Masa tunggu haji di Indonesia saat ini memang memprihatinkan. Perkiraan waktu tunggu yang mencapai puluhan tahun, menimbulkan keresahan bagi banyak calon jemaah. Artikel ini mengkaji akar permasalahan antrean haji yang panjang dan menawarkan solusi berdasarkan prinsip haji yang benar.
Untuk berhaji ke Tanah Suci, jemaah Indonesia harus menunggu antrean yang tak sebentar. Waiting list haji paling cepat saat ini 11 tahun (di Maluku Barat Daya). Di tempat penulis sendiri (Jawa Timur) lamanya mencapai 34 tahun. Di Kabupaten Sidrap malah harus menunggu 46 tahun.
Boleh jadi 5 tahun lagi masa tunggu bisa sampai 60 tahun. Mungkin 10 tahun lagi antreannya malah mencapai 75 tahun. Dan tak lama setelah itu urutannya bisa 100 tahun. Padahal usia minimal mulai daftar adalah 12 tahun. Sungguh urutan yang tak rasional.
Memutus antrean haji barangkali adalah hal yang paling sulit dilakukan. Sampai sekarang pun belum ada presiden kita yang berani bikin terobosan ngutak-atik perkara antrian ini. Tingkat kesulitannya mungkin setara dengan memutus akar korupsi di negeri ini. Susahnya bukan main sebab sudah masif dan terstruktur.
Akar Permasalahan Antrian Panjang
Prinsip Munfarid yang Dikesampingkan: Prinsip haji yang mewajibkan jemaah mampu secara mandiri (munfarid) mulai tergeser sejak tahun 2007. Munfarid berasal dari bahasa Arab yang berarti "sendiri" atau "mandiri". Dalam konteks ibadah haji, munfarid merujuk pada prinsip di mana setiap jemaah haji mampu secara mandiri untuk melaksanakan ibadah haji, baik secara fisik maupun finansial.
Sebelum 2007 keberangkatan haji masih menggunakan prinsip munfarid. Tidak ada antrean. Ketika prinsip munfarid dikesampingkan, muncullah gelombang pendaftaran haji, di mana semakin lama jumlah jemaah haji semakin besar.
Saat Pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem kuota sebab keterbatasan Kota Mekkah, menjadi semakin melonjaklah pendaftar haji dan cenderung tak terkendali. Akibatnya antrean haji menjadi semakin irasional karena dikesampingkannya prinsip munfarid terutama dalam memenuhi syarat nisab.
Syarat Usia Minimum 12 Tahun dan Setoran Uang Muka: Penetapan syarat usia 12 tahun dan setoran uang muka memperpanjang masa tunggu haji secara signifikan. Hal ini bertentangan dengan prinsip munfarid, terutama terkait kemampuan finansial (nishab).
Pemanfaatan BPIH yang Melebihi Kewenangan: Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) didirikan untuk mengelola keuangan haji. Namun, saat ini fungsinya lebih dimaksimalkan untuk mengumpulkan dana, bahkan di luar kebutuhan penyelenggaraan haji.
Solusi yang Berbasis Prinsip
1. Kembalikan Prinsip Munfarid: Penerapan kembali prinsip munfarid dalam menentukan kualifikasi jemaah haji adalah kunci utama. Hal ini dapat dilakukan dengan:
- Peninjauan Ulang Syarat Usia: Menaikkan usia minimum pendaftaran haji untuk memastikan jamaah telah mencapai nishab.
- Penyesuaian Setoran Uang Muka: Menghitung setoran uang muka berdasarkan nishab riil jamaah, bukan lagi berdasarkan usia.
2. Optimalisasi BPIH: BPIH idealnya difokuskan pada pengelolaan keuangan haji secara transparan dan akuntabel, bukan sebagai sumber pendapatan tambahan.
3. Bekerja sama dengan Arab Saudi: Meningkatkan kerja sama dengan pemerintah Arab Saudi untuk mencari solusi kuota haji yang lebih adil dan fleksibel.
Langkah Menuju Solusi
Memperpendek antrean haji membutuhkan komitmen kuat dari pemerintah, DPR, dan seluruh pemangku kepentingan. Kembalinya pada prinsip munfarid dan pengelolaan haji yang transparan insyaallah merupakan landasan utama untuk mewujudkan antrean haji yang rasional dan terukur.
*) Muhsin Budiono adalah Jurnalis Ketik.co.id yang saat ini tengah melaksanakan ibadah haji
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)