Sidang Korupsi Retrofit Soot Blowing PLN Sumbagsel, Terungkap Peran Pejabat Pusat hingga Rekanan Asing

13 Maret 2025 08:58 13 Mar 2025 08:58

Thumbnail Sidang Korupsi Retrofit Soot Blowing PLN Sumbagsel, Terungkap Peran Pejabat Pusat hingga Rekanan Asing Watermark Ketik
Tiga terdakwa kasus korupsi Retrofit Sistem Soot Blowing di PLTU Bukit Asam pada PT PLN Unit Induk Pembangkit Sumbagsel saat sidang, Rabu 13 Maret 2025 (Foto: M Mahendra Putra/Ketik.co.id)

KETIK, PALEMBANG – Sidang perkara korupsi Retrofit Sistem Soot Blowing atau penggantian komponen suku cadang di PLTU Bukit Asam pada PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) kembali digelar, Rabu 12 Maret 2025.

Kasus ini menjerat tiga orang terdakwa. Sidang digelar di pengadilan Negeri klas 1 A khusus Tipikor Palembang, dengan agenda Keterangan terdakwa.

Tiga terdakwa di kasus ini adalah Bambang Anggono, Mantan General Manager PT. PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel); Budi Widi Asmoro, Mantan Manager Engineering PT. PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan; dan Nehemia Indrajaya, Direktur PT.Truba Engineering Indonesia.

Sidang diketuai majelis hakim Fauzi Isra SH MH, dihadiri tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam sidang kali ini terungkap beberapa fakta menarik. Bahkan, membuka kemungkinan adanya pengembangan perkara dan tersangka baru.

Itu karena beberapa keterangan terdakwah menunjukkan keterlibatan pihak lain. Termasuk para petinggi dan pengambil kebijakan di PT PLN persero pusat. Bahkan, juga perusahaan yang terafiliasi dengan korporasi asing terkait Projek Retrofit Sistem Soot Blowing ini.

Salah satu fakta menarik itu terdapat pada keterangan terdakwa Bambang Anggono. Dia menerangkan, proses pengajuan pekerjaan dengan pagu awal Rp52 Miliar ini tidak semata-mata berjalan begitu saja.

Melainkan ada proses dari meja ke meja dan tentunya atas ACC oleh pimpinan PLN pusat sebelum akhirnya dikerjakan oleh Terdakwa Nehemia selaku Dirut PT Truba Engineering.

"Saya kenal dengan Nehemia sejak tahun 2017. Ia mendapatkan kontrak kerja pengadaan Retrofit Soot Blowing di PLTU Bukit Asam atas PT.Truba Engineering, pagu anggaran Rp52 miliar itu, untuk pengadaan 2 unit Soot Blowing, sebelum ada perubahan harga di bulan Agustus menjadi Rp75 Miliar," terang Bambang.

Dijelaskan Bambang, dia terlibat kasus ini berawal dari terdakwa Budi Widi Asmoro yang menghadap ke ruangannya. Dia melapor terkait perubahan harga pada proyek tersebut.

"Setahu dan seingat saya, pada saat itu pak Budi masuk keruangan saya, untuk menyampaikan ada perubahan angka anggaran terkait belanja Soot Blowing dengan harga baru Rp75 miliar, kemudian saya sampaikan ke beliau bahwa silakan saja yang penting ada riset atau ada revisi anggarannya, saya bilang sama Budi," tegas Bambang.

Lanjutnya kemudian, semua pekerjaan ia serahkan kepada Budi yang saat itu selaku Senior Manager Engineering PT.PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan.

"Sesuai tupoksi pekerjaannya dan Tim kerja setelah melakukan pengecekan pembangkit Terdakwa Budi melaporkan bahwa Soot Blowing harus dilakukan penggantian, dan saya setujui, saya memberikan perintah kepada Budi untuk mencari barang namun dengan referensi harga pabrikan," jelas Bambang. 

Setelah itu, Bambang lanjut membuat SK-nya. Kemudian terdakwa Budi membuat perencanaan untuk diusulkan ke Pejabat bagian Pengadaan.

Kemudian, setelah SKKP turun, langsung disampaikan terdakwa Budi ke anggota dinas yaitu pak Ferry sebagai Pejabat bagian pengadaan sebelum akhirnya syarat-syarat cukup semuanya dan diusulkan kembali ke PLN Pusat dan disetuju.

"Kemudian turun anggaran dan di acc baru diadakan proses lelang untuk pengadaan Soot Blowing, yang dimenangkan oleh PT.Truba Engineering," tegas Bambang, yang mengulangi jika semua tahapan dan prosedur sepengetahuan pimpinan pusat.

