Tanggapi Demo Mahasiswa Soal Lonjakan UKT, Universitas Brawijaya Klaim 12 Golongan Demi Keadilan

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Muhammad Faizin

22 Mei 2024 10:26 22 Mei 2024 10:26

Thumbnail Tanggapi Demo Mahasiswa Soal Lonjakan UKT, Universitas Brawijaya Klaim 12 Golongan Demi Keadilan Watermark Ketik
Wakil Rektor II Universitas Brawijaya (UB) Bidang Keuangan dan Sumber Daya, Prof. Dr. Muchamad Ali Safaat saat menghadapi demontrasi mahasiswa. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Wakil Rektor II Universitas Brawijaya (UB) Bidang Keuangan dan Sumber Daya, Prof. Dr. Muchamad Ali Safaat angkat bicara soal gelombang demontrasi mahasiswa menentangnya sistem baru Uang Kuliah Tunggal (UKT). 

Dalam kebijakan baru tersebut, UKT mahasiswa dibagi menjadi 12 golongan, di mana golongan yang paling mahal besaran UKT bisa mencapai puluhan juta rupiah dalam satu semester. 

Dalam keterangannya, Ali mengklaim kebijakan 12 golongan UKT tersebut berguna untuk memberikan keadilan dalam penetapan UKT berdasarkan kondisi perekonomian orang tua mahasiswa.

"Menurut saya ini persoalan nilai, bukan lagi kuat-kuatan. Dengan 12 golongan ini kita bisa adil dengan kondisi orang tua mahasiswa. Pentingnya adalah untuk presisi dalam menentukan kondisi ekonomi dia masuk ke golongan mana. Kita nggak memaksakan bahwa semuanya harus golongan 12," ucap Ali, Rabu (22/5/2024) usai berdialog dengan mahasiswa.

Meskipun mencapai 12 golongan UKT, namun mahasiswa dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah tidak akan masuk ke dalam golongan UKT tinggi. Ali juga mengklaim bahwa tidak banyak mahasiswa yang masuk pada golongan UKT 12 atau yang membayar paling mahal. 

 

Foto Mahasiswa UB tumpah ruah saat hendak melakukan aksi di depan Gedung Rektorat. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)Ribuan mahasiswa UB tumpah ruah saat demontrasi menentang kebijakan baru UKT di depan Gedung Rektorat. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)


"Mahasiswa yang ekonominya menengah ke bawah tidak akan naik, yang naik memang dia golongan ekonomi atas dan itu jumlahnya tidak banyak. Persentase golongan 12 adalah 4 persen dari 3.600-an mahasiswa. Mungkin sekitar 100-an mahasiswa. Satu prodi itu isinya hanya satu atau dua," lanjutnya.

Penerapan golongan UKT UB tersebut didasarkan pada Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024. Sehingga apabila peraturan tersebut dicabut maka UB akan merombak kebijakan yang telah ditetapkan ini.

"Dasar kita adalah Permendikbud, ketika dasar itu ada perubahan, pasti kita juga akan lakukan perubahan. Kita juga nggak tahu apa yang akan dilakukan oleh Dikti. Apakah memang mengubah, mencabut, atau Dikti mau mengontrol apa yang ada di universitas," kata Ali.

Ali juga menegaskan bahwa perubahan golongan UKT tidak terkait secara langsung dengan beralihnya UB sebagai PTN Berbadan Hukum (PTNBH). Justru dengan status PTNBH, UB memiliki otonomi dalam mencari sumber dana di luar dana layanan pendidikan.

"Mendirikan usaha, PT, itu bisa dilakukan. Misal mempunyai aset atas nama PTNBH dan aset itu bisa dikerjasamakan dengan pihak lain secara leluasa. Kalau di BLU atau Satker, ketika mau kerjasama aset harus izin ke Kemenkeu. Jadi tidak ada kaitannya secara langsung," dalihnya.

Kendati demikian ia tak menampik realita bahwa beralihnya status UB menjadi PTNBH menjadikan standar yang harus ditetapkan kampus menjadi lebih tinggi. Termasuk pada akreditasi maupun nominal UKT yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kampus BLU maupun Satker.

"Tetapi PTNBH rata-rata UKT memang lumayan tinggi. Paling tinggi di UI rata-rata Rp 10-11 juta, kalau UB sama dengan Unair sekitar Rp 6 jutaan. Kita bisa lihat kualitas PTNBH dan standarnya jauh lebih tinggi akreditasinya," pungkas Ali. (*) 

Tombol Google News

Tags:

Wakil Rektor II Universitas Brawijaya (UB) Bidang Keuangan dan Sumber Daya Prof. Dr. Muchamad Ali Safaat WR II UB UKT UB 12 Golongan UKT UKT Mahal Mahasiswa UB Universitas Brawijaya