Gaduhnya Perparkiran Surabaya, Guru Besar Unair Beri 3 Solusi

19 Juni 2025 21:10 19 Jun 2025 21:10

Thumbnail Gaduhnya Perparkiran Surabaya, Guru Besar Unair Beri 3 Solusi
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Prof Dr Rossanto Dwi Handoyo Ph D. (Foto: Humas Unair)

KETIK, SURABAYA – Polemik terkait perparkiran Surabaya yang menutup toko modern akibat belum memiliki juru parkir pribadi membuat gaduh masyarakat Kota Pahlawan.

Menanggapi hal ini Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Prof Dr Rossanto Dwi Handoyo Ph D, menilai tindakan ini mencerminkan lemahnya desain tata kelola perparkiran, bukan semata persoalan penegakan hukum. 

“Masalahnya ada di parkiran, tetapi yang dihukum justru pemilik minimarket. Ini menjadi tidak proporsional,” jelasnya.

Menurut Prof Rossanto, tindakan represif memang bisa menimbulkan efek jera, tetapi tidak akan menyelesaikan akar persoalan jika tidak diiringi reformasi sistem. Ia menyebutkan bahwa pendekatan edukatif selama ini cenderung kurang efektif karena tidak diikuti oleh sistem pendukung yang kuat. 

Terlebih, minimarket bukan satu-satunya usaha dengan lahan parkir terbuka. Jika tindakan hanya menyasar mereka, maka kesan tebang pilih menjadi tak terelakkan.

Di sinilah muncul potensi ketimpangan, terutama karena tidak semua minimarket tergabung dalam jaringan besar banyak yang berskala kecil dan mandiri.

“Memberlakukan kebijakan seragam tanpa mempertimbangkan skala usaha justru dapat memberatkan pelaku usaha mikro dan menengah,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti akar masalah yang selama ini belum diselesaikan. “Pemerintah selama ini memungut pajak parkir tanpa sistem yang benar-benar bisa menghitung jumlah kendaraan yang parkir dan nilai transaksinya,” terangnya. 

Alih-alih mengandalkan sanksi, Prof Rossanto mengusulkan tiga alternatif solusi.

Pertama, kerja sama dengan penyedia layanan parkir profesional berbasis teknologi agar parkir tetap gratis bagi masyarakat, dan pajak dihitung dari data aktual.

Kedua, sistem retribusi resmi oleh juru parkir yang ditunjuk pemerintah, dengan tarif wajar bagi pengguna.

Ketiga, retribusi dibayar oleh minimarket, bukan masyarakat. Namun, skema terakhir dinilai kurang ideal karena menambah beban usaha dan berpotensi menaikkan harga barang.

“Dengan pendekatan ini, parkir tetap bisa gratis bagi masyarakat, sementara pihak minimarket hanya perlu bekerja sama dan menyesuaikan sistemnya tanpa terbebani secara sepihak,” ungkapnya.

Prof Rossanto menekankan pentingnya arah kebijakan yang jelas dan adil. Jika pemerintah ingin menjamin parkir gratis, maka harus ada insentif dan sistem teknis bagi pelaku usaha.

Jika ingin menarik penerimaan, maka sistem pelaporannya harus transparan dan sistematis.

“Surabaya adalah kota jasa dan perdagangan. Kebijakan publik seharusnya mendukung iklim usaha, bukan memperumitnya, tindakan cepat memang terlihat responsif, namun solusi yang adil dan efektif hanya bisa lahir dari proses kolaboratif yang melibatkan pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah,” jelasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

parkir Surabaya Guru Besar Unair Prof Rossanto sistem parkir Surabaya Toko Modern Unair Universitas Airlangga solusi parkir surabaya