Komisi E DPRD Jatim Nilai Pemprov Jatim Lemah Dalam Praktik Pemajuan Kebudayaan

Jurnalis: Moch Khaesar
Editor: M. Rifat

21 Januari 2024 04:00 21 Jan 2024 04:00

Thumbnail Komisi E DPRD Jatim Nilai Pemprov Jatim Lemah Dalam Praktik Pemajuan Kebudayaan Watermark Ketik
Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Umi Zahrok (foto: DPRD Jatim)

KETIK, SURABAYA – Provinsi Jawa Timur memiliki kekayaan kebudayaan. Namun, kenyataannya masih memiliki banyak kelemahan dalam praktik pemajuan kebudayaan.

Juru bicara Komisi E DPRD Jawa Timur Umi Zahrok menjelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2019-2024 bahwa Jatim masih banyak kelemahan dalam memajukan kebudayaan

Politisi PKB itu menguraikan kelemahaan yang dialami dengan meliputi rendahnya minat budaya dan seni tradisional di kalangan masyarakat. Kemudian lemahnya pemahaman sejarah lokal, rendahnya pengelolaan museum, kurangnya penghargaan atau apresiasi terhadap nilai-nilai seni budaya dan terbatasnya regulasi yang mengatur kebudayaan dalam arti luas.

“Kelemahan pemajuan kebudayaan di Jawa Timur sebenarnya tidak hanya teridentifikasi dalam RPJMD 2019-2024, namun juga dari berbagai fenomena riil yang terjadi di Masyarakat, seperti belum jelasnya pola koordinasi antar-lembaga, komunitas, dan pelaku budaya. Selain itu, kelemahan praktik pemajuan kebudayaan di Jawa Timur juga tercermin dalam dokumen-dokumen kebudayaan yang secara resmi diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” terangnya, Sabtu (20/1/2024).

Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Parwisata Provinsi Jawa Timur disebutkan bahwa dokumen kebudayaan Provinsi Jawa Timur Tahun 2021 terdapat sebanyak 6.943 orang pelaku seni, 4.136 kelompok sanggar, 178 sarana prasarana seni dan budaya, serta 4.219 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK).

Dari itu semua, hanya 96 OPK yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda.

Kebudayaan bersifat kebendaaan yang berbentuk Cagar budaya telah diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan PP Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya.

Sementara itu, kebudayaan tak benda diatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, PP Nomor 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 2017, Perpres Nomor 65 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dan Strategi Kebudayaan, dan Perpres Nomor 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan.

“Provinsi Jawa Timur saat ini baru memiliki dua produk hukum yang mengatur kebudayaan, yakni Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 66 Tahun 2015 tentang Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pembangunan dan Pemberdayaan Perfilman Jawa Timur,” jelasnya.

Namun demikian, Peraturan Gubernur tentang Cagar Budaya lebih cenderung mengatur aspek kebudayaan bersifat kebendaan, dan tidak membahas dimensi kebudayaan tak benda.

Adapun Perda tentang film, terlalu spesifik mengatur hanya pada seni medium film, dan tidak mengatur seni-seni lain maupun Objek Pemajuan Kebudayaan yang diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

“Hal ini menunjukkan bahwa Daerah Provinsi Jawa Timur masih belum memiliki regulasi yang mengatur mengenai kebudayaan tak benda, kebudayaan dalam rangka menciptakan ekosistem pemajuan yang kolaboratif, berkelanjutan, dan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh Masyarakat Jawa Timur. Inilah yang menjadi alasan Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur untuk membentuk Raperda tentang Pemajuan Kebudayaan Jawa Timur,” terangnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

kebudayaan Kemajuan Kebudayaan di Jatim Jawa timur minat kebudayaan di jatim Komisi E DPRD Jatim