Bulan Bhakti Kota Probolinggo, Warisan Sosial Era dr Aminuddin

18 Juni 2025 18:04 18 Jun 2025 18:04

Thumbnail Bulan Bhakti Kota Probolinggo, Warisan Sosial Era dr Aminuddin
oleh: Eko Hardianto *)

Jumat malam, 16 Juni 2025, halaman Klenteng Tri Dharma Sumber Naga, Kota Probolinggo berubah menjadi ruang kebudayaan. Kesannya meriah namun akrab. Wali Kota Probolinggo dr. Aminuddin, dan beberapa anggota forkopimda juga hadir. Mereka jelas hadir sebagai tamu kehormatan. Tanpa panggung resmi, para talent tampil di tengah halaman klenteng. Membawa pertunjukan barongsai, hingga musik tradisi Tionghoa. 

Di sisi barat Klenteng Sumber Naga, di halaman sendiri dan terpisah, berjejer stand UMKM dan kuliner khas Pecinan. Jajanan dan makanan seperti kwecap, onde-onde, dan bakcang, ramai dikunjungi. Suasana terasa hidup dan guyub. Menghadirkan wajah kota yang hangat, sederhana, namun penuh makna.

Event Larasati 2 digelar Dinas Pariwisata Kota Probolinggo. Menyambung Larasati 1 yang digelar beberapa pekan sebelumnya. Gelaran Larasati, sejatinya ajang pelestarian budaya yang ditumbuhkan Pak Dokter Aminuddin. Kegiatan ini tidak saja menghadirkan hiburan bagi warga. Tetapi juga ruang ekonomi bagi pelaku usaha kecil. Selebihnya, sebagaimana harapan wali kota asal Palembang itu, tentu untuk memperkuat hubungan lintas etnis.

Usai acara, penulis berkesempatan berbincang santai dengan Pak Dokter. Orang nomor satu di Kota Probolinggo, itu ditemani Kepala Dinas Pariwisata, Drs. Deta Antariksa. Sedangkan penulis ditemani Cak Munadi, Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PPKL) Kota Probolinggo. 

Dalam percakapan itu, dr. Aminuddin, menyampaikan tekadnya. Ia ingin mendorong kebangkitan sektor budaya dan UMKM. Menurutnya, dua sektor itu pilar penting dalam pemulihan ekonomi. Ia menyebut, pentingnya membuka pintu bagi masyarakat agar terlibat langsung. Bukan hanya sebagai penonton, tetapi juga penggerak. “Yang kita butuhkan bukan hanya event, tapi partisipasi. Warga harus merasa ini acara mereka sendiri,” ujarnya.

Mumpung menjabat sebagai kepala daerah, ia ingin menyatukan berbagai macam potensi. Mulai komunitas, seniman, pelaku usaha, hingga lembaga pendidikan bisa berkolaborasi dan terintegrasi. Baginya, Kota Probolinggo, harus tampil sebagai kota yang aktif, terbuka, dan punya ritme budaya yang kuat. Namun hingga obrolan malam itu berakhir, belum ada nama khusus atau kerangka besar yang disampaikan untuk menyatukan semua kegiatan itu.

Dari sinilah, sebagai penulis sekaligus warga kota, muncul pertanyaan sederhana. Mengapa tidak sekalian saja gagasan wali kota ini dikemas dalam satu tema “Bulan Bhakti Kota Probolinggo?”. Jika institusi militer punya Bulan Bhakti TNI, di era Pak Dokter Aminuddin, ada Bulan Bhakti Kota Probolinggo. Hehehe.

Bayangkan jika seluruh inisiatif itu dirangkai dalam satu masa khusus. Satu bulan penuh dalam setahun. Dimana seluruh elemen kota bergerak serempak. Kegiatan seni, pertunjukan jalanan, hingga pameran UMKM. Lalu edukasi publik, lomba kampung bersih, dialog antar komunitas, hingga agenda sosial lingkungan. Seluruhnya disusun sebagai gerakan kolaboratif. Tidak hanya menyentuh pusat kota. Tapi menjalar hingga kelurahan dan kampung-kampun. 

Bulan Bhakti Kota Probolinggo, bukan hanya gagasan selebrasi. Tapi kerangka kerja kultural dan ekonomi berbasis partisipasi warga. Dalam bulan itu pula, agenda tahunan Semipro (Seminggu di Kota Probolinggo) bisa dijadikan puncak acara. Semipro melengkapi seluruh rangkaian kegiatan yang berjalan tiga pekan sebelumnya. Dengan begitu, Semipro, maupun HUT Kota Probolinggo, tidak lagi berdiri sendiri. Melainkan menjadi bagian dari sebuah narasi besar tentang keterlibatan dan cinta warga terhadap kotanya.

dr. Aminuddin, sendiri penulis kenal sebagai sosok terbuka. Ia tidak alergi akan ide-ide logis dan realistis. “Kalau ada usulan semacam itu, tentu sangat menarik. Kita butuh format yang menyatukan semuanya, agar energi warga tidak terputus-putus,” ujarnya di momen lain, saat berbincang dengan penulis. Sebagai dokter juga motivator, dr. Aminuddin, menyadari gerakan sosial-budaya akan lebih kuat jika punya simbol yang berulang. Yang dikenali dan dirayakan bersama, tahun demi tahun.

Bulan Bhakti, Kota Probolinggo, penulis rasa juga memperkuat daya tarik wisatawan dan investor. Tidak melulu tentang destinasi. Tetapi tentang suasana, semangat, dan kekayaan sosial yang terpancar dari warganya. Kegiatan seperti Larasati telah membuktikan pengunjung tidak hanya mencari tempat. Tetapi juga pengalaman dan Probolinggo, bisa memberikannya.

Lebih dari itu, Bulan Bhakti Kota Probolinggo, adalah cara untuk mengabadikan jejak kepemimpinan dr. Aminuddin. Bulan Bhakti Kota Probolinggo, bakal menjadi warisan yang hidup. Sebuah inisiatif yang tumbuh dari bawah, difasilitasi oleh pemerintah, dan diwariskan lintas generasi. Kota tidak hanya dikenang dari bangunan atau jalan baru. Tetapi dari bagaimana ia merawat semangat warga dan menciptakan ruang kebersamaan yang bermakna.

Lampion-lampion di halaman klenteng masih menyala redup saat percakapan kami selesai. Namun dari malam yang sederhana itu, lahir gagasan besar. Menjadikan semangat kebudayaan dan partisipasi warga sebagai denyut utama pembangunan kota. Bulan Bhakti Kota Probolinggo, bukan mimpi yang muluk. Tapi bentuk cinta paling nyata terhadap sebuah kota kecil yang tak pernah kehilangan harapan dan semangatnya. Salam. *)

*) Eko Hardianto adalah jurnalis Ketik.co.id untuk Probolinggo Raya.

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

Kota Probolinggo LARASATI KOTA PROBOLINGGO Eko Hardianto Bulan Bhakti Kota Probolinggo Aminuddin