KETIK, ACEH SINGKIL – Kekhawatiran akan ancaman fungsi ekosistem gambut di Aceh Singkil akhir-akhir ini semakin mencemaskan. Ini akibat meningkatnya degradasi lahan dan pembukaan hutan secara serius.
Aceh Singkil diketahui sebagai salah satu daerah yang memiliki ekosistem gambut luas dan kaya akan keanekaragaman hayati. "Ekosistem (gambut) tidak mampu lagi menjaga keseimbangan lingkungan dan iklim globalnya," kata Wakil Bupati Aceh Singkil Hamzah Sulaiman di aula Bappeda Singkil, Selasa 6 Mei 2025.
Pernyataan itu disampaikan wabup pada acara rapat konsultasi publik penyusunan dokumen RPPEG Aceh Singkil tahun 2025.
Menurutnya, ekosistem gambut merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat, mulai dari sumber air, bahan pangan, hingga ruang hidup flora dan fauna endemik.
Namun kata Hamzah, ekosistem sedang menghadapi tekanan yang besar, berupa degradasi lahan, pembukaan hutan yang tidak terkendali, kebakaran lahan gambut dan praktik-praktik pengelolaan lahan yang belum berkelanjutan mengancam fungsi ekosistem gambut itu sendiri.
Oleh karena itu, ia berharap perlindungan dan pengelolaan gambut bukan lagi sebuah pilihan, tetapi keharusan moral dan konstitusional yang harus ditunaikan bersama.
"3 hari ini, kita berkumpul untuk membahas dan mengkaji draft dokumen rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut Aceh Singkil atau RPPEG," kata wabup.
Dokumen ini, jelasnya lagi, bukan sekadar kumpulan data atau rencana tehnokratik. Ini adalah cermin dari komitmen bersama untuk menjaga warisan ekologis demi masa depan yang berkelanjutan.
Ia pun mengapresiasi pendekatan partisipatif yang dilakukan dalam penyusunan RPPEG ini. Melalui forum konsultasi publik tersebut dipastikan setiap suara baik masyarakat adat, petani, pelaku usaha, pemuda, akademisi hingga tokoh agama semua didengar dan dihargai.
" Itu jelas, demi penyempurnaan dokumen hingga tujuan akhir konsultasi," sebutnya.
Hamzah juga berharap agar semua isu strategis terkait pengelolaan dan perlindungan ekosistem gambut dapat diserap untuk kesempurnaan dokumen agar lebih konstektual, relevan dan aplikatif.
Harapannya, diskusi dapat menghasilkan pemahaman bersama tentang arah dan strategi perlindungan ekosistem gambut di Aceh Singkil. Juga menyerap masukan tertulis maupun lisan dari peserta yang tajam dan konstruktif, hingga menjadi bagian dari rencana besar pembangunan daerah yang hijau, berkeadilan, dan inklusif pintanya.
"Saya membayangkan, 5 hingga 20.tahun ke depan Aceh Singkil akan menjadi model perlindungan gambut di Indonesia," pungkasnya.(*)