KETIK, SORONG – Transparansi penggunaan dana otonomi khusus (Otsus) Papua Jilid 2 menjadi perhatian serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, KPK melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V bekerja sama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) terus mendorong penguatan pengawasan terhadap pengelolaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Kolaborasi ini bertujuan untuk mencegah kebocoran anggaran dan memastikan dana otsus benar-benar bermanfaat bagi masyarakat Papua melalui tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berbasis kebutuhan lokal.
“Dana otsus harus dikelola secara bertanggung jawab sesuai tujuan utamanya, bukan dijadikan ruang kepentingan pribadi atau kelompok. Jika telah diberi perlakuan khusus, maka pengelolaannya juga harus tunduk pada prinsip akuntabilitas khusus,” ujar Kepala Satgas Korsup Wilayah V, Dian Patria, dalam Rapat Koordinasi di Gedung Merah Putih KPK, Senin, 5 Mei 2025.
Turut hadir dalam rapat bersama tersebut, Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) dan kementerian/lembaga terkait.
Dalam rapat tersebut, KPK menegaskan bahwa otsus bukan sekadar instrumen anggaran, melainkan wujud komitmen negara untuk merealisasikan tiga visi utama dalam Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) 2022–2041: Papua Sehat, Papua Cerdas, dan Papua Produktif. Oleh karena itu, pemanfaatan dana Otsus yang selaras dengan RIPPP harus dikawal secara serius dan bebas dari penyimpangan.
“Afirmasi itu penting, tapi tetap dalam koridor hukum. Semua pihak perlu menerjemahkan kebijakan ini secara kontekstual agar masyarakat Papua benar-benar merasakan manfaatnya,” tegas Dian.
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, kebijakan ini mengusung empat cita-cita utama. Yakni 1) meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur; 2) menegakkan keadilan, hak asasi manusia (HAM), supremasi hukum, dan demokrasi; 3) mengakui dan menghormati hak-hak dasar masyarakat Papua, sebagai bentuk pelestarian budaya dan identitas; 4) mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, berprinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik.
Namun, selama Otsus Jilid I (2002–2021), meskipun pemerintah telah menggelontorkan lebih dari Rp138,65 triliun (termasuk Dana Tambahan Infrastruktur), dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat Papua dinilai belum signifikan. Sehingga memasuki Otsus Jilid II melalui RIPPP, pengawasan dan tata kelola keuangan daerah menjadi perhatian utama KPK.
“Papua tidak bisa dipotret dengan kacamata Jawa. Kita harus pastikan dana ini tidak kembali menguap seperti dua dekade lalu. Papua punya mimpi sendiri. Dana otsus bukan hanya angka, tapi harapan. Tidak bisa lagi pakai pola lama dengan solusi business as usual,” lanjut Dian.
KPK mendorong adanya terobosan bagi Papua yang lebih baik, dengan kembali mengingat hakikat kehadiran UU Otsus dan berani terbuka terhadap kritik.
“Semoga kita semakin dekat dengan formula terbaik untuk menjadikan Papua yang lebih adil dan sejahtera bagi rakyat kini dan yang akan datang,” pungkasnya. (*)