Menguak Tidurnya Orang Puasa Itu Ibadah, Ini Kata MUI Sampang

6 Maret 2025 17:00 6 Mar 2025 17:00

Thumbnail Menguak Tidurnya Orang Puasa Itu Ibadah, Ini Kata MUI Sampang Watermark Ketik
Ilustrasi Orang Yang Tidur Saat Berpuasa (Foto: Rihad Humala/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Tidurnya orang puasa adalah ibadah, itulah ungkapan yang sering didengar setiap datangnya bulan Ramadhan. Ungkapan ini memang diambil dari hadis Nabi Muhammad SAW

Berikut bunyi hadits tersebut:b “Rasulullah saw bersabda, ‘Tidur orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya tasbih, amalnya berlipat ganda, doanya diterima, dan dosanya diampuni,” (HR Baihaqi).

Hadis ini seringkali dijadikan pedoman oleh sebagian orang untuk memperbanyak tidur dan bermalas-malasan di bulan puasa.

Benarkah demikian? Apakah setiap tidur di bulan Ramadhan bernilai pahala atau ada syarat tertentu yang harus dipenuhi?

Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sampang, Ahmad Faruq menuturkan, hadis ini sudah banyak dikutip oleh beberapa ulama terkenal dalam karangannya.

Diantaranya Imam al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, Syaikh Ala’ ad-Din Ali al-Hindi dalam Kanz al-Ummal.

“Mayoritas ulama ahli hadis menyatakan bahwa hadis ini temasuk dalam kategori hadis lemah, sehingga hadis ini tidak bisa dijadikan pedoman untuk membenarkan banyaknya tidur di bulan puasa," jelas Faruq, Minggu, 2 Maret 2025.

Meski dikutip oleh beberapa ulama dalam kitabnya, kualitas hadis ini lemah. Lebih tepatnya, lemah tetapi masih kategori hadis yang dapat diamalkan (fadhailul amal). Ini karena hadis tidurnya orang berpuasa tidak menyangkut masalah akidah maupun syariah.

Faruq pun memberikan catatan agar hadis ini diamalkan untuk diri sendiri. Tidak untuk disebarluaskan tanpa memberi keterangan status hadisnya secara jelas.

Lebih lanjut, Dosen Studi Agama Islam di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Sukma Wijaya Sampang ini menyikapi tentang fenomena tidur ketika puasa menjadi dua hukum.

Katanya, ini bisa dihukumi makruh bahkan haram ketika tidurnya murni karena dorongan rasa malas sampai melalaikan segala kewajiban, seperti salat dhuhur dan ashar.

"Sebab Ramadhan diciptakan oleh Allah sebagai bulan untuk kita berjuang mengerahkan sekuat tenaga agar mendapatkan pahala yang berlipat ganda," tutur Wakil Ketua PCNU Kecamatan Torjun Sampang ini.

Ia pun mengutip pendapat Imam Al-Ghazalii dalam Kitab Ihya’ Ulum al-Din, tentang etika dalam puasa seharusnya tidak memperbanyak tidur di siang hari.

"Seseorang yang berpuasa juga harus merasakan lapar dan haus, serta merasakan kekuatan yang melemah, agar hati menjadi jernih," sebut Faruq.

Faruq menjelaskan bahwa puasa menjadi media bagi kita untuk melatih mengendalikan nafsu. Apabila kita sudah bisa mengendalikan nafsu, maka terasa ringan untuk beribadah dan menjauhi maksiat.

"Sehingga hati kita menjadi bersih dan ridho allah bisa kita peroleh," jelas pria kelahiran Sampang itu

Faruq melanjutkan, tidurnya orang berpuasa hukumnya boleh jika istirahatnya bernilai ibadah. Dengan maksud, tidur diharapkan bisa me-recharge energi untuk melakukan ibadah selanjutnya. 

Pandangan ini berdasarkan kaidah, sesuatu yang meskipun tidak ada ganjarannya bisa bernilai ibadah selama menjadi jembatan untuk ibadah lain.

Sebagai pengganti aktivitas tidur ketika puasa, alumnus Magister Pendidikan UIN Maulana Malik Ibrahim ini menganjurkan banyak membaca wirid kalimat Subhânallâhi Wabihamdihi, Subhanallâhil Adhîm.

"Dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lidah, berat dalam timbangan, dan dicintai Allah Yang Maha Penyayang: subḥānallāhil-'aẓīm, subḥānallāh wa biḥamdih." (HR. Bukhari)

Dua kalimat ini lebih bernilai positif daripada aktivitas tidur ketika puasa. Karena pahala membacanya bisa memberatkan timbangan di akhirat.

“Jika dibandingkan, tidur lebih membutuhkan banyak tenaga dan waktu yang cukup panjang. Sedangkan membaca wiridan hanya butuh waktu tidak sampai 10 detik, tapi pahalanya jelas," pesan Faruq. (*)

Tombol Google News

Tags:

Tidur saat puasa tidur adalah ibadah Hadis lemah