BMKG Terus Pantau Megathrust di Jalur Samudra Bagian Selatan

Jurnalis: Samsul HM
Editor: Mustopa

18 Agustus 2024 10:21 18 Agt 2024 10:21

Thumbnail BMKG Terus Pantau Megathrust di Jalur Samudra Bagian Selatan Watermark Ketik
Peta prakiraan dampak Megathrust di wilayah samudera bagian selatan (Foto: BMKG)

KETIK, SURABAYA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus memantau perkembangan kemungkinan terjadinya gempa megathrust di Selatan Sunda dan Mentawai-Siberu. Termasuk BMKG Juanda, Sidoarjo.

Prakirawan BMKG Juanda, Sidoarjo Diah Nivovita saat dihubungi Ketik.co.id menjelaskan, megathrust memang ada di jalur samudra bagian selatan. Maka tentu saja di bagian wilayah Selatan Jatim akan terdampak. Namun Diah belum bisa memastikan wilayah di Jatim yang akan terkena imbasnya.

Sementara itu, Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG telah membuat rilis penjelasan mengenai Gempa Megathrust yang ramai ditulis di media sosial. Bakhan gempa dasyat menjadi perbicangan masyarakat. 

Dr. Daryono, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG  menjelaskan, pembahasan mengenai potensi gempa di zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru. 

"Terjadi sudah lama, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi gempa dan Tsunami Aceh 2004," jelasnya 

Menurut dia, munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini. Sehingga, seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. “Tidak demikian,” jelasnya. 

BMKG hanya mengingatkan kembali keberadaan zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. 

Seismic gap ini memang harus diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu. 

Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M 7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang. 

Daryono menjelaskan, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024  lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di megathrust Nankai. 

Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan warga di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberu.

Sejarah Gempa di Nankai:

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun). 

Sementara  gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun). Artinya kedua seismic gap Indonesia periodenya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya.

Terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “tinggal menunggu waktu” yang disampaikan sebelumnya karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar. Namun bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat.

Dikatakan “tinggal menunggu waktu” karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi.

Daryono menjelaskan, perlu dipahami bersama, bahwa hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa, sehingga tidak tahu kapan gempa akan terjadi sekalipun tahu potensinya.
 
Karena itu, BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa.(*)

Tombol Google News

Tags:

BMKG Megathrust