Kisah Ramadhan di Paris, Mulyandari: Udara Dingin Bikin Cepat Haus

23 Maret 2025 11:53 23 Mar 2025 11:53

Thumbnail Kisah Ramadhan di Paris, Mulyandari: Udara Dingin Bikin Cepat Haus Watermark Ketik
Mulyandari Alisyah saat musim dingin di Paris. (Foto: dok. pribadi)

KETIK, SURABAYA – Kota Paris, yang dikenal sebagai pusat mode dunia, ternyata menyimpan suasana Ramadhan yang tak kalah menarik dibandingkan wilayah Eropa lainnya. Hal ini diungkapkan oleh Mulyandari Alisyah, seorang ibu rumah tangga yang telah 17 tahun menetap di Paris. 

Menurut Mulyandari, pengalaman menjalankan ibadah puasa di ibu kota Prancis tersebut selalu berbeda setiap tahunnya, tergantung pada musim saat bulan Ramadhan tiba

"Tahun ini Ramadhan jatuh di akhir musim dingin. Jadi panjang hari antara imsak dan Maghrib tidak jauh berbeda dengan wilayah khatulistiwa," ujarnya pada Ketik.co.id, Senin, 17 Maret 2025.

Ia menyebut, suhu Kota Paris saat ini menyentuh 12⁰ Celcius. Tapi di puncak musim dingin temperatur bisa menyentuh minus 10⁰ Celcius. Kondisi yang berlangsung sejak November hingga Februari ini tentu berdampak pada kesehatan, karena udara sangat dingin.

Suhu yang menusuk tulang itu memaksanya untuk mengenakan pakaian berlapis-lapis, mulai dari kaus kaki, sarung tangan, hingga sepatu tertutup. Perlindungan ekstra juga diberikan pada telinga, kepala, dan lehernya.

"Kalau tidak rasanya seperti tertusuk-tusuk jarum. Pilek dan batuk penyakit khas para mahasiswa Indonesia yang baru datang, karena belum terbiasa berpakaian yang seperti seharusnya di sini," terangnya.

Perempuan asal Kediri Jawa Timur ini juga mengatakan, suhu dingin bisa membuat tubuh cepat lapar. Ini karena tubuh membutuhkan lebih banyak energi untuk mempertahankan suhu yang aman.

"Kelembaban udara di daerah lintang utara tak seperti di Indonesia yang dekat khatulistiwa. Di sini lebih kering, jadi lebih cepat haus," imbuh perempuan 57 tahun itu.

Ia bercerita, di akhir musim dingin suhu akan terus naik. Kondisi ini terjadi karena mendekati musim semi kemudian berlanjut musim panas.

Berbeda dengan musim dingin, saat musim panas tiba yakni bulan Juni-september, selisih panjang hari tidak sama. Sehingga durasi puasa bisa mencapai 18 jam, sementara musim dingin sekitar 14 jam.

Meskipun punya tantangan masing-masing di setiap musimnya, suasana Ramadhan di sana tak kalah seru dengan di Indonesia. 

Dia bisa ngabuburit sembari menikmati udara sejuk di Jardin Des Plantes Museum d'Histoire Naturelle.

"Menyeberangi Jardin Des Plantes, kita akan menemukan Sungai Seine dan bisa berjalan menyusuri tepiannya menuju arah pusat Kota Paris," ucapnya.

Jardin Des Plantes adalah kebun raya terkenal di Kota Paris. Mulyandari mengatakan, banyak keluarga Muslim di Paris dan sekitarnya yang memanfaatkan tempat ini untuk ngabuburit. Setelah itu mereka berbuka di Restoran/Salon de Thé Mosquée de Paris

Restoran ini memiliki menu dan desain arsitektur khas Maroko. Sebab, sebagian besar komunitas Muslim di Prancis adalah imigran asal Aljazair, Maroko, dan Tunisia.

"Bagi orang-orang Indonesia yang berwisata di Paris, sangat saya sarankan berkunjung ke Salon de Thé Mosquée de Paris," ajaknya.

Kue-kue di sana, ungkap Mulyandari, rasanya enak. Tempatnya indah, sejuk dan lokasinya berdekatan dengan Jardin des Plantes Museum d'Histoire Naturelle yang patut dikunjungi.

Bagi WNI yang rindu masakan khas Indonesia, Mulyandari mengatakan banyak restoran yang menjual makanan Nusantara. Seperti Djakarta Bali, Le Borobudur, Restaurant Indonesia, Rempah, dan Makan-Makan, La Maison d’Indonesie serta Warung dan lain-lain.

Terlebih di bulan Ramadhan, setiap seminggu sekali KBRI Paris juga mengadakan buka bersama dengan menu makanan Indonesia.

"KBRI Paris menyelenggarakan acara buka bersama seminggu sekali dengan memesan sejumlah menu dari salah satu restoran Indonesia di Paris, tetapi masyarakat Indonesia di Paris juga menyumbang melalui perkumpulan mereka yang beragam," tutupnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

perancis Paris ramadhan puasa musim dingin Mulyandari Alisyah ramadhan di paris