KETIK, PALEMBANG – Bea Cukai Sumatera Bagian Timur (Sumbagtim) memusnahkan barang-barang bukti ilegal, hasil penindakan sejak tahun 2021 hingga November 2024, d halaman Kantor Bea Cukai Sumbagtim, Selasa (17/12/2024).
Kepala Kantor Bea Cukai Sumbagtim Agus Yulianto mengungkapkan, pemusnahan barang bukti tersebut terdiri dari 321,1 kilogram narkoba, 41,1 ribu butir obat-obatan terlarang, 690,7 ribu ekor Benih-benih Lobster (BBL), 121,3 ribu liter minuman beralkohol ilegal, serta 84,6 juta batang rokok tanpa izin edar.
"Kerugian daerah dari barang bukti ilegal ini mencapai Rp467,3 miliar, dengan resiko kerugian mencapai Rp140,7 miliar, dan telah menyelamatkan 1,38 juta jiwa dalam hal pencegahan narkoba bila sampai ke masyarakat," sebut Agus Yulianto.
Pemusnahakn barang bukti berdasarkan 202 putusan Barang yang Menjadi Milik Negara (BMMN) yang berasal dari 552 penindakan, yang belum sempat dimusnahkan pada periode pemusnahan sebelumnya.
"Cakupan wlayah hukumnya menjadi wilayah hukum Bea Cukai Sumbagtim, Palembang dan Pangkal Pinang," ujar Agus.
Sedangkan untuk BMMN pada Bea Cukai Pangkal Pinang telah dimusnahkan sebelumnya pada 4 Desember lalu.
"Tujuan dilakukannya pemusnahan ini mendasar pada filosofi pengenaan cukai bukanlah sebagai penerimaan negara, melainkan untuk mengendalikan konsumsi dan pengawasan peredaran terhadap barang berbahaya yang mengganggu kesehatan masyarakat," jelasnya.
Tidak hanya itu, komponen pungutan cukai untuk meningkatkan harga barang dilakukan agar barang-barang tersebut tidak mudah diperoleh masyarakat dengan alasan perlindungan bagi masyarakat sendiri.
"Termasuk risiko meningkatnya peredaran barang ilegal yang harus dihadapi dan risiko hilangnya salah satu sumber penerimaan negara, " terang Agus.
Sebagaimana yang sudah diatur, alokasi penerimaan negara untuk menunjang kesehatan dapat terlihat dengan jelas pada ketentuan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang didistribusikan ke pemerintah daerah yang mengatur 40% dari dana tersebut dianggarkan untuk kesehatan. Sementara 50%-nya untuk kesejahteraan masyarakat dan 10% untuk penegakan hukum di bidang cukai. Hal yang sama juga terlihat jelas dalam ketentuan tentang pajak rokok yang didistribusikan ke pemerintah daerah yang mengatur bahwa paling sedikit 50%.
"Alokasi DBHCHT tersebut digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum di bidang cukai," jelas Agus.
Bea Cukai mengajak seluruh masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menekan peredaran rokok ilegal yang harganya lebih murah, sehingga mudah terjangkau untuk dikonsumsi masyarakat.
"Ini salah satu alasan yang menyebabkan peningkatan prevalensi perokok menjadi 28,99% pada November 2024 dari 28,62% pada Desember 2023. Partisipasi seluruh masyarakat dapat sangat berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat," pungkasnya.(*)