Letusan Gunung Lewotobi menjadi pengingat kuat akan kekuatan alam yang tak terbendung. Sebagai salah satu gunung berapi aktif di Indonesia tepatnya di NTT, Lewotobi tidak hanya menghadirkan ancaman berupa abu vulkanik, lava, dan potensi kerusakan lingkungan, tetapi juga menyimpan peluang besar bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Ancaman Nyata bagi Warga Sekitar
Letusan gunung berapi seperti Lewotobi memaksa ribuan warga meninggalkan rumah mereka demi keselamatan. Hujan abu dan aliran lahar dapat merusak lahan pertanian, mencemari sumber air, dan mengancam infrastruktur vital.
Risiko kesehatan, seperti gangguan pernapasan akibat abu vulkanik, juga menjadi tantangan serius. Dampak yang ditimbulkan oleh erupsi gunung Lewotobi sangat besar,banyak warga dan daerah yang terkena dampak dari letusan gunung lewotobi.
Pemerintah dan lembaga terkait dituntut untuk sigap menyediakan bantuan, baik dalam bentuk evakuasi maupun kebutuhan dasar di pengungsian.
Desa Hokeng Jaya yang berada di Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, menjadi wilayah yang memiliki dampak paling parah akibat erupsi. Tim SAR kemudian merilis kabar, secara keseluruhan terdapat 10 orang meninggal dunia akibat peristiwa itu, dan Gunung Lewotobi laki laki masih mengeluarkan erupsi dan hujan abu.
Namun, bencana ini juga menyingkap perlunya pengelolaan risiko yang lebih baik. Mitigasi bencana, seperti edukasi masyarakat, pemasangan alat pemantauan yang canggih, dan rencana evakuasi yang jelas, agar masyarakat lebih sigap ketika bencana yang sama terulang kembali. Dan hal tersebut harus menjadi prioritas utama yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak negatif bagi masyarakat.
Harapan di Balik Letusan
Di balik ancaman ini, letusan Lewotobi juga membawa berkah bagi jangka panjang. Material vulkanik, seperti abu dan lava, memiliki kandungan mineral yang dapat memperkaya kesuburan tanah dan lapisan tipis pada abu vulkanik dapat menjadi pupuk alami.
Dalam beberapa tahun, lahan-lahan di sekitar gunung dapat berubah menjadi kawasan agrikultur produktif, seperti yang terjadi di daerah vulkanik lainnya di Indonesia.
Selain itu, fenomena letusan gunung berapi juga berpotensi menarik perhatian ilmuwan dan wisatawan. Dengan pendekatan yang tepat untuk mengajak wisatawan datang ke Lewotobi, wilayah sekitar Lewotobi bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata geologi, menawarkan pengalaman belajar sekaligus mendukung perekonomian masyarakat setempat.
Namun, untuk merealisasikan potensi ini, diperlukan perencanaan dan pengelolaan yang matang. Pemerintah daerah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mengembangkan wilayah sekitar Gunung Lewotobi menjadi kawasan yang aman, produktif, dan menarik bagi wisatawan.
Langkah awal yang bisa diambil adalah dengan mendirikan pusat edukasi vulkanologi yang tidak hanya menjadi daya tarik wisata, tetapi juga sarana pembelajaran tentang gunung berapi bagi masyarakat lokal dan pengunjung.
Menyelaraskan Ancaman dan Peluang
Lewotobi mengajarkan bahwa hidup berdampingan dengan gunung berapi memerlukan keseimbangan antara kewaspadaan dan pemanfaatan. Ancaman bencana yang tidak tahu kapan akan terjadi, harus dikelola dengan serius, namun peluang yang ada juga tak boleh diabaikan.
Pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat harus berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang aman sekaligus berdaya guna.
Gunung Lewotobi memang menggemuruh dengan letusannya, tetapi di tengah ancaman itu, harapan untuk masa depan tetap ada. Bagaimana kita merespons bencana ini akan menentukan apakah kita mampu berubah dari korban menjadi pelaku yang tangguh dan adaptif.
Setiap bencana pasti berlalu dan cara melalui bencana ini adalah dengan mencari peluang yang dapat membangkitkan kembali daerah Lewotobi dan menjadikan daerah Lewotobi lebih baik kedepannya.
Kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik di sekitar Gunung Lewotobi adalah memadukan pendekatan mitigasi bencana dengan pengembangan potensi lokal.
Dalam menghadapi ancaman, penting untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi kebencanaan yang berkelanjutan, membangun sistem peringatan dini yang andal, dan memastikan kesiapan fasilitas evakuasi. Langkah-langkah ini akan menciptakan rasa aman yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial.
Mengubah Tantangan Menjadi Kesempatan
Letusan Gunung Lewotobi juga mengingatkan kita bahwa keberadaan gunung berapi bukan hanya soal ancaman, melainkan juga peluang besar untuk menciptakan kehidupan yang lebih berkelanjutan.
Di banyak tempat, bencana alam telah menjadi titik awal bagi inovasi dan transformasi sosial. Wilayah sekitar Lewotobi memiliki potensi untuk menjadi contoh nyata bagaimana bencana dapat menjadi pemicu kebangkitan.
Salah satu langkah penting adalah investasi dalam pendidikan dan pelatihan masyarakat lokal. Dengan meningkatkan pemahaman mereka tentang bahaya gunung berapi sekaligus manfaatnya, masyarakat bisa lebih siap menghadapi bencana dan lebih kreatif memanfaatkan peluang pasca-letusan.
Contohnya, mempromosikan praktik pertanian organik yang memanfaatkan kesuburan tanah vulkanik atau mengembangkan kerajinan tangan berbasis material vulkanik seperti batu apung.
Geowisata: Menawarkan Keunikan
Wilayah sekitar Lewotobi juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi destinasi geowisata. Pendekatan ini bukan hanya mengubah ancaman menjadi daya tarik, tetapi juga membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat.
Jalur pendakian, pusat edukasi tentang gunung berapi, serta fasilitas pengamatan fenomena geologi bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, untuk meningkatkan potensi ekonomi daerah Lewotobi.
Namun, pengembangan ini memerlukan perencanaan matang dan berbasis keberlanjutan agar wisata Lewotobi bisa terus maju kedepannya dan banyak mendatangkan wisatawan domestik dan mancanegara. Fasilitas wisata harus dirancang untuk meminimalkan dampak pada lingkungan dan melibatkan masyarakat setempat sebagai pengelola utama.
Dengan demikian, pariwisata tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian alam dan budaya daerah setempat.
Kolaborasi untuk Masa Depan
Bencana seperti letusan Lewotobi seharusnya menjadi momentum untuk mempererat kolaborasi antara pemerintah, lembaga riset, dan masyarakat.
Pengembangan sistem peringatan dini yang lebih akurat, pelibatan komunitas dalam manajemen risiko, hingga penggalangan dana untuk infrastruktur tangguh adalah langkah yang harus diprioritaskan untuk membuat masyarakat merasa aman dan nyaman.
Pada akhirnya, keberadaan Gunung Lewotobi bukan hanya soal bagaimana kita bertahan dari ancamannya, tetapi juga bagaimana kita memanfaatkan kekuatannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Dengan pendekatan yang terintegrasi, bencana ini bisa menjadi awal dari transformasi, di mana ancaman berubah menjadi peluang, dan kesulitan menjadi cerita tentang ketangguhan dan adaptasi manusia. Gunung Lewotobi mengingatkan kita bahwa di tengah gemuruh alam, selalu ada ruang untuk harapan dan perubahan.
Untuk mewujudkan harapan tersebut, diperlukan komitmen jangka panjang dari semua pihak. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berfokus pada respons darurat, tetapi juga pada pembangunan berkelanjutan yang memperkuat daya tahan masyarakat terhadap bencana.
Pendidikan kebencanaan harus menjadi bagian dari kurikulum di sekolah-sekolah, sehingga generasi mendatang tumbuh dengan kesadaran dan kesiapan menghadapi risiko yang ada
Selain itu, pemberdayaan masyarakat lokal menjadi langkah kunci. Dengan melibatkan mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan program mitigasi bencana, mereka tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga menjadi agen perubahan di wilayah mereka sendiri.
Pelatihan keterampilan baru, seperti pengelolaan pariwisata berbasis lingkungan dan pengolahan hasil pertanian pasca-erupsi, dapat membuka peluang ekonomi yang lebih luas.
*) Muliati Hasman merupakan mahasiwa Univesitas Islam Malang
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)