank swasta di Tulangan. Penghasilannya sekarang tidak tentu. Jangankan memperbaiki rumah, untuk hidup sehari-hari saja, pendapatannya pas-pasan. Uangnya sering habis buat berobat.
Suroso sendirian. Tidak ada lagi tempat untuk berkeluh kesah. Dia masak sendiri. Di ruang tamu yang atapnya sudah keropos. Tidur pun di teras rumah. Untunglah ada beberapa tetangga yang baik hati. Mereka memberi tahu anggota DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori tentang kondisi Suroso. Lewat kader kesehatan setempat.
Nah, saat bertamu ke tempat tinggal Suroso Jumat pagi itu, Dhamroni Chudlori melihat sendiri kondisi rumah teman satu SMP-nya itu. Sungguh-sungguh parah. Hancur semua. Rayap benar-benar melahap habis semua kayu di rumah tersebut. Kalau hujan turun, Suroso harus menguras air yang nggerojok masuk ke rumahnya. Banjir.
”Bahaya ini. Setiap waktu bisa ambruk,” kata wakil rakyat yang menjabat ketua Komisi D (Bidang Kesejahteraan Rakyat) DPRD Sidoarjo ini.
Dia intip kamar Suroso. Memprihatinkan. Dhamroni Chudlori lantas menelepon seorang pengurus Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Sidoarjo. Langsung tersambung.
”Pak Kiai, minta tolong Pak Suroso diperhatikan nggih. Ini benar-benar butuh uluran tangan. Kasihan, Pak,” ungkapnya kepada H Ilhamuddin, wakil ketua Baznas Sidoarjo. Ada ekspresi tak tega dalam nada bicaranya. Dhamroni Chudlori lalu menanyakan KTP dan kartu keluarga (KK) Suroso.
”Semua dimakan rayap. Sama lemarinya sekalian. Sertipikat rumah, foto keluarga, surat-surat lain juga semuanya habis, Pak,” tutur Suroso sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ada isak tangis yang tertahan.
Jawaban yang dia dapat begitu tragis. Kenangan keluarga Suroso cuma tersisa sang ayah, RM Djojopoernomo. Berbusana tradisional ala keraton Jawa. Tergantung di tembok basah. Pelur-pelur semen rontok. Anai-anai menyantap kusen pintu dan jendela.
Gara-gara rayap bedebah itulah, Suroso kini sangat sulit mengurus dokumen untuk dapat bantuan sosial. Santunan warga miskin jenis apa pun tidak pernah diterimanya. Sama sekali.
”Mpun nangis, Pak Suroso. Kulo bantu nguruskan,” kata Dhamroni Chudlori yang juga ketua Fraksi PKB di DPRD Sidoarjo. Wakil rakyat di DPRD Sidoarjo itu memang sering blusukan ke desa-desa. Baik di Kecamatan Tulangan, Prambon, Wonoayu, maupun Krembung.
Para tetangga menyaksikan anggota DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori yang bertemu teman sekolahnya, Suroso. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Tidak lama kemudian, Dhamroni Chudlori menghubungi perangkat Pemerintah Desa dan Kecamatan Tulangan. Minta Suroso dibantu segera dapat KTP dan KK agar tersentuh bantuan sosial. Baik sokongan beras, makanan, uang, atau apa pun.
Yang penting bisa meringankan beban pria tanpa sanak saudara itu. Kelurahan dan kecamatan siap membantu. KTP dan KK pria kelahiran 5 Juli 1969 tersebut segera dicetak. Isinya hanya berisi satu nama. Suroso seorang diri.
Dhamroni Chudlori kemudian bertanya. Selain menjadi satpam, apa Suroso punya keterampilan lain yang bisa untuk mencari nafkah. Ternyata dia suka memasak. Suroso diminta segera mengambil KTP dan KK. Secepatnya mengurus juga surat keterangan tidak mampu agar bisa dapat BPJS Kesehatan. KTP sudah jadi. BPJS Kesehatan pun langsung aktif.
”Sampeyan berobat nggih. Nanti kalau sudah sehat, kulo bantu cari kerjaan,” tambah Dhamroni Chudlori. Dia lalu menyalami Suroso dan memberikan bantuan dari pribadinya.
”Maturnuwun, Pak Dhamroni. Njenengan baik seperti Bapak Sampeyan, Pak Chudlori. Semoga selalu sehat nggih,” ucap Suroso. Lalu, menyeka air mata dari kedua bola matanya dengan ujung jari telunjuknya. Sesenggukan. Para tetangga terdiam. Ikut nangis? (*)