KETIK, BLITAR – Masyarakat Blitar Peduli Pendidikan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) atau hearing dengan Komisi 1 DPRD Kota Blitar di ruang Graha Paripurna, Kamis 20 Maret 2025. Dalam pertemuan ini, mereka menyoroti berbagai kendala tata ruang yang dianggap menghambat pengembangan pendidikan di Kota Blitar, khususnya bagi Universitas Islam Balitar (Unisba).
Koordinator Masyarakat Blitar Peduli Pendidikan, Mohammad Trijanto, menyampaikan keprihatinannya terkait kesulitan Unisba dalam memperoleh izin pembangunan akibat keterbatasan regulasi tata ruang.
“Saat ini, krisis tata ruang sangat merugikan perkembangan kampus. Universitas Islam Balitar kesulitan mendapatkan izin pembangunan, padahal kebutuhan akan fasilitas pendidikan semakin meningkat,” tegas Trijanto.
Selain itu, Trijanto juga mengungkapkan adanya dana hibah sebesar Rp 126 miliar yang tidak terserap karena terkendala regulasi. Dana tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di Blitar.
“Ini angka yang sangat besar. Seharusnya dana hibah ini dapat digunakan untuk mendukung peningkatan fasilitas pendidikan yang sangat dibutuhkan, tetapi malah tertahan karena kendala birokrasi,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Masyarakat Blitar Peduli Pendidikan meminta DPRD dan Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar untuk segera merevisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Mereka berharap kawasan Unisba dapat ditetapkan sebagai zona pendidikan strategis agar proses pengembangannya tidak lagi terhambat.
“Kami ingin memastikan bahwa kebijakan tata ruang di Kota Blitar benar-benar memprioritaskan sektor pendidikan, bukan malah menghambatnya,” ungkap Trianto.
Tak hanya itu, RDP ini juga menyoroti ketidakadilan dalam implementasi regulasi tata ruang. Sejumlah peserta menyesalkan kemudahan pembangunan fasilitas lain, seperti Lapas Kelas IIB Blitar dan Hotel Santika, sementara pembangunan fasilitas pendidikan justru menghadapi berbagai kendala.
Masyarakat berharap Forum Penataan Ruang (FPR) dapat lebih aktif dan tegas dalam menegakkan regulasi yang mendukung pendidikan.
“Kami ingin FPR menjadi mediator yang efektif antara masyarakat dan pemerintah daerah, agar kebijakan tata ruang lebih berpihak kepada kepentingan pendidikan,” harap Trianto.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi 1 DPRD Kota Blitar, Agus Zunaidi, menyatakan bahwa pihaknya siap mendorong Pemkot Blitar untuk segera menyelesaikan permasalahan perizinan dan zonasi dalam pembangunan fasilitas pendidikan.
“Banyak usulan pembangunan fasilitas pendidikan yang masih tertunda. Kendalanya bukan hanya waktu, tetapi juga terkait dengan perizinan dan koordinasi dengan Komisi III yang membidangi tata ruang,” jelas Agus.
Menurutnya, salah satu permasalahan utama adalah proses perizinan mendirikan bangunan (IMB) dan ketentuan zonasi lahan. Banyak lahan yang sebenarnya tersedia, namun belum masuk dalam zona yang diizinkan untuk pembangunan fasilitas pendidikan.
“Kami meminta Pemkot Blitar segera mencari solusi. Jika lahan sudah ada tetapi belum masuk zonasi pendidikan, apakah masih tidak diperbolehkan? Ini perlu kebijakan yang lebih fleksibel,” ujar Agus.
Ia juga menyoroti lemahnya penegakan Peraturan Daerah (Perda) terkait pembangunan fasilitas pendidikan.
“Penegakan Perda di Kota Blitar masih lemah. Kita harus memperbaiki ini agar kebijakan yang ada benar-benar bisa berjalan dengan baik,” tambahnya.
DPRD Kota Blitar berkomitmen untuk terus mengawal permasalahan ini. Agus menegaskan bahwa hearing ini bukanlah yang terakhir, melainkan awal dari pembahasan yang akan terus dikawal agar kebijakan tata ruang lebih berpihak pada pendidikan.
“Kami berharap diskusi ini tidak hanya dilakukan sekali, tetapi berkelanjutan sampai ada solusi yang nyata,” pungkasnya.
Sebagai bentuk komitmen, kegiatan RDP ini ditutup dengan penandatanganan Pakta Integritas antara perwakilan Masyarakat Blitar Peduli Pendidikan dan DPRD Kota Blitar. Ketua Komisi 1 DPRD Kota Blitar, Agus Zunaidi, mewakili pihak legislatif dalam kesepakatan tersebut.
Dengan adanya kesepakatan ini, masyarakat berharap Kota Blitar dapat kembali mempertahankan predikatnya sebagai “Kota Pendidikan” dengan dukungan kebijakan tata ruang yang lebih berpihak pada pengembangan sektor pendidikan. (*)