Sementara itu, terdakwa Nehemia, Dirut PT Truba, banyak mengaku lupa dan tidak ingat ketika ditanya terkait pokok perkara. Namun, dia lancar jika menerangkan terkait PT Haga.

Dia menjelaskan dalam persidangan, PT.Truba Engineering fokus ke pekerjaan khusus di bidang pembangkitan dan mitranya hanya PLN.

"Selain proyek ini kami sering mendapatkan pekerjaan lain dari PLN dan kami hanya fokus di projek PLN saja, saya sudah lama bekerja sama, namun untuk kontrak kerja pertama saya tidak ingat kapan," terangnya.

Ditanya Jaksa soal susunan kepengurusan PT Truba, Nehemia menerangkan jika Komisaris adalah Yungdi Rosady. Sementara dirinya sebagai Dirut. Sedangkan untuk saham secara legalitas dirinya memiliki saham sebesar 95% di PT.Truba Engineering dan 5% milik Yungdi yang tak lain mertuanya sendiri.

Jaksa juga menanyakan Nehemia terkait perkenalan dengan terdakwa Budi dan awal ia mengerjakan projek tersebut.

"Saya kenal terdakwa Budi widi sejak dia pindah ke Palembang dari tahun 2014 yang lalu, saya sudah menjadi rekanan PLN sejak 2008, dan mengetahui ada proyek pengadaan berawal dari informasi kerusakan Soot Blowing di PLTU Bukit Asam dari pihak PLN dan kemudian menindak lanjutinya," terang Nehemia.

Nehemia juga menuturkan, ia awalnya mendapat info pekerjaan tersebut dari saudara Erick Retiawan selaku Dirut PT Austindo yang berafiliasi dengan perusahaan asing di Jerman.

"Saat itu saya bertemu dengan Erik di kantor PLN dan di sana ia menyampaikan ada pekerjaan Soot Blowing sebesar Rp52 miliar, kemudian terjadi kesepakatan antara PT. Austindo sebagai perwakilan perusahaan dari Jerman Clyde Bergerman dan PT.Truba Engineering untuk mengerjakan projek tersebut dengan kesepakatan harga 1 juta Euro per unit alat yang diganti.

"Teknis pengiriman barang dari Jerman menuju Singapura baru ke Indonesia oleh PT. Austindo sebagai perwakilan perusahaan dari Jerman,” jelas Nehemia.

Dari semua Keterangan terdakwa Nehemia di persidangan tersebut, lagi-lagi Jaksa penuntut umum KPK mengingatkan terdakwa, karena menurut jaksa keterangan terdakwa di persidangan berbeda-beda dengan apa yang disampaikan saat dipanggil dan di-BAP sebagai saksi.

"Saudara terdakwa keterangan anda berubah-ubah, anda telah disumpah, saat pemeriksaan anda kan sudah baca semua keterangan anda,” tegas Jaksa penuntut umum KPK.

Dalam perkara ini, berdasarkan fakta yang terungkap dalam sidang, diduga terdakwa Nehemia bekerja sama dengan terdakwa Budi Widi dan Erick Ratiawan selaku Direktur PT. Austindo perwakilan perusahaan asal Jerman untuk pengadaan Soot Blowing, dalam melakukan Mark up hingga menyebabkan kerugian negara.

Dan faktanya lagi, terdakwa Nehemia selaku Direktur PT.Truba Engineering, adalah pemilik saham terbesar yaitu 95 persen dalam perusahaan tersebut. Sementara itu, pemilik 5 persen saham PT. Truba Engineering merupakan Yungdi Rosadi, diketahui beliau adalah mertua dari terdakwa Nehemia.

Diketahui dalam sidang sebelumnya, Jaksa KPK menjelaskan, modus terdakwa Nehemia Indrajaya yang sebelumnya telah dikondisikan sebagai pelaksana pekerjaan Reftrofit Sistem Soot blowing PLTU Bukit Asam oleh PLN.

Dia kemudian menyiapkan dokumen penawaran atas PT. Truba Engineering Indonesia dengan menentukan keuntungan sebesar 20-25% dari harga dasar pembelian barang yang diduga kuat dimark-up.

Selain itu juga, bekerja sama atau bermufakat jahat dengan kedua terdakwa lainnya guna keuntungan pribadi, atas perbuatan para terdakwa melanggar dan diancam dengan Pasal Tindak Pidana Korupsi dengn ancaman maksimal kurungan 20 tahun penjara.(*)

Tombol Google News

Tags:

Korupsi PLN KPK #sidang PN Palembang jaksa BUMN