KETIK, PALEMBANG – Sidang lanjutan perkara dugaan suap pengesahan Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, tahun anggaran 2024-2025 kembali mengungkap fakta mencengangkan.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Palembang, salah satu saksi membeberkan adanya pertemuan tertutup di rumah dinas Penjabat (Pj) Bupati OKU yang membahas alokasi anggaran fantastis senilai Rp45 miliar, Selasa 17 Juni 2025.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Idi Il Amin ini menghadirkan tiga saksi kunci dari tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiganya adalah Setiawan (Kepala BKAD OKU), M. Iqbal Alisyahbana (Kepala BPBD sekaligus mantan Pj Bupati OKU), serta Iwan Setiawan (Sekwan DPRD OKU).
Dalam kesaksian Setiawan, disebutkan bahwa pertemuan digelar secara informal di rumah dinas Pj Bupati usai gagal dilaksanakannya rapat pembahasan Pokir di DPRD karena tidak memenuhi kuorum.
“Pertemuan dilanjutkan di rumah dinas setelah rapat resmi tidak kuorum. Hadir di sana beberapa anggota dewan dan Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah. Di sana sempat terdengar ungkapan dari anggota DPRD ‘kami jangan ditinggal’, yang saya duga merujuk pada pembagian proyek Pokir,” jelas Setiawan dalam persidangan.
Keterangan tersebut menimbulkan dugaan adanya kesepakatan terselubung yang bertujuan membagi-bagi proyek di lingkungan Pemkab OKU, memperkuat indikasi praktik suap yang dilakukan secara terorganisir.
Setiawan juga menyebut salah satu terdakwa, M. Fauzi alias Pablo, pernah menyambangi kantornya untuk menanyakan proses pencairan dana proyek di Dinas PUPR. Meski tak membawa dokumen resmi, keberadaan Pablo dibenarkan oleh staf BKAD.
“Ia datang menanyakan perkembangan berkas yang sebelumnya telah dimasukkan. Saya tidak mengenal secara pribadi, tapi staf saya menyebutkan itu adalah Pablo,” ungkapnya.
Keterangan tersebut memperkuat posisi Fauzi dalam dugaan keterlibatan aktif mengatur pencairan dana proyek yang diduga berkaitan dengan pengesahan Pokir.
Dalam perkara ini, dua terdakwa yakni Ahmad Sugeng Santoso dan M. Fauzi alias Pablo, disinyalir berperan sebagai perantara sekaligus pengatur distribusi dana “fee” kepada oknum anggota legislatif di OKU. Keduanya diduga menjadi penghubung antara penyedia anggaran proyek dan pihak-pihak yang mengesahkan anggaran tersebut.
Menanggapi pertanyaan hakim, ketiga saksi menyatakan tidak memiliki hubungan pribadi maupun keluarga dengan para terdakwa.
Kasus yang mencuat dari hasil penyelidikan mendalam KPK ini diprediksi akan menyeret nama-nama lain yang terlibat dalam pusaran dugaan korupsi berjemaah di lingkungan DPRD dan Pemerintah Kabupaten OKU.
Sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya, untuk mengurai lebih dalam alur dugaan suap yang sistematis dalam proses legislasi Pokir.(*)