Wacana Utusan Daerah-Golongan, Pakar Hukum UINSA Kritik Proposal Kenegaraan DPD RI

Jurnalis: Muhammad Faizin
Editor: Marno

8 September 2023 09:01 8 Sep 2023 09:01

Thumbnail Wacana Utusan Daerah-Golongan, Pakar Hukum UINSA Kritik Proposal Kenegaraan DPD RI Watermark Ketik
FGD yang digelar untuk mengkritisi Proposal Kenegaraan yang diajukan DPD RI di kampus UINSA Surabaya. (Humas UINSA)

KETIK, SURABAYA – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengusulkan sejumlah amandemen konstitusi. Diantaranya adalah mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara, seperti di masa Orde Baru.

Selain itu, DPD mengusulkan agar dihidupkan utusan golongan dan utusan daerah di MPR seperti zaman Orba, namun dengan sejumlah perubahan. 

Usulan itu dikemukakan dalam Lima Proposal Kenegaraan RI yang didiskusikan di sejumlah kampus.

Lima proposal kenegaraan itu langsung mendapat kritik dari sejumlah pihak, salah satunya dari pakar hukum tata negara UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Dr Lutfil Ansori.

Lutfil menyampaikan kritik tajam dan penolakan pada beberapa poin. Diantaranya terkait gagasan kembali pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebelum amandemen. Atau mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara.

“Mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia," ujar Lutfil dalam diskusi kelompok terpumpun atau FGD yang dihelat di UINSA Newsroom, Kamis (07/09/2023). 

Menurut Lutfil terdapat sejumlah kelemahan mendasar yang ada pada UUD 1945 sebelum amandemen. Kelemahan itu pada prinsipnya berpotensi terdapat pelanggaran hak konstitusional warga negara.

Misalnya, pengaturan Hak Asasi Manusia yang tidak seimbang, kekuasaan MPR yang tidak terbatas, masa jabatan Presiden yang tidak terbatas, sampai dengan tidak adanya mekanisme judicial review atas kebijakan pemerintah.

“Jika gagasan mengembalikan UUD 1946 sebelum amandemen dipaksakan, bisa menjadikan kemunduran demokrasi, dan melemahkan sistem presidensial. Gagasan itu bukan merupakan solusi yang tepat untuk mempertahankan keberlanjutan pembangunan dan penyerapan aspirasi publik dalam pembangunan dan pembentukan kebijakan,” pungkas Lutfil. 

FGD bertajuk “Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa" itu juga dihadiri rombongan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan diikuti seluruh pimpinan dan civitas akademika pada Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), serta Mahasiswa Program Pascasarjana UINSA Surabaya. 

Hadir sebagai Narasumber dari DPD RI yakni Dr. H. Ichsanuddin Noorsy, B.Sc., S.H., M.Si (Pengamat Politik Ekonomi) dan Dr. Mulyadi, S.Sos., M.Si. (Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia). Selain Lutfil Ansori, diskusi juga menghadirkan Dr. Mahir, M.Fil yang juga merupakan Pakar Hukum Tata Negara di FSH UINSA Surabaya.

Secara rinci, lima proposal kenegaraan yang telah diajukan DPD RI berisi, pertama, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang sufficient, dengan sistem tersendiri yang merupakan kedaulatan suatu bangsa.

Kedua, membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan (independen) atau nonpartisan. Ketiga, memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme bottom up. Bukan penunjukkan seperti terjadi di era Orde Baru.

Keempat, memberikan ruang review dan pemberian pendapat kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan terhadap materi rancangan undang-undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden.

Kelima, menempatkan secara tepat tugas, peran, dan fungsi lembaga negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era Reformasi, dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.

Dalam diskusi yang berlangsung cukup ketat, kedua narasumber dari DPD RI memberikan argumen, bahwa usulan lima proposal kenegaraan merupakan kebutuhan hukum dalam rangka memberikan perbaikan sistem ketatanegaraan di Indonesia. Namun argumentasi itu dibantah tegas oleh dua akademisi UINSA Surabaya. (*)

Tombol Google News

Tags:

DPD FSH UINSA amandemen UUD 1945 konstitusi Pakar Hukum