KETIK, MALANG – Berawal dari kejenuhannya mendengar bahasa Jakartaan di warung kopi di Kota Malang, Didik Sapari membuat terobosan baru. Pemilik Kedai Sebastien tersebut memberikan penawaran menarik bagi pengunjung. Jika memesan menggunakan Bahasa Malangan, pengunjung dapat membeli makanan dan minuman dengan harga murah.
Di Kedai Sebastien, terdapat tiga jenis harga untuk menu yang sama. Harga-harga tersebut disesuaikan dengan bahasa apa yang digunakan pengunjung untuk memesan menu di sana.
Tak tanggung-tanggung, pengunjung bisa mendapatkan diskon 40 persen jika membeli dengan Bahasa Malangan, yakni Boso Walikan.
"Diskonnya kalau pakai Boso Malangan sampai 40 persen. Kalau Bahasa Jawa ya sekitar 10-20 persen. Ini terbesitnya karna orang-orang kalau pesan di kafe-kafe gitu bahasanya pakai lo gue meskipun dari Jawa," ujar Didik Sapardi, Pemilik Kedai Sebastien, Selasa (11/7/2023).
Ide itu terbesit saat ia berencana membuka kafe di Kawasan Kayutangan Heritage. Ia ingin menawarkan pengalaman ngopi yang tidak hanya menyajikan kesan heritage. Namun juga tidak melupakan fakta bahwa mereka berada di Kota Malang.
"Kalau kafe yang berkonsep vintage sudah banyak. Kayutangan kan heritagenya identik dengan Jaman Belanda. Tapi jangan dilupakan bahwa kamu di Malang. Akhirnya aku bilang ke pegawai harus bisa Boso Walikan. Tidak semuanya, yang penting mengerti," lanjutnya.
Hal tersebut dilakukan untuk membumikan kembali Boso Walikan di Kota Malang. Mengingat maraknya pendatang di Kota Malang, membuat Bahasa Malangan mulai jarang terdengar.
Misi Didik rupanya berhasil. Terbukti tiap pengunjung yang datang ke Kedai Sebastien, lebih memilih untuk pesan dengan sepatah atau dua patah kata dari Boso Walikan.
"Di sini dikasih tahu bahwa bahasanya ada tiga. Kalau pakai Bahasa Indonesia harganya segini, oakai Bahasa Jawa segini, dan Bahasa Malangan harganya segini. Cuma satu atau dua kata saja sudah bisa dapat harga murah. Kaya bilang ipok, usus (kopi, susu). Pake Bahasa Malangan, dapat harga yang ngedrop," tambahnya.
Berawal dari proses memesan, berlanjut menjadi bahan perbincangan pengunjung di tongkrongan mereka. Meskipun Didik tak memungkiri bahwa menu yang ia tawarkan tak jauh berbeda dengan kafe pada umumnya.
Kedai Sebastien memberikan harga murah jika pesan dengan Bahasa Malangan (foto: Lutfia/ketik.co.id)
"Contohnya ada orang dari Jakarta, habis pesan lalu duduk bercengkerama dengan temannya. Mereka membicarakan tentang Bahasa Malangan yang digunakan saat pesan tadi. Ini kan membuat dia belajar, lebih mengenal Bahasa Malangan," ujarnya.
Untuk menambah kesan heritage ala peninggalan Belanda, ia menggunakan nama temannya, Sebastian yang diubah ke dalam Bahasa Belanda menjadi Sebastien. Rumah yang ia jadikan sebagai kafe tersebut telah berdiri sejak tahun 1962. Ia pun tak melakukan renovasi untuk menjaga keaslian bangunan tersebut.
Bahkan ornamen-ornamen yang terpajang di sana merupakan koleksi pribadinya. Meskipun berada di dalam gang, Kedai Sebastien tak pernah sepi pengunjung.
"Selama baru buka dua bulan ini, marketnya anak-anak muda. Kalau dengarnya, mereka dari Luar Kota, kuliah di Malang. Beberapa bule Asia kaya Cina, Jepang, saat lewat sini pasti mampir dan memotret," paparnya. (*)