KETIK, JAKARTA – Berupaya menjaga kedaulatan energi nasional terus dilakukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dengan menggelar Sarasehan Energi Nasional di Hotel Double Tree, Cikini-Jakarta Rabu 9 Oktober 2024.
Sarasehan Energi Nasional ini juga mengundang pengamat energi maupun pengamat ekonomi nasional seperti Prof. Daniel M. Rosyid., Prof. Mas Roro Lilik, Prof Asdar, Prof. Juajir Sumardi, Prof. Mukhtasor, Ichsanuddin Noorsy, Marwan Batubara, Yusri Usman, Faisal Yusra, Salamuddin Daeng, Ferdinand Hutahean, Ugan Gandar, Sofyano Zakaria, Tulus Abadi, Defiyan Cori, Kurtubi, Komaidi Notonegoro, Soni Fahruri dan Effendi Salman.
Presiden FSPPB, Arie Gumilar, menekankan pentingnya menjaga kedaulatan energi dengan mengutamakan peran strategis Pertamina sebagai BUMN.
“Kita bersyukur dapat berkumpul untuk memberikan sumbangsih pemikiran terkait tantangan dan peluang sektor energi, terutama di masa pemerintahan yang akan datang. Kami ingin memastikan Pertamina tetap menjadi garda depan dalam menjaga kedaulatan energi nasional,” ujarnya.
Arie Gumilar juga menyoroti isu privatisasi yang kian mengancam peran Pertamina sebagai BUMN. Ia menegaskan itu merupakan narasi yang menyudutkan Pertamina, seperti tuduhan bahwa mahalnya avtur Pertamina adalah penyebab tingginya harga tiket pesawat, harus diluruskan.
"Pertamina hanya menjalankan tugas sesuai dengan spesifikasi yang diberikan pemerintah, dan tidak semestinya dijadikan kambing hitam," tegas Arie.
FSPPB membawa 3 rekomendasi utama sebagai pengantar diskusi, yaitu pertama revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kedua FSPPB mendesak pemerintah memperkuat Pertamina sebagai entitas tunggal tanpa terpecah-pecah dalam sub-holding.
Ketiga Buyback Kepemilikan Saham Swasta/Asing di Anak Perusahaan Pertamina.
Pemerhati energi, Marwan Batubara menekankan pentingnya kembali pada amanat konstitusi dalam pengelolaan sektor strategis seperti energi.
Marwan menyatakan mengenai Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan bahwa pengelolaan sektor strategis harus dilakukan oleh BUMN.
"Holdingisasi dan privatisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir justru mengkhianati konstitusi," jelasnya.
Para pemateri dan peserta yang hadir dalam forum sarasehan berada pada satu kesimpulan bahwa Pertamina harus menjadi Perusahaan Negara yang kedudukannya langsung dibawah Presiden tanpa adanya entitas-entitas Sub Holding.
Hal ini selaras dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3, serta Perpu No. 44 tahun 1960, serta UU Migas No. 8 tahun 1971 dan UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
Sarasehan Energi Nasional tersebut merumuskan rekomendasi dan usulan untuk dikeluarkannya segera Perpu atau Perpres oleh Presiden Prabowo tentang tata kelola energi nasional sebagai pengganti UU nomor 22 tahun 2001 yang jelas-jelas melanggar konstitusi dan terbukti gagal menaikkan lifting minyak nasional. (*)